5.2 ANOTHER PERSPECTIVE part 2

139 18 0
                                    

"iya bener sih... tapi kenapa daritadi kamu ngeliatin orang sambil bengong?" kata Zitha sambil menatap mata gue.

"aku bisa dengan mudah ngerti apa yang ada di pikiran orang, ketika aku diam dan memperhatikan sekeliling, seakan-akan aku punya duniaku sendiri. Banyak skema yang ada di kepala aku, dan itu adalah hal yang lucu buat aku"

"kenapa lucu?" kata dia bingung dengan masih menatap ke gue.

"karena sangat mudah menebak perasaan orang lain, tapi sangat sulit untuk mengerti perasaan sendiri" kata gue sambil nunjuk ke hati sambil bales tatapan Zitha.

"coba, tebak aku gimana orangnya!" kata Zitha, gantian dia yang natap kedepan. Terlihat senyum tipis di bibirnya.

"polos, agak pemalu kalau di tempat umum, rajin, dan nurut orang tua. Oh iya, kamu pasti tipe yang kalau lagi sedih, bakalan diem terus nangis. Gimana?" kata gue sambil tetap melihat Zitha yang sedang menatap kedepan.

"salah! Aku kalau lagi sedih bakal nyoba ngungkapin perasaan pakai lagu, di rumah aku sering berantem sama orang tua, tapi sisanya bener sih" Zitha memalingkan wajah dan menatap gue lagi lalu tersenyum.

"hmm iya. Hahahha" gue bales Zitha dengan senyum juga. Lalu menghadap keatas.

"kamu tau? Benda yang paling aku kagumin adalah cermin. Dulu aku adalah orang yang gak peduli terhadap apapun, aku gak tau bagaimana caranya berinteraksi sama orang. Waktu kecil banyak orang yang takut kalau mau temenan sama aku, suatu hari aku belajar dari cermin. Cermin memperlihatkan apa yang di lihat orang lain dari diri kita. Aku belajar senyum dan berinteraksi dengan orang dari cermin"

"kalau gitu, apa yang kamu lihat dari diri kamu sendiri?" tanya Zitha dengan menatap langit juga.

"aku gak pernah seriusan, sering sok-sok bandel. Pengen di akuin sebagai orang hebat tapi malah terlihat bodoh. Bahkan tadi Bu Wati yang paling aku percaya sampai manggil aku ke ruanganya!" Setelah gue ngomong, Zitha diem bentar lalu menarik napas yang dalem.

"walaupun aku gak sejago kamu nebak apa yang di pikiran orang, tapi yang aku tau. Kamu salah tentang satu hal" gue penasaran dan gue melihat senyum tipis di bibir Zitha yang masih menghadap ke langit waktu gue nengok ke dia.

"yang aku lihat dari kamu. Kamu itu orangnya setia ke temen, emang banyak becanda sih, tapi aku tau kamu punya maksud yang lebih dalam di setiap becandaan kamu, contohnya aja waktu kamu bilang mau ikut Marsud Idol, walaupun hancur, tapi aku ngeliat kamu berusaha. Ingat waktu kamu cerita tentang live in dan ret-ret ke aku kemarin? Menurut aku kamu keren kok, temen-temen kamu juga keren, walaupun caranya agak salah sih."

Gue masih diem sambil ngeliatin dia mengungkapkan pikirannya tentang gue.

"inget waktu kita nonton Frozen kemarin? Kamu nangis!" lanjut dia lagi.

"AH ENGGAK, KAN AKU UDAH BILANG ITU EMBUN!" mendadak gue sewot.

"Aku aja gak pernah bisa bayangin sebelumnya kalau orang se-becanda kamu bisa nangis nonton film ginian" Zitha kembali melihat ke langit dengan senyum tipis di bibirnya.

"kamu salah jika berpendapat bahwa cermin memperlihatkan apa yang orang lihat tentang kamu, cermin hanya memperlihatkan apa yang kita perlihatkan, bukan perasaan kita. Bahkan kamu sempet salah nebak tentang aku tadi." lanjut Zitha sambil tetap menatap langit.

"emang daritadi kamu lagi mikir apa sih? Kok keliatan sedih" kata Zitha yang sekarang natap gue.

"aku gaktau nih gimana cara ngomongnya." Bales gue dengan senyum maksa.

"coba liat aku!" Zitha berdiri, muter musik dari hape gue dan sempet nari-nari kecil. Disinilah gue menyadari bahwa gue mencintai segala sesuatu yang ada di dirinya, Zitha selalu punya caranya sendiri untuk membuat gue tersenyum, disengaja maupun tidak sengaja.

"you never seen this coming aren't you? That's life!" gue diem bentar sambil senyum ke Zitha. Setelah Zitha duduk disebelah gue lagi, gue menghela napas dan lanjut cerita.

"mama udah nyuruh aku masuk Universitas Swasta untuk ketiga kalinya, dan aku tolak. Aku masih mau nyoba PTN zit! Tapi mama gakmau percaya sama aku." dia diem bentar, lalu ketawa kecil sambil ngomong.

"kamu sama mama-mu emang sampe beneran berantem?" tanya Zitha, dan gue hanya membalasnya dengan satu anggukan kecil.

"menurut aku, kamu itu salah. Kamu emang bisa pakai otak kamu buat menebak apa yang ada di pikiran mereka. Tapi kamu gak pernah nyoba pake hati kamu buat mikirin apa yang mereka rasakan kan? Ini bukan lagi tentang apa yang mereka pikirkan"

"jadi aku harus ngapain? Belom pernah kepikiran dari aku untuk melihat orang lewat hati..." kata gue masih bingung.

"kamu coba dulu, ajak mama kamu ngomong secara baik-baik. Biar dia percaya sama kamu, dan untuk masalah Bu Wati, aku rasa kamu harus cari tau jawabannya sendiri"

Gue diem dan memikirkannya matang-matang apa yang Zitha sarankan. Setelah gue tersadar bahwa matahari sudah terbenam, akhirnya gue anterin Zitha pulang. Setelah anterin Zitha, gue pun pulang kerumah.

... BERSAMBUNG

The Pisbak [SUDAH TERBIT DI GRAMEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang