7. Pasar Malam

120 17 0
                                    


Aku dan arka menghabiskan waktu kami dengan berjalan - jalan di pasar malam yang ramai dengan berbagai macam lapak dagangan yang di setiap lapaknya mereka menjajakan jualannya pada setiap pengunjung yang berlalu lalang melewati lapak, arka begitu erat menggenggam tangan ku saat tanpa di sengaja atau sengaja setiap mereka lewat selalu menyenggol tubuhku yang kecil tak terkadang hilang keseimbangan yang membuat tubuh mulusku hampir menyentuh tanah.

Hampir pada setiap orang yang menabrak ku arka memberikan tatapan membunuh atau dengan kata - kata pedasnya menegur, membentak, menyindir, hingga berkata kasar aku hanya membisu di samping arka. Sifat arka seperti ini membuat ku merasa di lindungi, sama seperti saat aku berada di dekat ayah dan kak yogi bedanya itu adalah timbulnya rasa nyaman yang berbeda dari nyaman terhadap keluarga.

"WOI HATI - HATI NGGAK LIAT LU CEWEK GUE MAU JATOH!!" lagi - lagi arka berteriak pada orang yang menabrak ku di keramaian,
"@#&+&0%64;#:*+#--#3:;""+-#;;#$###@@" kata kasar arka mulai keluar ketika orang yang di tegurnya juga balas nyolot.
"Sudah ka, sudah ah jangan di ladeni" aku mulai menengahi arka yang sudah mulai tersulut emosi terlihat dari mukanya mulai memerah menahan emosi yang siap meledak.

"Nggak bisa gitu dong, dia mulai duluan nyari masalah banget" arka mulai meninggikan suara,
"Kamu mau jadi jagoan gitu, liat tuh ada banyak temannya" kataku lalu memberi isyarat dengan menggerakkan dagu ku pada segerombolan orang yang mulai mendekat kearah kami.

"Ayo, aku nggak mau ya sampai kamu babak belur sama mereka." sambungku dan menarik tangan arka menjauh dari tempat tadi, arka yang ku tarik paksa hanya diam tanpa penolakan mudah - mudahan aja arka nggak berbuat nekat.

Merasa lumayan jauh dari keramaian tadi, kini aku dan arka berhenti di depan penjual gula kapas. Kami saling berhadapan beberapa menit saling diam lalu sedetik tawa ku langsung pecah mengingat kejadian tadi sifat gelap arka mulai keluar nggak pandang bulu, arka melihat aku yang tertawa lepas langsung menaikkan sebelah alis dengan wajah binggung.

"Kenapa ketawa?" tanya arka bingung,
"Kamu sadar nggak sih, tadi kamu ada sempat marah sama sepasang nenek kakek yang nggak sengaja menyenggol ku." jawab ku yang masih berusaha mengontrol tawa ku,
"Masa?"
"Iya arka sayang,"
"Aku nggak sadar tadi, habis banyak banget yang kayaknya sengaja nabrakan diri ke kamu nau."

"Biarlah namanya juga rame gitu, pasti nggak sengaja,"
"Kan kalau nggak sengaja bisakan minta maaf ini malah ngeliatin kita sinis banget." arka mendengus kesal,
"Cukup sudah, nggak usah di bahas lagi ya sayang." kata ku menyudahi obrolan takut arka mulai terpancing lagi dan mengeluarkan sisi gelapnya.

"Apa? Ngomong apa tadi?" tanya arka dengan senyum jahilnya dan sedikit menaikan alis mata sebelah,
"Ah anu itu, aku mau... Mau.. Mmm gula kapas ya gula kapas, sepertinya enak" jawab ku sedikit gugup bercampur dengan salah tingkah,
"Ciee salah tingkah," kata arka menggoda ku dan menoel - noel pipi ku.

"Apa sih ka," hanya kata itu yang bisa keluar sesaat aku mulai merasakan pipi ku yang memanas,
"Idih merona dia," arka makin gencar menggoda ku sambil tertawa lepas saat mendapat pukulan kecil dari ku yang menandakan kalau aku malu di godain terang - terangan darinya.

Melihat perubahan ekspresi ku, arka mulai menghentikan aksi tertawanya pada ku.
"Yaudah sini aku belikan gula kapasnya," kata arka lalu menarik dan menggenggam erat tangan ku. Kami pun berjalan mendekati abang penjual gula kapas yang emang tidak terlalu jauh dari posisi tempat kami berdiri.

"Kamu mau yang mana nau?" tanya arka lagi lalu memilih gula kapas yang sudah terbungkus. Disini gula kapasnya tidak hanya gula kapas yang berwarna pink seperti kebanyakan yang di jual, ini cukup kreatif berbagai bentuk dan banyak warnanya yang membuatnya berbeda dari gula kapas lainnya.

"Aku mau yang itu aja ka," tunjuk ku pada gula kapas yang berbentuk gunung agak besar dengan warna biru di bagian atas, ungu di tengah dan putih di bawah, cukup menggoda selera ku saat pertama kali kami sampai dan aku tertarik.

"Kenapa nggak yang ini aja," tunjuk arka pada gula kapas berbentuk boneka berwarna merah menyala, seperti warna darah menjijikkan.
"Nggak ka aku mau yang itu aja" kekeh ku pada pilihan pertama ku.
"Iya deh, nih ambil." kata arka mengalah lalu mengeluarkan dompet dari kantong celananya dan membayarnya pada abang penjual. Lebih baik yang ini ketimbang yang tadi lucu sih bentuknya tapi warnanya yang nggak banget.

"Padahal unyu yang tadi nau," saat kami mulai menjauh dari penjual gula kapas.
"Iya unyu tapi warnanya yang nggak banget, mending ini simpel tapi menarik."
"Hahaha iyaiya suka - suka kamu aja lah" arka lalu mengacak lembut puncak kepala ku.
"Lah jangan begitu ka, berantakan jadinya" kata ku yang sibuk membenarkan rambut ku.

"Eh sini deh, aku foto kamu nau" kata arka sambil mengarahkan kamera Iphone miliknya pada ku,
"Sanaan kamu pegang gula kapasnya, nanti ngeliat kebelakang kalau aku panggil. Jangan lupa senyum juga ya." lanjut arka lagi,

Aku pun mengikuti intruksi dari arka dengan baik, kalau mood arka seperti ini pasti hasilnya luar biasa. Soalnya aku pernah nggak sengaja ngeliat hasil foto arka di galeri Iphone beberapa hari yang lalu, yang sengaja curi - curi waktu buat ketemu sama arka.

Dari situ aku tau kalau semua yang di foto oleh arka bagus, mulai dari sederhana bisa jadi kesan berkelas. Nggak ngerti arka pakai aplikasi atau cara apa yang jelas semua karya arka sangat menarik, hanya saja arka nggak pernah mau di suruh buka galeri foto dengan alasan nggak percaya diri kalau karyanya bisa di terima sama masyarakat. Arka sangat pesimis dan kurang percaya diri.

"Mana aku mau liat ka," kata ku dan aku mendekat kearahnya,
"Nih liat aja, sambil jalan tapinya" sahut arka yang mulai berjalan lagi diikuti oleh ku,
"Aaaaaaaaa. Bagus banget ka, yaaaampun!!" teriakku histeris melihat hasil jepretan arka.
"Sstttt!! Suara mu sayang, semua orang pada ngeliatin kita," bisik arka di dekat telingaku dan memposisikan jari telunjuk di bibirnya.

"Hehe maaf sayang, habisnya mmhhpttt.." belum sempat selesai aku ngomong tangan arka langsung membekap mulut ku dan menarik ku berjalan agak cepat melewati kerumunan orang yang berlalu lalang di sini.
"Kita pulang aja sudah malam, nanti mama kamu nyariin" kata arka.

"Iya udah kita pulang" balasku sedikit mendengus kecewa, gimana nggak kecewa belum semua permainan ku naiki sudah di ajak pulang aja.
"Kamu kenapa kok kayak gitu mukanya," tanya arka yang peka setelah melihat ekspresi ku,
"Nggak apa - apa, yuk pulang." jswabku mengalihkan pembicaraan.

"Jangan gitu, dibalik nggak apa - apanya cewek itu ada apa - apanya loh." sahut arka
"Beneran nggak apa - apa kok" bohong jelas aku saat ini bohong, aku nggak mau menunjukkan rasa kecewa ku. Aku memang munafik.
"Baiklah kita pulang sekarang," arka melajukan mobil dengan kecepatan sedang sambil sesekali melirik kearah ku.

Selama perjalanan pulang aku memilih untuk diam dan memperhatikan gedung - gedung di pinggir jalan. Beberapa kali arka mengajak ku ngobrol yang hanya ku jawab dengan gumaman pelan, aku ngerasa aku mulai aneh malam ini seperti ingin datang bulan. Mudah tersinggung, ngambek, marah, kecewa dan maupun yang lain.


























Masih adakah yang menunggu cerita ini? Kalau masih ada di vote atau comment ya!!
Ceritanya agak pendek soalnya nggak ada yg vote. Jadi malas ngelanjutin ceritanya 😢😢

Salam
Yessi febriana
Penulis amatir

Dunia NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang