5. Jadian

118 21 2
                                    

Hari ini adalah hari Senin. Pagi ini aku dengan sengaja datang terlambat, malas mengikuti upacara bendera biarpun aku anggota PMR. Dan hari ini jadwalnya aku menjaga di area yang terbilang panas.

Begitu aku sampai di depan gerbang sekolah, sudah ada pak Jailani selaku guru BK di sekolah. Sudah berdiri di depan pagar dengan beberapa anak yang entah sengaja atau emang terlambat datang kesekolah.

"Pagi pak jai," sapa ku seramah mungkin
"Pagi! Naura kenapa kamu yang anggota PMR ini malah datang terlambat!" sahut pak jailani
"Macet pak," sekali - kali nggak apa aku beralasan
"Alasan aja kamu! Cepat antar tas mu ke pinggir dan berdiri di sini, bergabung dengan yang lain." perintah pak jai sambil menunjuk ke arah tumpukan tas dan barisan anak terlambat.
"Baiklah pak,"

Aku mengikuti perintah pak jailani, dengan sedikit berlari mengantar tas ke tumpukan tas dan berlari kecil menuju barisan.
"Kalian ini baru seminggu sekolah di sini, tapi sudah berani terlambat dengan banyak alasan," kata pak jai memulai pidato.

"Kalau kalian sudah malas, mending tidak usah aja sekalian sekolah dari pada orang tua kalian rugi membayar sekolah kalian," sambung pak jai
"Jangan menyusahkan orang tua yang sudah berusaha untuk kalian, pikir ke depan jangan hanya memikirkan yang sekarang. Mereka kerja keras banting tulang, untuk menyekolahkan kalian dengan jerih payah. Bapak ini hanya perantara saja di sekolah ini, begitu juga guru - guru yang ada. Kami mengajarkan dan mengingatkan kalian agar menjadi manusia yang lebih baik."

"Berbaris yang rapi, catat nama kalian lengkap dengan kelas di buku ini. Setelah itu kalian bersihkan sampah yang ada di sekeliling sekolah. Halaman ataupun di tempat lainnya." perintah pak jai.
"Baik pak," jawab kami serempak, serta maju satu persatu menuju meja yang ada buku hitam khusus untuk anak bermasalah dan terlambat datang.

Nggak apalah sekali ini nama ku ada di buku hitam, batinku.
Sekarang giliran ku maju dan aku meraih buku beserta pulpen dan mulai menuliskan nama ku.
Naura Gabriella kelas 10 A.
Aku menghela nafas pelan ketika selesai menuliskan nama ku. Aku nggak berpikir sejauh ini, penyesalan emang datang terlambat.

---

Sekarang aku sudah berada di halaman belakang, melakukan operasi semut (memungut sampah) seperti apa yang di perintahkan pak jai tadi. Bukan hanya pak jai saja yang mengawasi anak - anak di setiap tempat ada guru BK yang lain.

Sekarang ada Ibu Mega guru mata pelajaran kimia yang menjabat juga jadi guru BK, sedang mengawasi ku beserta anak perempuan yang lain. Upacara bendera sudah selesai lima menit yang lalu saat pidato Pak jailani berkumandang.

Seprtinya aku harus mencari nisa dan ranti, ada suatu hal yang menganjal. Ingin ku tanyakan kenapa mereka meninggalkan ku berdua saja dengan arka jum'at kemarin.
Aku yang sedang melamun tanpa sadar memungut gorengan bakwan sudah basi yang ada belatungnya tanpa jijik memasukan ke dalam keranjang yang tersedia. Ibu mega yang melihat itu lantas menyudahi hukuman ku dan menyuruh ku kembali ke kelas.

"Naura, kembali ke kelas mu. Hukuman mu sudah selesai," perintah ibu mega. Aku tadi sedang melamun tersentak saat ibu mega menepuk punggung ku pelan,
"Baiklah bu, terima kasih." ucapku sesopan mungkin.

"Jangan lupa mencuci tangan mu," lanjut bu Mega lalu menunjuk tangan ku yang masih memegang bungkus es,
"Baik bu," balasku dan melangkah menuju toilet wanita yang tidak jauh dari halaman belakang.
Setelah selesai mencuci tangan dengan bersih, aku melihat sekeliling ku. Hanya aku yang selesai dari tugas operasi semut. Sedangkan anak - anak lain masih bergulat dengan sampah.

Aku mengambil tas ku yang tadi di titipkan pada satpam sekolah, menepuk - nepuk bagian yang kotor terkena debu. Memakai tasku dan beranjak pergi menuju koridor kelas 10. Tiba - tiba dari arah berlawanan terlihat ranti yang berlari dengan hebohnya di sepanjang koridor. Menghampiri ku dan berkata "anisa.. Anisa ra anisa," sambil mengatur nafas.

Dunia NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang