4.14 ZITHA part 1

188 20 0
                                    


Gucci, Louis, Fendi, Prada Them things like that don't make me want ya I'm just looking for other things like a dope conversation with another being

Setelah mengetahui kenyataan bahwa sampai kelas 2 SMA gue gak dapet pacar, gue mulai frustasi, bahkan halusinasi, gue kalau lagi ngeliat orang pacaran entah kenapa muka si cowok jadi muka gue. Sebegitu menyedihkannya gue waktu SMA. Gue down to earth banget, bahkan standar pacar gue yang awalnya kulit putih, gigi gingsul, hidung mancung, dan dada berontak. Udah gue turunin jadi siapapun-yang-cukup-bodoh-untuk-mau-sama-gue.

Gue sempat kehilangan nafsu makan, sering senyum sendiri, dan pulang telat terus. Ketika gue udah mencapai titik tersedih dari hidup gue, disitulah gue mendapatkan SMS misterius lagi. Isinya:

"Ini kak Vincent ya?"

"Iya ini siapa ya?"

"Ini Zitha kak. Hehehe,"

"ah iseng nih pasti. Aur ya? Mau bales dendam?"

"Aur itu apaan kak?"

"ini beneran Zitha?"

"iya kak, baru beli hape baru. Boleh minta pin bb nya gak?"

JEGERRRRRRR. BENERAN ZITHA TERNYATA. KEESOKAN HARINYA GUE BARU TAU DARI TEMEN GUE KALAU ZITHA UDAH LAMA PUTUS DARI PACARNYA DAN DIA SATU SMA DENGAN GUE.

Inilah awal dari lautan cinta yang tak terujung, akhir dari jurang yang mematikan, Alpha dan Omega, kamehameha.

Gue mulai ngedeketin Zitha lagi, tapi kali ini gue berjanji kepada diri gue sendiri kalau gue harus berubah, 180 derajat untuk gue. Gue mengingat-ingat apa yang telah diajarkan temen-temen gue di bab sebelumnya, gue mulai tebar pesona di sekolah, dan gue mulai menjaga image gue menjadi cowok yang lebih cool. Kali ini gue gak bakal lepasin Zitha!

Hari-hari gue di mulai dengan warna baru, BBM gue selalu bertuliskan Zitha di kontak paling atas, selama seminggu lebih gue intens bertukar kabar dengan Zitha. Akhirnya disuatu siang hari sepulang sekolah gue memberanikan diri untuk mengajak Zitha jalan, dan Zitha jawab iya waktu itu. Sore harinya gue menjemput Zitha ke rumahnya yang ternyata deket banget sama rumah gue, bahkan gue gak melewati satu lampu merah pun.

"heiii." Kata gue yang baru aja sampai ke rumahnya dengan sepeda motor.

"sori ya, udah nunggu lama?" bales Zitha yang baru keluar dari rumahnya.

"enggak kok, gue cuma hampir dimakan 3 kali sama itu" kata gue sambil nunjuk anjingnya Zitha.

"oooh si Chiko? Dia baik kok, cuma suka iseng aja"

"iseng gimana?"

"iya suka nakut-nakutin orang yang dateng. Kayaknya dia suka elo deh, ekornya gerak-gerak terus daritadi"

"haha gitu ya? Yaudah makasih deh Chiko, nanti bilangin dia zit kalau gue gak tertarik sama dia"

"hahaha apaansih gak penting ah" sambil buang muka dan tersenyum malu. (inilah hal yang paling bikin gue suka sama dia, ketika dia bilang 'gak penting ah,' percaya sama gue, dia bener-bener melakukannya dengan anggun)

"Hahaha, yauda kalau gitu cabut aja deh yuk"

"Ayukk..."

"Tapi hati-hati zit,"

"Kenapa harus hati-hati?"

"Karena setelah ini lo bisa jadi suka sama gue."

"Hahaha apaansih gak penting! geli tau gak?" gue bisa melihat pipinya memerah dengan gaya khas 'gak penting ah'nya waktu itu.

Sepuluh menit kemudian gue sampai di suatu café tempat gue belajar kopi, siang hari tadi gue emang bilang ke Zitha kalau gue mau pergi belajar kopi dan ngajak dia buat nemenin gue.

"Eh a' Vincent!" kata kang Agus, seorang barista yang mau ngajarin gue kopi.

"Kang!" bales gue.

"Itu bawa siapa? Pacar?" tanya kang Agus.

"Iya pacar!!!" bales gue dengan semangat.

"Ah apaansih?!" kata Zitha kaget.

"Emang bukan zit?" tanya gue yang juga kaget.

"Orang belom juga,"

"BELUM KANG KATANYA!!!" kata gue ke kang agus sambil tos-tosan sama dia.

"Hahaha lucu deh kalian. Yaudah duduk dulu atuh neng!"

Mungkin beberapa dari kalian ada yang bingung kenapa gue ajak Zitha di nge-date pertama ini ke tempat kopi? Jawabannya simple, kita bisa mendapatkan quality time lebih banyak di banding nonton film di bioskop. Dan kebetulan banget gue baru mulai tertarik kopi waktu itu, tapi sayangnya gue gak banyak belajar praktek disini, paling cuma teori dasar doang yang gue dapet karena gak lama setelah gue kesana kang Agus pindah kerja ke Jakarta.

Selama gue di kafe, gue belajar banyak dari kang Agus tentang teori dalam meracik kopi. Gak lupa gue juga banyak menghabiskan waktu dengan mengobrol banyak hal dengan Zitha. Setelah hampir 4 jam disana, gue pamit ke kang Agus dan berencana nganter Zitha pulang kembali.

"Sini zit. Pake helm dulu!" kata gue, dan setelah Zitha mendekat gue memakaikan helmnya ke kepala Zitha.

"Makasih..." kata Zitha kata dia kebingungan.

Setelah Zitha naik ke bangku belakang, gue pun lanjut menancapkan gas dan mengarahkan tujuan perjalanan ini ke rumah Zitha. Diawal perjalanan gue bingung banget mau ngomong apa, untungnya perjalanan balik ke rumahnya menjadi asik ketika gue kepikiran suatu ide.

"Zit, gue punya ide. Kemarin lo bilang mau belajar naik motor kan? Nah karena gue gak mau motor gue rusak, gimana kalau gue ngasih lo sensasi bawa motor sendiri?" kata gue setengah teriak karena lagi jalan naik motor.

"Gimana caranya?!" kata Zitha bales teriak.

"Sekarang lo pegang punggung gue, ketika lo dorong punggung gue kedepan, gue akan makin cepet bawa motornya. Ketika lo tarik punggung gue, akan gue pelanin motornya. Kalau mau belok, lo tinggal geser punggung gue! gimana?"

"Hahahaha asik juga! Gue coba ya!"

Walaupun perjalanan kita gak jauh, tapi gue sangat menikmati waktu tersebut. Rasanya gue bisa melakukan hal sebodoh apapun ketika gue bersama Zitha, 5 menit kemudian gue udah sampai ke rumah Zitha.

"Makasih ya zit udah nemenin gue kesana dan hampir membuat kita menabrak tukang nasi goreng, tukang sate padang, dan tukang kebab yang lagi nyari kembalian!" kata gue sambil duduk diatas motor, Zitha udah turun dari motor waktu itu.

"Hahaha iya sama-sama! Lain kali kita tabrak beneran aja kali ya biar seru!? Hahahaha" kata dia sambil beranjak masuk ke rumah.

"Zit..." Kata gue sebelum Zitha masuk.

"Iya?" bales dia sambil nengok ke gue. Terlihat Zitha muka menantikan kata-kata yang akan gue keluarkan.

"Ini anjing lo nempel di gue...."

"Eh iya, iseng lagi kan dia. Sini masuk Chiko" kata dia sambil menarik Chiko masuk. Gue sekali lagi melihat Zitha beranjak masuk ke rumah, mukanya sedikit kecewa.

"Zit...." kata gue lagi.

"Iya....?" Sekali lagi dia nengok ke belakang.

"Helm gue mau lo bawa?"

"Eh iya lupa.... maap-maap" muka Zitha terlihat merah ketika ngembaliin helm gue.

"Zit...."

"APEEEE?" bales dia sewot.

"Terimakasih untuk hari ini, dandan yang cantik. Sampai ketemu di mimpi." Bales gue dan langsung pergi dari depan rumah Zitha tanpa melihat reaksinya.

The Pisbak [SUDAH TERBIT DI GRAMEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang