3.7: OUTBOUND

316 37 7
                                    



Disekolah gue selalu ada acara tahunan yaitu outbound di kelas 10, live in dikelas 11, dan retret dikelas 12. Sekarang akan gue ceritakan tentang outbound SMA. Bunda ayah adalah sosok yang selalu memegang acara ini, walaupun mereka bukan guru di sekolah gue, tapi beberapa orang menganggap mereka berdua adalah guru. Pasalnya, terkadang bunda ayah lebih galak daripada guru, dan ketika kita mengikuti ketiga acara tersebut, bunda ayah adalah orang yang paling bertanggung jawab atas segalanya.

Gue seneng banget sebenernya waktu outbound, karena isinya tentang main game doang, mungkin untuk beberapa orang game-game di outbound bisa menjadi menakutkan, tapi enggak buat gue, gue adalah orang yang haus akan tantangan. Akan gue ceritakan beberapa permainan yang ada di outbound ini.

Game spider web namanya, game yang kerjaannya ngelewatin tali-talian yang dibikin sedemikian rupa supaya sulit dilewati, dan kita harus ngelewatinnya di ketinggian 20 meter diatas permukaan tanah. Gue, Kevin, Raka, dan Bagas kebetulan satu kelompok waktu itu, kita bertiga taruhan siapa yang paling cepet ngelewatin tantangan ini.

Raka juara 1 dengan perolehan waktu 1 menit kurang dikit, gue juara 2 dengan waktu 1 menit lebih dikit, dan Bagas juara 3 dengan waktu 1 hari lebih sedikit, perutnya yang besar sempet nyangkut di tali, dan kita harus rame-rame bantuin dia supaya tidak terjebak di tali selamanya. Kevin? Kevin masih ketiduran waktu itu.

Gak cuma Bagas sebenernya yang kesulitan ngelewatin game ini, temen gue yang cewek juga banyak yang kesulitan karena takut ketinggian. Saat itu kita semua akan selalu ganti-gantian buat naik, dan yang nunggu dibawah harus menyemangati yang diatas, kalau ketauan gabut bakal kena marah sama panitia dengan berbagai alasan seperti:

"kalian kenapa gak semangatin dia? Dia kan temen kalian juga?"

"kok kalian diem doang? Dimana rasa solidaritas kalian?"

"loh kok kalian malah asik minum ketika temen kalian ada yang kesusahan diatas?"

"ini lagi malah tidur-tiduran, lah yang ini kenapa malah push-up? Mana push-upnya kayak lumba-lumba lagi"

Yang terakhir adalah Bagas yang lagi kalah taruhan.

Tapi ya mau gimana lagi, kita sebenernya udah ikut nyemangatin orang-orang yang kesulitan ngelewatin tantangan ini, biasanya sih sebagian besar dari mereka adalah cewek. Kita semua yang dibawah udah teriak pakai urat leher "WOI BISAAAAA, SEMANGATTTTT, JANGAN LIAT BAWAHHH, AWAS MATIIIII BELOM NIKAH" dan lain-lainnya. Dan biasanya juga bakal dibales sama yang diatas "GAKBISA....! TAKUTTTTTT!" yaudalah kita pasrah, akhirnya kita udah gaktahan dan malah ke kelompok lain buat liatin cewek yang cakep, karena kebetulan dikelompok gue gak ada yang cakep waktu itu.

Dipermainan berikutnya adalah permainan repelling, permainan ini terkenal banget dan gue yakin di tiap outbound pasti ada permainan ini, kerjaan kita adalah menuruni pohon dengan menggunakan tali yang di lilitkan di pinggul, terus kita turun mirip dengan gaya film action gitu, taulah ya.

Di game ini gue akhirnya menang dari Raka, gue turun kebawah dengan mulus dengan memakan waktu gak nyampe 1 menit, dan Raka walaupun mulus, tapi masih kalah mulus sama gue, pasalnya mulus gue itu mulus yang kebangetan, udah kayak kulit artis korea yang kalau ada semut jalan di kulitnya bisa kepeleset.

Raka memakan waktu sedikit lebih lama dari gue, dan Bagas lagi-lagi menyusahkan kita, dia bukannya turun tapi malah tergantung diatas pohon, mungkin dia salah nangkep initi dari permainan ini dan mengira permainan ini adalah ayun-ayunan. Alhasil kita lagi-lagi harus membantu Bagas turun. Kevin? Dia pergi entah kemana, katanya males main ginian.

Lina menjadi sisi lain dari cerita ketika gue outbound. Waktu gue tau kalau gue satu gelombang dengan Lina gue jadi berpikir kita ini jodoh, pasalnya waktu kelas 10 yang pembagian outboundnya cuma per 2 kelas, kelas gue dipasangkan dengan kelasnya Lina.

Kerjaan gue tiap hari waktu outbound cuma nyari kesempatan buat deket sama Lina, walaupun hari pertama gue udah disuruh renang di kolam susu (kolam yang isinya kotoran dari berbagai macam organisme yang hidup disekitar sana) karena dihari pertama gue kena marah waktu ketauan pakai sandal kesana, tapi gue tetep seneng. Tiap ada games yang melibatkan seorang cewe harus bersebelahan sama cowok pasti gue langsung lari ke deket Lina. Raka yang ngeliat gue cuma bisa geleng-geleng sambil ngatain gue "dasar cina cabul", tapi gue gak peduli.

Hari kedua outbound ada yang namanya game 'people to people', cara main game ini cukup sederhana kita disuruh membuat lingkaran besar dengan cowok dan cewek yang terpisahkan dikedua sisi. Saat panitia memberi aba-aba kita harus lari-larian buat dapetin pasangan lawan jenis (kalau bisa pake muka panik biar totalitas), lalu nantinya panitia akan memberikan instruksi yang harus dilakukan oleh masing-masing pasangan.

Diawal game, gue belom bener-bener ngerti sama peraturannya, alhasil pasangan pertama gue adalah kobra, alias komuk (muka) berantakan. Raka yang ngeliat gue pasangan sama kobra, hampir mati ketawa waktu itu, dia dapet cewe cantik sialnya. Belajar dari kesalahan, di game berikutnya gue langsung lari ke arah Lina, waktu ada cowok lain yang lari ke arah dia, gue tackle dari belakang, dan waktu ada cewe kobra yang lari ke arah gue, gue dorong ke arah Raka, permainan ini gak jauh dari American football gue rasa. Lina adalah touchdown gue.

Setelah menghadapi berbagai rintangan untuk berpasangan sama Lina, akhirnya tiba di rintangan terberat gue, yaitu Lina-jijik-apa-enggak-sama-gue, perlahan gue deketin dia yang lagi bingung, lalu gue colek. "lin, sama gue ya?", nungguin jawaban dari dia udah kayak nungguin temen tongkrongan yang udah bilang otw. Seakan-akan lamaaaaaaaaaaa banget. Dan akhirnya Lina menjawab "iyaudah" jawaban singkat jelas padat. Gue adalah orang yang paling berbahagia hari ini.

"yak, sekarang pegang kuping masing-masing pasangan" kata panitia.

Gue pegang kuping Lina, Lina pegang kuping gue, dan Raka megang janjinya untuk tidak mengganggu hidup gue dalam beberapa waktu ini. Tangan gue malu-malu buat nyentuh kupingnya, gue gak berani natap mata dia terlalu dalam, takut jatuh cinta lebih dalam. Tiba-tiba panitia memberikan aba-aba lagi, aba-aba untuk berlari-larian dengan muka panik dengan tujuan merubah pasangan.

Gue panik.

Masih bermimpi atas keindahan makhluk hidup ciptaan Tuhan ini, pikiran gue gak lurus. Waktu ada aba-aba, gue gaktau harus ngapain, akhirnya tanpa sadar gue pegang tangan Lina. Gue gandeng dia, dan kita cuma lari-larian sambil nunggu yang lain dapet pasangan.

Hati gue teriak kesenengan, tanpa disengaja atau sebenernya sengaja, yang penting gue berpasangan dengan Lina lagi. Sesaat setelah berhenti dari panik, gue nengok kebelakang, mau nge-cek apakah yang gue gandeng beneran Lina, kan galucu kalau ternyata yang gue gandeng itu guru BK gue, setelah gue pastikan bahwa yang gue gandeng ini beneran Lina, gue dengan sopan nanya ke dia...

"gapapa kan?" tanya gue.

"yauda gapapa, tapi apa gak kasian yang lain kita berdua mulu?" dia ngejawab dengan alis setengah dinaikin.

"bodo amat, gue gak peduli sama yang lain" setelah gue ngomong gini, gue bisa liat kalau dia cuma senyum tipis. Gue seneng lagi.

Instruksi berikutnya adalah pegang hidung masing-masing pasangan. Agak kecewa dengan instruksinya, tapi gue tetep seneng karena pasangan gue Lina. Waktu gue lagi megang hidung Lina, gue merasakan ada tatapan tajam ingin membunuh. Raka ngeliatin gue setengah kesel setengah jijik, dan setengah sedih. Giliran dia yang berpasangan sama kobra, dan disini giliran gue yang tertawa. Karma does exist.

Lagi-lagi panitia memberi aba-aba. Gue memustuskan untuk menggandeng tangan Lina lagi dan memakai cara-pura-pura panik supaya orang-orang gak ada yang curiga kalau gue main curang, dan lagi-lagi Lina cuma pasrah dengan kelakuan gue.

Instruksi berikutnya adalah pipi ketemu pipi. Gue sebenernya agak kasian sama Lina karena waktu kelas 10 gue agak jerawatan, gue takut ketika pipi gue ketemu pipi Lina, dia tiba-tiba mual lalu muntah di bahu gue. namun tampaknya Lina cukup kuat untuk menahan jijiknya, dan gue cukup kuat untuk tidak mimisan ketika gue sedekat ini dengan Lina. Ketika permainan selesai Raka kapok ngatain gue, dan gue tersenyum lebar.

Lina bagi gue adalah sebuah keindahan yang hanya akan ada di angan-angan, sebuah definisi tepat dari kata cantik, sepucuk bunga diantara semak belukar. Pokoknya cakep dah. Tapi.... Sayangnya Lina udah punya pacar. Hehehehe.

Cerita gue semasa kelas 1 SMA gue akhiri disini.

The Pisbak [SUDAH TERBIT DI GRAMEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang