Mudah saja jika berbicara semua akan baik-baik saja, tapi yang terjadi justru segenap diri telah dilingkup oleh ketidakberdayaan. _Kemal Satyangkara_
※※※
"Teman ayah nawarin kamu jadi host acara anak-anak."
Anya hanya menyimak penjelasan ayahnya tanpa benar-benar berminat lebih sambil melahap masuk sarapan ke dalam mulut.
Setelah beberapa hari yang lalu gagal dalam audisi pencarian tokoh film garapan Om Rendra, sahabat lama ayah, Anya pikir ayahnya tidak akan menawarkan hal ini lagi.
"Kenapa aku?" tanya Anya berusaha menutupi ketidaktertarikannya.
"Katanya karakter host yang dibutuhkan acara itu cocok sama kamu."
Saat ikut audisi waktu itu, niat Anya hanya agar ayahnya tidak merasa kecewa. Apakah kali ini dia harus mengiyakannya juga dengan alasan yang sama?
"Shootingnya sore hari, jadi nggak akan ganggu jam sekolah. Ayah juga nggak akan pertimbangkan acara ini kalo ganggu sekolah kamu."
Melihat bulir-bulir harapan yang terpancar di wajah ayahnya, Anya tahu dia tidak punya pilihan selain mencobanya kembali. Dia hanya perlu mengikuti audisi itu agar ayahnya tak merasa kecewa. Toh Anya yakin, dirinya tidak akan lolos.
"Okee..." Anya akhirnya menjawab.
Segaris senyum menguar dari bibir sang ayah.
"Acaranya setiap hari. Live. Di mulai beberapa minggu lagi." Bayu menginformasikan dengan penuh semangat.
Anya tersenyum kecil dan mengangguk.
Senyum Bayu makin lebar, sekilas tangannya mengusap puncak kepala Anya.
Suara klakson dibunyikan cepat dua kali yang berasal dari luar rumah, membuat percakapan ayah dan anak itu segera teralihkan.
"Tuh, Adrian udah siap berangkat."
Dalam hati Anya mengerang. Inilah bagian tersulitnya hari ini, mungkin juga untuk hari-hari selanjutnya. Setelah kejadian semalam, Anya tak bicara lagi dengan Adrian. Sejujurnya setelah pengakuan penuh emosionalnya itu, Anya tidak tahu harus bersikap bagaimana pada cowok itu.
Ternyata mengungkapkan perasaan suka pada Adrian bertahun-tahun yang lalu terasa jauh lebih mudah dijalani setelahnya, ketimbang membuat pengakuan bahwa hatinya telah diisi oleh nama orang lain selain cowok itu.
Anya membawa piring kotor dan mencuci tangan, kemudian mencium tangan ayahnya sebelum melangkah keluar dari ruang makan. Sepanjang perjalanan menuju pintu rumah, pikirannya terus mencari jalan keluar, sampai akhirnya dia memutuskan, tidak perlu membahas pengakuan itu lagi, yang diperlukannya hanya menjadi sosok bisu di depan Adrian.
Setibanya di teras, Anya baru menyadari ayahnya mengikuti sampai ke pintu. Saat melewati pekarangan Anya melemparkan pandangan ke segala arah kecuali pada sosok yang telah bertengger di atas motor ninja hitam, sedang menunggunya. Jadi Anya tidak tahu persis seperti apa ekspresi wajah Adrian, lagipula saat ini cowok itu mengenakan helm full facenya.
Anya tersenyum sekilas pada ayah. Sesaat sebelum merasukkan helm ke dalam kepala, mata Anya sempat menangkap penampakan motor ninja putih dikejauhan. Motor itu berhenti di satu tempat, pengendaranya duduk di atasnya dengan helm yang masih melekat di kepala.
Anya menghentikan sebentar gerakannya dan fokus pada sosok itu, matanya memicing tajam. Dari tempatnya Anya hanya bisa melihat sorot mata sosok itu yang tidak tertutup kaca helm. Mengenali motor juga gestur tubuh, Anya langsung bisa tahu sosok yang mengenakan jaket denim itu adalah Kei.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar hati (IGNORE) [END] TELAH TERBIT
Fiksi RemajaKanyadewi Sihandar mencintai sahabatnya sejak kecil, Adrian Narayana. Tidak peduli perasaannya diabaikan, dan tak berbalas, Anya tetap menanti sampai Adrian mau membuka hati untuknya. Namun pertemuannya dengan Kemal Satyangkara, pelatih karate di...