Author's
Rentetan bayangan akan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi kepada Harry memenuhi kepalanya hingga terasa begitu sakit. Air matanya tak sanggupm lagi tertahan namun tak bisa ia keluarkan. Perempuan berkaus putih dibalut cardigan coklat itu hanya bisa memandangi ruas jalanan yang sudah mulai kosong setelah hampir tiga jam terjebak didalam lautan mobil-mobil.
"Sebenarnya apa yang terjadi kepada kalian berdua?" tanya Zayn memecah keheningan didalam mobil.
"Louis." sahutku dengan singkat namun dipenuhi ribuan makna.
Zayn terdiam sekejap seakan dia tau apa permasalahan yang bersangkut-paut dengan seorang Louis Tomlinson dan kemudian kembali angkat bicara. "Sepertinya tidak ada lagi yang lebih aneh sekaligus menyeramkan selain amarahnya."
Aku terkekeh mendengar ucapan Zayn. "Kenapa kau bisa bilang begitu?"
"Yah, aku sudah cukup lama mengenalnya dan begitulah sifatnya."
"Apa menurutmu itu sesuatu yang aneh?"
Zayn mengangguk kecil. "Jika maksudmu sifat kecemburuannya maka jawabanku, iya." Aku menyipitkan mataku mencoba menerawang apa maksud dari ucapannya mengenai sifat kecemburuan yang Harry miliki. "Maksudku, Harry sangatlah pencemburu. Dia tidak suka melihat orang lain melihat orang yang ia cintai dibuat tersenyum oleh orang lain."
"Maksudmu dalam kasus ini, Louis?"
"Yap. Baiklah, kita sudah hampir tiba."
Aku membuka kaca mobil dan memalingkan pandanganku keruas jalan yang tidak begitu ramai dan rupaya kami baru saja memasuki kawasan Kota Harlow yang tekenal dengan Hutan Prandonnya yang indah itu walau aku tidak melihat Hutan itu secara langsung.
Rintik kecil air hujan mulai turun seiring datangnya senja saat Zayn menepikan mobilnya disebuah persimpangan jalan. Tak terasa perjalanan kami memakan waktu yang cukup panjang hanya karena kebrutalan lalu lintas London menuju Harlow. Sungguh, rasanya alam pun ikut menangis melihatku seperti ini.
Atau sebaliknya,
Alam menangis karena ia memihak kepada Harry.
"Apa balapan itu akan tetap dimulai jika hujan turun?" tanyaku sebagai orang awam didunia balap liar.
"Tentu saja tidak." sahut Zayn sambil mengeluarkan sebatang nikotin dari tempatnya. "Hujan seperti ini akan berhenti dan mereka akan tetap melangsungkan Balapan itu." lanjutnya setelah menyulutkan api ke ujung nikotin disela jari-jarinya itu.
Aku hanya menatap kosong seiring semakin banyaknya air rintikan hujan yang turun semakin banyak, semakin deras. Zayn pun mematikan rokoknya, menutup kaca dan kembali memacu mobilnya dijalanan yang lambat laun mulai kosong ditinggalkan oleh beberapa pengendara dan penjalan kaki yang lebih memilih untuk berteduh atau kembali kerumah dibalik selimut mereka yang hangat.
Ponselku berdering dan memunculkan satu buah pesan dari Megan disana, dilayar ponsel yang dihiasi oleh senyum manis Harry dan Hailey.
From : Megan
Apa kau sudah bertemu dengannya?To : Megan
Belum. Bagaimana Haileyku? Maaf aku harus menitipkannya padamu. Kalau saja Gemma dan Anne tidak keluar kota, aku akan menitipkannya disana.Kepergianku yang mendadak, maksudku kemarahan Harry yang mendadak membuatku tak sempat menitipkan Hailey kepada Anne atau Gemma. Mereka baru saja berangkat ke Boston setengah jam sebelum aku menghubungi mereka.
Aku pun tidak bercerita mengenai hal ini kepada Gemma apalagi Anne karena hal itu akan memperkeruh suasana dan kuyakin Harry lah satu-satunya orang yang akan ditekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEARS 2 | SLOW UPDATE
FanficI think these tears will not drip anymore, but I was wrong. In every breath of mine these tears of pain will always be with me. Forever [ BOOK 2 FROM : TEARS ] [ Disclaimer : Cerita ini dibuat oleh amatir yang belum memahami teori kepenulisan. So, j...