"Lo sekarang mau ke mana, Nat?" tanya Gamea sambil mencelupkan empat potong kentang goreng ke dalam saus lalu memakannya sekaligus.
"Tau," jawab Nata tak acuh. Ia menopangkan kaki kanannya ke kaki kiri. Fokusnya tak sedikit pun pecah dari game yang sejak tiga puluh menit lalu ia mainkan.
Hanya Nata dan Gamea yang tidak ada jadwal lagi setelah acara talk show. Jadi, mereka memutuskan untuk bersantai di Falsetto.
Kafka ditemani Kalea sedang melakukan pemotretan untuk sebuah produk jam tangan. Sedangkan Illias bersama Sara, tengah meeting karena gitaris The Kings itu kembali mendapatkan tawaran bermain film. Akting di film perdananya, menuai banyak pujian.
"Lo sendiri, sih?" tanya Nata setelah menaruh handphone-nya ke meja. Ia memutuskan untuk berhenti bermain saat karakter dalam game tersebut tertabrak kereta.
"Rencananya gue pengen ajak Sina main, tapi chat gue belum dibaca."
"Main dalam tanda kutip?"
"Jih!" Gamea melotot. "Kok lo tau?"
"Jangan macem-macem sama Sina lah, Me!"
"Satu macem aja boleh kali, Pak.... "
"Dasar otak selangkangan."
"Salahin nyokap gue, pendek!"
"An––"
Dogs eating dogs, dogs eating dogs, dogs eating dogs.
Chorus dari Dogs Eating Dogs milik Blink 182 menghentikan umpatan yang akan diucapkan Nata. Itu nada dering handphone-nya. Sebuah nomer tak bernama masuk, namun Nata tau milik siapa itu.
Dengan malas, Nata mengambil handphone-nya dan mengangkat telepon tersebut.
"Kowe neng ngendi?[4]"
Bapaknya.
"Opo kowe lali wis duwe bapa?[5]"
Nata menghela napas.
"Siapa?" tanya Gamea tanpa suara.
"Bokap," jawab Nata pelan.
Gamea ber'oh' dan kembali melanjutkan makan.
"Nat, kamu tau Bapak masuk rumah sakit?"
"Nata tau, Pak."
"Terus?"
"Nata nggak ada waktu buat jenguk."
"Cah gendeng! Kalau bapakmu ini mati, kamu juga nggak ada waktu buat liat mayat Bapak, gitu?"
"Bukan gitu, Pak. Nata memang lagi banyak kerjaan."
Terdengar dengusan dari seberang.
"Genjrang-genjreng nggak jelas gitu, kamu sebut pekerjaan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kings
RomanceMemasuki tahun kelima, The Kings mulai goyah. Satu per satu masalah datang menghampiri para personilnya. Karena kepercayaan yang terlalu tinggi, Kafka si pemimpin, harus kembali merasakan sakitnya dikhianati. Karena ketidakadilan yang selalu didapat...