3. (un)Happy Family

275 40 2
                                    

"Pagi, Mam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pagi, Mam." Kafka mengecup pipi Mami yang tengah menulis sesuatu di secarik kertas di meja makan.

"Pagi, Sayang. Katanya kamu nggak ada jadwal, kenapa udah rapi?" tanya Mami, melirik Kafka sekilas.

Kafka mengambil tempat duduk di samping Mami. Pemuda dengan tinggi seratus delapan puluh lima sentimeter itu melirik apa yang tengah dicatat oleh Maminya. Ternyata daftar belanjaan. "Tadinya. Tapi pas konfirmasi lagi, ternyata ada wawancara nanti siang."

"Terus..." Mami menyingkirkan catatannya dan melipat kedua tangannya di atas meja, persis seperti anak TK. Wanita yang masih cantik di usia 47 itu, menatap Kafka hangat, "sekarang kamu mau kemana? Kalau nggak penting-penting banget, lebih baik kamu istirahat lagi. Liat, mata kamu udah kayak panda."

Kafka hanya mengedikkan bahu, tak acuh. Kantung matanya memang menghitam, tapi mau bagaimana lagi, inikan resiko yang harus diterimanya sebagai bintang papan atas. Kurang istirahat. Ditambah jadwal The Kings kemarin-kemarin begitu padat karena promo album baru.

Tur ke seluruh radio di Indonesia dan beberapa di negara tetangga, masuk dari satu stasiun TV ke stasiun lainnya. Belum lagi meet and greet dan jadwal masing-masing para personil. Benar-benar melelahkan.

Tapi rasa lelah itu seolah terbayar oleh prestasi yang The Kings capai. Semua lagu di album BAE yang jumlahnya sepuluh, merajai top list di hampir seluruh radio di Indonesia. Dua minggu berturut-turut setelah perilisan. Album BAE juga menempati peringkat pertama di chart iTunes empat negara––Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei––hingga sekarang. Penjualan fisik dan RBT pun tak kalah membanggakan, membuat The Kings––untuk yang kesekian kalinya––mendapatkan penghargaan platinum.

"Hei!" Mami menyentuh lengan Kafka, membuat pemuda itu tersadar dari euphoria-nya.

"Oh, itu, sekarang Kafka mau jemput Papi."

Mami tersentak. "Oh, iya... Mami lupa! Gini aja deh, nanti Mami nyuruh Pak Yadi buat jemput Papi, kamu tidur lagi aja, oke?"

"Nggak, Mam, biar Kafka aja yang jemput."

Mami tersenyum di antara ringisannya. Sebenarnya dia tak ikhlas, Kafka menjemput suaminya yang baru kembali dari Australia setelah dua minggu di sana untuk urusan bisnis. Dilihat dari segi apa pun, Kafka benar-benar membutuhkan istirahat, tapi mau bagaimana lagi, anak sulungnya tersebut memiliki sifat keras kepala. Sekeras apa pun dia melarang Kafka, maka akan lebih kuat tekad Kafka untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.

"Yaudah, tapi kamu harus sarapan dulu. Sarapan berat. Toh, Papi baru landing jam sepuluh kan? Kamu keliatan kurus!" Belum sempat Kafka membantah––karena ia sedang menjalani program diet untuk iklan susu whey protein––Mami telah bangkit dan segera membuka kulkas. Mengambil bahan-bahan seadanya karena belum berbelanja.

Kafka mendesah, tapi percuma juga jika ia menolak. Ucapan Mami tak pernah bisa dibantah. Pemuda dengan iris hazel––yang didapatkannya dari sang Papi––itu menyandarkan tubuhnya dan memejamkan mata. Benar juga apa yang dikatakan Mami, ia butuh istirahat. Bahkan ia baru pulang ke rumah setelah tiga bulan lebih. Namun sayang, ia sudah terlanjur berjanji kepada Papi bahwa akan menjemputnya, saat mereka bertukar kabar semalam. Dan lelaki sejati itu tak pernah ingkar janji.

The KingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang