IGNORE - Sembilan

4.3K 421 2
                                    

Serumit itu kah memahamimu?
Otak terkuras, tapi tetap tak bisa mengerti apa yang ada dalam isi kepalamu. _Kanyadewi Sihandar_

※※※

"Iya, ini gue udah on the way ke rumah lo." Anya menempelkan ponselnya ke telinga kanan saat benda itu berbunyi dan menunjukkan panggilan masuk dari Juli.

Anya mematikan sambungan dan mengembalikan ponselnya ke badan pintu mobil tempat dia meletakkan benda itu sebelum berangkat.

Anya mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Kondisi jalan menuju rumah Juli tidak macet, Anya bersyukur karena itu. Dia tidak suka jika harus mengendarai mobil saat macet. Itulah mengapa, dia lebih suka bepergian dengan naik motor. Walaupun langsung terpapar oleh sinar matahari, tapi saat macet waktu tempuh perjalanan bisa dilakukan lebih cepat dari pada naik mobil. Untuk ukuran orang tidak sabaran seperti Anya, berjam-jam diperjalanan itu sangat membuang-buang tenaga dan menjengkelkan.

Lagipula matahari bisa ditangkal dengan menggunakan jaket atau kain untuk melindungi sebagian wajah. Anya bukan tipe perempuan yang memusingkan tentang bagaimana kulitnya nanti jika harus terpapar debu atau matahari setiap hari.

Bukan berarti juga dia tidak peduli penampilan, sebulan sekali dia juga melakukan perawatan tubuh dan wajah kok. Selama ini perawatan yang dilakukan Anya sebatas faktor kebutuhan yang masih wajar, tidak semenggila Fira. Dalam sebulan cewek itu bisa keluar masuk salon lebih dari tujuh kali, menghabiskan waktu berjam-jam di tempat itu.

Khusus malam ini, Anya pergi menggunakan mobil, pemberian ayahnya yang sangat jarang dia gunakan. Ayahnya tidak akan membiarkan Anya pergi dengan motor saat malam hari seperti ini. Jadi daripada tidak bisa keluar, Anya memilih tak membantahnya.

Lima belas menit kemudian, dia sudah sampai di depan rumah Juli. Anya membunyikan klakson. Beberapa saat kemudian, seorang cewek menggunakan dress tujuh perdelapan warna khaki dan wedges keluar menghampiri mobilnya.

Begitu Juli membuka pintu penumpang di sebelah kursinya, Anya langsung menatap dress kerah sabrina yang Juli pakai. Dress itu makin mempertegas leher jenjang dan mengekspos bagian bahu Juli. Sama seperti dirinya, Juli juga mengikat satu rambutnya.

Anya membiarkan Juli duduk dan memilih tak berkomentar. Saat di sekolah cewek itu memang sudah mewanti-wanti agar malam ini mereka berpakaian lebih terbuka dan dewasa.

"Si Fira beneran nggak ikut?" tanya Juli setelah mendudukkan diri di jok.

Anya menggerakkan porsneling, lalu mulai menginjak gas. "Lo tahu kan, itu anak kalo gue berurusan sama Senpai dia nggak pernah mau ikutan." Anya menjawab meringis.

Juli memperhatikan Anya dari samping.

"Apa?" Tanggap Anya.

"Kok lo pake baju kayak gitu sih? Gue udah total banget gini, biar kita nggak kelihatan kayak anak sekolahan, lo malah pake baju rapat begitu," Juli bersungut menatap ke bawah kaki Anya dan kembali memekik. "Astaga! Lo pake keds juga lagi!"

Anya meringis, mendengar protesan Juli soal pakaian yang dia gunakan saat itu. Anya menunduk memperhatikan turtle neck abu-abu lengan panjang yang dipadukan dengan dress bertali satu warna hitam yang dikenakannya.

"Kita mau ke Hidden, kan? Itu sejenis bar, Nya."

"Iya, gue tahu." Anya menjawab santai. "Kalo gue pake baju seksi, bokap gue bakal nanya macem-macem. Dia kan belum bolehin gue masuk ke tempat kayak gitu. Daripada nggak jadi pergi."

Mengejar hati (IGNORE) [END] TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang