18. Hadiah Terindah

132 16 2
                                    

Dengan koneksinya, Kafka sudah hampir satu jam duduk menatap salah satu layar monitor dari sekian banyak monitor yang terpasang di ruang kontrol CCTV Golden Central Park Mall

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan koneksinya, Kafka sudah hampir satu jam duduk menatap salah satu layar monitor dari sekian banyak monitor yang terpasang di ruang kontrol CCTV Golden Central Park Mall. Ia tengah menonton rekaman CCTV kemarin, tiga jam sebelum acara jumpa penggemar The Kings dimulai.

Di monitor, terlihat para My Queen yang berlalu lalang mengerubungi panggung. Di sebelah panggung, terdapat empat stand, tempat untuk My Queen menaruh hadiah. Masing-masing personil memiliki stand, dan stand miliknya lah yang menjadi fokus Kafka.

Kafka berkedip beberapa kali, matanya mulai lelah, namun ia tak bisa lengah sedikit pun. Ia harus menemukan siapa yang telah menerornya.

Kaki kanan pemuda itu tak berhenti bergerak.

"Ini, Mas." Seorang petugas keamanan yang sejak tadi menemani Kafka, menyodorkan segelas kopi.

Kafka tak menjawab, membuat petugas keamanan itu menaruh gelas kertas yang masih mengepulkan asap tersebut di dekat Kafka dan kembali duduk.

"Mas Kafka yakin... bisa nemuin pencurinya?"

Kafka bergeming.

"Emang benda apa sih, Mas, yang dicuri? Berharga banget?"

Kafka tetap tak bicara. Mengacuhkan petugas itu pun tidak.

Seolah tak masalah jika Kafka tak lagi menjawab pertanyaannya, petugas itu kembali bersuara, "Kenapa nggak lapor polisi aja?"

Kafka menarik napas. Ia memejamkan mata sesaat sebelum menoleh pada petugas keamanan yang tiba-tiba membeku.

"Bisa nggak, Pak, speed-nya dicepetin?"

Petugas itu tersenyum lebar. "Tentu!"

"Saya tuh, awalnya biasa aja, Mas, sama The Kings, tapi karena toko musik sering muter lag––"

"Stop, Pak! Stop!"

Gelagapan, petugas itu menekan tombol pause.

"Zoom in ke laki-laki ini!" Kafka menunjuk seorang laki-laki bertopi dan bersetelan hitam yang memunggungi kamera. Lelaki dengan postur tinggi itu nampak menaruh kotak yang persis seperti yang Kafka dapatkan.

Kening Kafka mengerut dalam, ia mendekatkan wajahnya pada layar. Laki-laki ini... terasa familiar! Tapi siapa?

"Ada CCTV dari arah sana? Yang bisa nampilin wajah laki-laki ini?" tanya Kafka.

"Ada! Tapi sayangnya sedang dalam perbaikan, Mas. Sejak tiga hari yang lalu."

Kafka menghela napas dan menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi. Itu berarti, sejak tadi usahanya sia-sia.

"Tapi mungkin aja, sih, Mas, wajah laki-laki ini tertangkap kamera CCTV lain. Bentar... saya cek dari parkiran dulu, yah."

Seperti mendapatkan harapan, Kafka kembali duduk tegak. Memperhatikan serius pada monitor.

The KingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang