"Ma minggu depan sekolah ngadain acara camping" ucap Cindy sambil berjalan menuju meja makan.
"Oh ya? Dimana?" tanya Lusi, mama Cindy.
"Nggak tau lagii si ma, tempatnya masih nyusul, paling-paling di puncak"
"jelas. Masa iya di sawah." Kata Rehan,papa Cindy tanpa memalingkan tatapan dari koran yang sedang di bacanya.
" Ya tau dong pa, emang mau ngapain camping di sawah? Yang ada nyari itu tuh, kayak kepiting, gurita,cumi-cumi,be---"
Belum selesai berbicara, Rehan terlebih dahulu memotong kata-kata Lusi. "Ma, please. Di sawah gak ada cumi-cumi sama gurita" Rehan mendenguskan nafasnya kasar. Istrinya ini memang rada sedikit bloon dan oon. Untung Rehan tetap menyayanginya.
"Oh iya ya pa, cumi-cumi sama gurita kan adanya di pasar yang biasanya mama beli" Lusi menganggukan kepalanya berulang kali sambil mengunyah roti yang ada di dalam mulutnya. Kunyahannya terhenti, ketika ia merasakan seseorang berdiri di sampingnnya.
Lusi menoleh, mendapati suaminya yang berdiri disampingnya dengan tatapan sedikit tajam. "Mama..." kata Rehan sambil menaruh telapak tangannya ke pipi istrinya.
"Bener kan pa?" Rehan menatap istrinya dengan penuh arti, kemudian ia tersenyum dan mengecup kening istrinya. Cindy yang melihat adegan keromantisan itu segera bangkit dan berpamit pergi sekolah. "Ma, Pa Cindy berangkat dulu. Assalamualaikum"
BRAK!
Suara gebrakan pintu membuat Lusi dan Rehan tersentak kaget. Dilihatnya, putri satu-satunya sudah tidak ada di meja makan.
Mungkin anak itu sudah berangkat. Batinnya. Tapi, kapan ia berpamit?
*****
Setelah melewati beberapa menit kemacetan, akhirnya ia sampai juga. Untung saja gerbang itu belum di tutup oleh pak satpam. Cindy melangkah menuju gerbang, namun suara seseorang menghentikan langkahnya.
"Cin! Tunggu!" Cindy menoleh, disana Nanda sedang berlarian menuju kearahnya.
"kenapa lari?" tanya Cindy heran,setelah Nanda sampai dihadapannya.
"Itu apa di tangan lo?" tambahnya,setelah melihat beberapa kertas yang ada di tangan Nanda. Nanda mengikuti arah tatapan Cindy, kemudian berkata "Oh, ini artikel basket. Udah ah ayo" Nanda melingkarkan lengannya ke lengan Cindy kemudian menariknya.
Setelah akan sampai di kelas, Nanda justru menarik tangannya menuju ke atas tangga. Itu bukan kelasnya,padahal kelasnya hanya tinggal lurus sedikit. "Nggak amnesia kelas kan Nda?" Nanda menoleh, kemudian berkata, " Enggak kok, kenapa?" tanyannya heran.
Jika tidak amnesia, kenapa ia lupa kelasnya? "Kelas kita kan tinggal lurus,lah ini,kok..." Nanda menutup mulut Cindy dengan kertas tadi. Kemudian ia menarik tangan Cindy lebih kuat dari awal, hingga akhirnya sampai di depan kelas yang tak asing baginya.
Ini kan kelasnya Daniel
Setelah beberapa detik melamun, seseorang muncul dari balik pintu.
"Nih gue mau ngasih ini" Nanda mengulurkan kertas yang sedari tadi ia bawa. Daniel segera mengambil kertas itu. "Oke thanks"
Nanda dan Cindy segera meninggalkan kelas itu dan berjalan menuju kelasnya.
"Oh ya, bilangin Bara kalau entar gue ke kelasnya rada telat dikit" Nanda mengacungkan jempol ke arah Daniel, kemudian melanjutkan langkahnya.
*****
Setelah bel istirahat berbunyi, siswa-siswi berbondong-bondonng menuju ke kantin. Di kelas hanya tersisa beberapa siswa saja yang tak lain adalah Bara, Cindy, Dania dan Nanda. Mereka memang sengaja tidak pergi ke kantin karena setelah ini mereka ada rapat penting. Haha.
"Oh iya, ini gimana pembagiannya?" tanya Bara.
"Kalo yang jelajah gue saranin ada cowoknya. Takutnya entar ada apa-apa" saran Dania, yang diikuti anggukan kepala oleh Bara.
"Saran di terima. Ini siapa dulu ketuanya?"
Sedetik kemudian Daniel, Adam dan Obi muncul dari balik pintu.
Otak Bara mendadak seperti ada lampu kuning tiba-tiba. Ia membunyikan jarinya dan berkata, "Daniel!" Daniel yang baru saja datang mengerutkan keningnya. Tidak paham apa maksud Bara menyebut namanya.
"Kenapa nyebut nama gue?"
Bara mengangguk "Lo jadi ketua tim kita. Semua pada setuju kan?" semuanya menganggukan kepala tanda setuju.
Nanda melihat sekeliling. Tampaknya timnya sudah berkumpul semua. "oke, kan pas acara api unggun nanti, perwakilan tiap tim harus nampilin sesuatu,nah ini siapa yang mau nampilin?"
"Gimana kalo nyanyi sambil gitar? Tapi dua orang aja. Kalau bisa cewek sama cowok, duhh romantis gitu jadinya hehe" kata Obi dengan wajah seperti membayangkan. Adam langsung menepuk jidat Obi, membuat Obi mendesis pelan. "Aishh, sakit geblek"
"Sstt, ide yang bagus bi. Gimana kalo Daniel aja yang gitar, terus vokalnya Dania, atau gak Nanda?"
"Gue bisanya gitar" kata Dania.
"Gue gak bisa nyanyi" kata Nanda.
Hening.
Beberapa detik kemudian semua mata tertuju pada Cindy yang kini sedang sibuk belajar menulis hangeul. Bara, Dania dan Nanda tersenyum ke arahnya, membuatnya bingung detik itu juga. Dania dan Nanda yakin kalau sahabatnya ini bisa nyanyi walaupun suaranya tidak begitu nikmat di dengar. "Kenapa?"
"Fix! Daniel yang gitar, Cindy yang nyanyi!" kata Nanda dengan bersemangat. Cindy mengerutkan dahinya. Kenapa harus dirinya? Dan kenapa harus Daniel yang main gitar?kenapa bukan Dania?
"Aku anaknya kudet, nggak tau lagu-lagu jaman sekarang" kemudian ia melanjutkan kegiatan sebelumnya.
Nanda tertawa, entah apa yang ia tertawai "Lo anaknya om Rehan, bukan anaknya kudet"
"Entar gue kasih tau lagu apa. Lo tinggal pelajarin doang liriknya" kata Daniel dengan nada datar.
Cindy tidak nyaman akan hal ini, kenapa harus dirinya? Padahal ia menilai suaranya sendiri sangatlah jelek. Berbicara saat presentasi saja suaranya sudah bergetar, apalagi saat menyanyi nanti. Ditambah sebelahnya ada Daniel nanti yang mengiringi suaranya dengan gitar.
*****
Vote!^^
Updatenya tidak menentu yaa :))-ChindyA
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
JugendliteraturSilahkan kalian membaca kisah tentang Cindy dan Daniel dengan tenang tanpa tekanan :) Cover by @DWK_Graphic