9. Tercyduk

875 62 7
                                    

Cittttttttttttttt

Daniel menepikan mobilnya tepat di depan gerbang rumah Cindy. Untung saja ia masih hafal alamat rumah ini, jadi ia tidak perlu bertanya-tanya kepada Cindy yang sedang tertidur pulas itu.

Sudah 20 menit berlalu dan Daniel hanya duduk di sana sambil memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa membangunkan Cindy tanpa harus terlihat 'aneh'. Hari makin malam, jam sudah menunjukkan pukul 21.30.

Daniel akhirnya memutuskan untuk membangunkan Cindy dengan membunyikan jarinya lalu memanggil namanya. Daniel mengambil ancang-ancang dan...

"Ci--"

"Erghh... Udah sampai belum? Kok lama bang--" tanya Cindy dengan mata yang sayup-sayup.

Deg!

Beberapa detik kemudian Cindy membuka matanya yang masih sayup-sayup itu. Tatapan Cindy bertemu dengan mata hitam Daniel. Jantung Cindy berdegup kencang. Ia segera menormalkan detak jantungnya, jika tidak mungkin setelah ini jantungnya akan meledak. Daniel pun juga demikian, ia segera memundurkan badannya dari Cindy.

"Lo boleh keluar sekarang." kata Daniel.

"I-iya. Makasih"

Kemudian Cindy keluar dari mobil Daniel.

Dug!

"Aw!"

Cindy meringis kesakitan, karena tak sengaja dahinya terbentur bagian pintu mobil dengan lumayan keras. Sambil mengusap-usap dahinya, ia menutup pintu mobil Daniel dan segera berjalan menuju ke dalam rumahnya.

Daniel yang melihat kejadian itu hanya tertawa kecil dan bersikap 'bodo amat'. Padahal ia tau kalau benturan tadi lumayan keras bunyinya, apalagi rasanya. Kini ia menancapkan gas dan mobilnya sudah jauh dari rumah Cindy.

*****

"Sejak kapan lo suka ke perpustakaan buat nyari novel sih?" tanya Nanda gerah.

"Sejak SMP."

"Haduuu, balik yuk. Bosen gue disi--"

Cindy menutup mulut Nanda dengan jari telunjuknya. Ia melihat seseorang yang berdiri tegap melalui sela-sela rak yang kosong. Cindy menunduk dan menyipitkan matanya, memastikan bahwa itu adalah cowok yang benar ia maksud. Nanda mengikuti arah mata Cindy.

"Woahhh, Danielll.... "

Dengan cepat ia segera menutup mulut Nanda rapat-rapat. Ia mengisyaratkan Nanda supaya tidak berbicara terlalu keras, apalagi sebut merk. Berharap cowok tadi tidak mendengar perkataan Nanda barusan.

Cindy melanjutkan apa yang sedang ia liat tadi. Namun kini orang yang ia maksud sudah hilang.

Kemana dia? Batinnya.

"Nyari siapa?" tanya seseorang yang berdiri di samping Cindy dengan suara tegas, tetapi Cindy dan Nanda tidak memperdulikannya.

"Berisik."

"Nan kemana orangnya?" tambahnya lagi tanpa memalingkan tatapannya sedikitpun.

"Gak tau cepet banget ngilang. Kayak se--"

"Gue disini. Gak perlu ngintip-ngintip. "

Cindy segera menoleh, dan di sebelahnya sudah ada Daniel yang berdiri sambil melipat tangannya di depan dada.

"Ada perlu apa? Gak usah ngintip gitu, gue gak suka di intipin!" ujarnya tegas.

Mampus. Ia tercyduk. Dengan cepat ia mencari alasan supaya Daniel tidak mengira yang tidak-tidak.

"Emm, Ituu--- Nanda katanya--- mau izin gak basket. Ya kan Nda?" tanya Cindy kepada Nanda yang kini menepuk jidatnya sendiri.

"Bukannya Nanda udah ngerti kalo seminggu ini gak ada latian basket? Lo cek grup kemarin kan?!"

Kini tatapannya beralih ke arah Nanda. Nanda segera mencubit lengan Cindy dan mengatakan sesuatu di telinga Cindy.

"Yang dikatain Daniel bener, lo sih asal ceplos aja."

"Yah kan aku gak tau. Gimana dong ini?"

Sesekali Cindy menatap Daniel. Raut mukanya begitu menyeramka, seperti sedang menantang musuhnya.

"Cek kok. Yaudah gue balik duluan, kayaknya dia salah salah ngomong deh. Ayo Cin," kata Nanda dengan menarik dengan Cindy.

"Tapi itu...  Novel gue.. "

"Novel perpus. Bukan novel lo."

Belum sempat ia meminjam novel karena hal tadi, Nanda sudah menariknya menjauh dari perpustakaan. Tapi untung saja kini mereka sudah jauh-jauh dari Daniel yang kini masih ada di dalam.

*****

Cindy, Nanda dan Dania sedang bermain game pasaran, yang tak lain lagi adalah Truth or Dare. Dania memutar botol yang di kelilingi oleh mereka, dan ternyata mulut botol berhenti tepat menunjuk ke arah Cindy. Saat ditanya truth atau dare, ia memilih dare, tentu saja hal itu membuat kedua sahabatnya merencanakan hal licik selicik-liciknya.

Dilihatnya Nanda yang sedang berbisik-bisik pada Dania, raut muka Nanda terlihat mencurigakan. Ia yakin Nanda akan memberikan dare yang sulit padanya.

"Gak usah aneh-aneh please."

"Gak kok. Tantangannya adalah... "

"Satu,"

"Dua,"

"Tiga,"

*****


Ini telat berapa hari 😆 di desa jarang ada sinyal, di tambah belum bikin stok cerita 😭😭huhu, ini masih banyak lanjutannya tapi sengaja aku potong hehe.

Jangan lupa vote dan komentar 💙

-ChindyA

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang