* Yoo Jung POV
Jimin memasuki kamar lagi setelah sepuluh menit keluar dari kamar. Termasuk cepat. Yang menyebalkannya lagi, ia hanya mengenakan handuk biru padahal aku menyuruhnya membawa pakaian miliknya."Yya, Park Jimin. Kenapa kau tidak mengganti baju di dalam kamar mandi, eoh?" Tanyaku.
"Tutup matamu, ini kamarku." Kata Jimin dan langsung melepaskan handuknya. Aku juga langsung menelungkupkan kepalaku kedalam selimut.
Tak lama kemudian, aku merasakan sebuah tangan menarik punggungku. Tak salah lagi ini pasti Jimin.
"Yya, pakai dulu baju dan celanamu." Kataku tak mau melihatnya.
"Aku sudah selesai dari tadi."
Lalu aku mengangkat kepalaku namun belum membuka mataku. Aku tidak percaya dengan ucapan Jimin.
"Aku memang tidak pernah memakai baju saat aku tidur." Kata Jimin dan Yoo Jung langsung membelakkan matanya.
"Trus kau tidur disampingku dan tanpa baju?! BIG NO! Pakai baju sekarang juga." Kata Yoo Jung.
Lalu Jimin membuka selimut yang menutupi tubuh Yoo Jung.
"Kalau gitu kau juga jangan main puser kalau tidur." Sahut Jimin dan membuat Yoo Jung terkejut.
"Kau tahu darimana?" Tanya Yoo Jung.
"Nggak penting." Kata Jimin.
"Yaudah." Yoo Jung menghela nafasnya sambil meletakkan bantal guling di tengah-tengah tempat tidur. "Pokoknya bantal ini gaboleh pindah tempat." Kata Yoo Jung ketus.
Setelah itu aku langsung meraih selimut itu dan menutupi tubuhku lagi. Jimin pun menaiki tempat tidur dan mengambil selimut itu juga.
"Yya, aku juga harus pakai. Aku bisa kedinginan dan kalau aku kedinginan, aku bisa-bisa memelukmu sang--" Aku yang sudah menahan kekesalanku daritadi langsung membagi setengah selimut itu dengannya. Aku tidur membelakanginya sedangkan dia tidur menghadap punggungku.
"Yoo Jung-ah, kau bisa tidur tanpa lampu mati?" Tanya Jimin.
"Bisa." Jawabku singkat.
"Aku tidak bi--" Lagi-lagi aku memotong ucapannya dan langsung berdiri mematikan saklar lampu itu disamping pintu kamar. Lalu kembali lagi meniduri tempatku.
Aku bisa melihat matanya menatapku saat berjalan ke arah tempat tidur, aku juga bisa melihat bibirnya yang tersenyum. Entah tatapan itu, intinya aku tak suka ditatap seperti itu.
"Yya, bisakah kita mengobrol sebentar?" Tanyanya dan terdengar sangat berharap.
Akupun berbalik menghadapnya dan tak kusangka ternyata bantal guling tipis sehingga wajahnya sangat dekat dengan wajahku. Aku tak sengaja menelan ludahku karena terkejut. Lalu aku membenarkan posisiku dan tanganku memundurkan kepala Jimin.
"Waeyo?" Tanyaku.
"Kau tidak takut berada di kamar gelap seperti ini dan hanya ada aku?" Tanyanya membuatku bingung. Apa yang mau ia katakan? Kenapa terdengar terlalu serius? Aku tidak terlalu suka.
"Ani. Aku percaya kau juga takkan melakukan apa-apa kepadaku. Gwenchana, aku percaya padamu. Jadi jangan sampai kau hilangkan kepercayaanku." Jawabku.
"Setelah aku menciummu tadi?" Katanya lagi.
"Sebenarnya aku marah, karena first kiss-ku diambil olehmu tanpa perasaan bahkan hanya main-main." Lalu ia menatapku lamat-lamat. "Tapi, aku memilih untuk menganggapnya tidak terjadi."
"Ah begitu." Ucapnya lalu menjeda sementara. "Kau masih menganggap aku teman?"
"Aku juga bingung. Aku ingin menganggapmu seorang teman tapi teman tidak saling terbuka dan agak berjauhan sedangkan sahabat, kita tidak saling terbuka sepertinya." Kataku membuatnya tersenyum lagi. Ini aneh dan aku tak menyukai ini. Canggung rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Forever
Fanfiction1st fanfiction from necklays (16+) Keduanya telah menikah di usia muda karena janji dari kedua kakek mereka yang telah bersahabat dari kecil hingga sekarang. Tidak pernah bertemu dan sekarang akan menikah?