Kalea berguling-guling tak nyaman di atas tempat tidur. Jam di dinding telah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi rasa kantuk tak kunjung menyerangnya. Padahal jadwal The Kings begitu padat, esok.
Kalea menghela napas dan bangun dari tidurnya. Ia menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang.
Otaknya sejak tadi dipenuhi kejadian yang menimpa Kafka.
Helaan napas putus asa keluar dari gadis itu. Ternyata rasa sukanya pada grup band The Kings masih terlampau besar, sampai-sampai ia masih mengkhawatirkan Kafka seperti ini.
Dan ia semakin khawatir, saat Kafka bercerita bahwa ini kedua kalinya vokalis The Kings itu mendapatkan teror.
Kalea melirik handphone-nya yang tergeletak di nakas. Memantapkan hati, gadis itu mengambil handphone-nya dan membuka aplikasi chatting.
Online!
Jantung Kalea seakan melompat melihat status Kafka. Menghembuskan napas, Kalea mengirimi Kafka chat.
Kalea menjerit dalam hati. Ia seperti anak SMA saja Mengirimi Kafka huruf 'P'
Cowok Rese : Apa?
Tak lama, ia mendapatkan balasan. Jemari lentik Kalea segera menari di keyboard.
Lo yakin... masalah tadi nggak pengen lo bicarain ke manajemen? : Kalea
Satu menit....
Dua menit....
Tiga menit... belum juga ada balasan dari Kafka, membuat cuping hidung Kalea mengembang.
Tining!
Dengan cepat Kalea membacanya.
Cowok Rese : Nggak.
Kenapa? : Kalea
Cowok Rese : Kalea sayang....
Kalea menggigit bibirnya, berusaha menetralkan debaran yang menyerang dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kings
RomanceMemasuki tahun kelima, The Kings mulai goyah. Satu per satu masalah datang menghampiri para personilnya. Karena kepercayaan yang terlalu tinggi, Kafka si pemimpin, harus kembali merasakan sakitnya dikhianati. Karena ketidakadilan yang selalu didapat...