19.15
Sepi. Sunyi. Membuatnya bosan. Orang tuanya sedang sibuk bekerja, pulangnya di atas jam 9 malam. Di rumah cukup sebesar ini ia harus tinggal sendirian karena pembantunya hanya bekerja sampai sore. Tapi tidak masalah, yang penting ada handphone, wifi, dan makanan, sudah cukup untuk menemaninya.
Ponselnya berdering, ia segera membuka pesan siapa yang masuk.
Dania Fioren
Main ke kafe yuk
Gue bikinin cappucino
Kesukaan lo. Gratis.Cindy Azahra
Serius? Oke bentar lagi otw.Cappucino bikinan kafe tempat Dania bekerja cukup nikmat. Karena menurut Cindy, tidak ada cappucino yang tidak nikmat. Ditambah ini gratis.
Ini malam hari, sebaiknya Cindy memakai pakaian yang panjang panjang, karena udaranya cukup dingin. Karena Cindy tidak ada motor, ia memesan abang gojek untuk mengantarnya.
Abang gojek Cindy bukanlah yang selalu memaki jaket warna hijau dan tidak pernah ganti itu, melainkan Brian, anak dari teman kerja papanya yang sudah lama ia kenal, baginya mereka sudah seperti keluarga tersendiri.
Brian selalu bersedia mengantar Cindy kemana saja layaknya babu pada majikannya. Karena baginya, Cindy seperti adik perempuan yang harus ia jaga.
Kang ojek
Gue udah di depan.Cindy segera keluar rumah dan mengunci pintu. Kali ini Cindy berpenampilan sederhana. Hanya memakai jeans hitam dan kaos lengan panjang, dengan rambut di gerai serta memakai sandal jepit ber merk swalllow.
"Masih inget rumah aku?" tanya Cindy kepada Brian.
"Yaiyalah. Setelah gue dapet kabar kalau lo pindah kesini lagi. Gue jadi sering ikut bokap kalo dia mau ke rumah lo. Berharap ketemu lo sih, tapi lo nya gak pernah nongol. Di kamar mulu. Suram hidup lo."
Di perjalanan Cindy dan Brian hanya membahas obrolan obrolan basi yang sama sekali tidak berfaedah. Seperti menanyakan masakan apa di rumah, keadaan kucing Brian, curhat ketika kalah main mobile legends, followers instagram yang dikit dll.
"Gak ikut masuk?"Brian menggeleng-nggelengkan kepala. "Gue tinggal ya, hati-hati. Entar kalo pulang, line gue. Biar gue jemput. Jangan pulang sendiri, tar lo kenapa-kenapa gue yang repot."
Cindy segera memasuki kafe, sebelum itu ia mengacungkan jempol dan tersenyum kepada Brian. Ia melihat Dania sedang melayani pembeli. Karena tidak mau mengganggu Dania, ia memilih duduk terlebih dahulu sambil menunggu sahabatnya itu selesai.
Setelah beberapa menit menunggu, Dania datang dengan membawa satu gelas cappucino.
"Nih buat lo. Spesial++" .
"Makasih Daniaaaaaa... Daebakk. "
Cindy langsung meneguk cappucino tadi dengan nikmat. Memang, cappucino gratis lebih nikmat dan menggoda.
"Eh gue tinggal dulu ya, ada pembeli. Entar gue kesini lagi."
"Iya."
Cindy memalingkan pandangan ke seluruh ruangan kafe, dan matanya berhenti pada satu titik. Dimana titik itu adalah seseorang yang sedang fokus dengan ponselnya. Itu adalah Daniel. Dan tak lama kemudian Bara duduk di sebelah Daniel yang Cindy tidak tahu dari mana asal Bara datang.
"Ngeliatin siapa sih, serius amat, Daniel atau Bara nih," suara Dania mengagetkan Cindy. Ia merasa tercyduk oleh sahabatnya itu, padahal tadi ia hanya tidak sengaja.
"Apa sih, gak sengaja tau."
"Alah-alah, jangan malu-malu gitu dong." Dania tertawa kecil, ia terus menggoda sahabatnya.
"Baraa, sini." teriak Dania pada seseorang yang duduk di dekat jendela.
"Kenapa?" tanya Bara yang kemudian duduk di sebelah Dania.
"Ngejauh banget, ngumpul gini kan enak."
"Niel, sini" Bara mengisyaratkan pada Daniel supaya Daniel kemari.
Daniel duduk tepat di sebelah Cindy, karena tidak ada kursi kosong lagi. Sejak tadi, yang paling ramai adalah Bara dan Dania, sedangkan Cindy dan Daniel hanya terdiam. Cindy tidak suka jika suasana seperti ini. Sedikit canggung. Ia lebih suka jika sendiri dan hanya bersama orang-orang yang membuatnya nyaman.
Akhirnya Cindy memutuskan untuk pulang. Ia mengirim pesan kepada Brian untuk segera menjemputnya. Ia tidak tahan dengan suasana canggung seperti ini. Namun Brian kali ini tidak bisa menjemputnya, terpaksa ia harus pulang sendiri.
"Aku pulang dulu ya, uda malam."
"Brian udah jemput emang?" tanya Dania.
"Dia gak bisa jemput, aku naik taksi aja."
"Nah, lo aja gak bawa dompet." Dania yakin, bahwa sahabatnya ini tidak membawa dompet, jadi bagaimana ia akan membayar taksinya?
Dan benar, Cindy tidak membawa dompet, hanya membawa ponselnya saja. Ia mengecek saku celananya berharap ada uang yang terselempit disitu, namun seribu pun tidak ada.
"Lo bareng Daniel aja gimana? lo mau kan Niel? " kali ini Bara membuka suara.
"Mending lo aja yang nganterin." ucap Daniel ketus. Sudah tidak heran dengan sifat Daniel seperti ini, jika bukan kemauannya ia pasti enggan menolong.
"Gue sama Dania. Dulu aja lo pernah bilang ke Viola 'Lo itu cewek gak baik pulang malem sendiri. Gue bakal anter lo kemanapun sesuka lo. Yang penting lo bareng gue, gue gak mau-----' "
"Yaudah ayo!" Daniel muak dengan semua perkataan Bara yang menyangkut Viola, membuat telinganya seperti di orok-orok gergaji. Ia Segera bangkit dan berjalan menuju parkiran.
Tidak masalah ia pulang dengan siapa saja, yang penting ia bisa sampai rumah dengan selamat. Ia pamit kepada Dania dan Bara kemudian mengikuti Daniel dibelakangnya.
"Sabuk pengaman. Gue gak mau di tangkep polisi. Mana gue gak bawa SIM."
"Emang uda punya SIM?"
"Umur gue udah 17 tahun. Gue dulu telat sekolah mangkanya gue sampe sekarang masih kelas 1 SMA."
Hening. Cindy mulai merasa ngantuk, akhirnya ia tertidur dengan posisi kepala yang menunduk, membuat Daniel tersenyum kecil melihat gadis itu dengan posisinya sekarang.
Daniel ingin membenarkan posisi kepala Cindy, namun hal itu ia urungkan. Ia rasa itu bukan urusannya jika kepala gadis itu sakit atau apa, tugasnya hanya mengantar Cindy pulang.
*****
Jangan lupa vote dan komentarnya :))))
Maaf kalo ada kata-kata yang salah atau gak nyambung. Bisa di komentarin kok 😆😆
-ChindyA

KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
Teen FictionSilahkan kalian membaca kisah tentang Cindy dan Daniel dengan tenang tanpa tekanan :) Cover by @DWK_Graphic