17. Day 8

39 9 0
                                    

Happy reading 😊

Arka membawa ku ke salah satu tempat yang tidak jauh dari perumahannya, katanya sih pengen di temani oleh ku saat dia sedang main futsal sama anak kompleks perumahannya. Kali pertamanya nih arka ngajakin aku, biasanya dia hanya pamit di chat tidak seperti sore ini.

Di sinilah aku duduk di pinggir lapangan sambil memegang botol minuman dan handuk kecil bertengger di pundakku. Hanya ada aku saja yang perempuan di sini, sisanya kaum pria teman sekumpulan arka. Risih emang pertama tadi datang di godain dan jadi bahan candaan mereka, tapi nggak lebih dari itu ya lah arka kan ganas orangnya. wkwkwkwk kidding ka.

Saat sedang asyiknya memperhatikan arka menggiring bola menuju gawang, tanpa ku sadari sudah ada seorang pria yang mungkin seumuran bang yogi. Duduk di sampingku, dia menggunakam hoodie berwarna abu - abu dan topi berwarna hitam serta masker yang menutupi hidung dan mulutnya.

"Sendiri atau nunggu orang?" pertanyaan macam apa ini, ketara banget kalau sedang basa basi.
"Nungguin arka, ada apa?" aku tidak terlalu suka pada orang yang suka basa basi, menurutku buang - buang waktu.
"Nggak suka basa basi ya,"
"Iya," jawab ku acuh.

"Lu mirip banget sama orang yang gue sayang," perkataanya mampu menarik seluruh perhatian ku.
"Maksudnya?" kata - katanya begitu ambigu untuk di mengerti.
"Mama gue, lu mirip mama gue yang sedang sakit." raut wajahnya mengisyaratkan kesedihan walau hanya setengah saja tapi sorot mata yang meredup itu mengartikan kesedihan.

"Lu hidup dengan bahagia ya, semoga pengorbanan papa nggak sia - sia." setelah mengatakan itu pria tadi lalu bangkit berdiri dan meninggalkan ku yang mematung. Perasaan sesak itu kembali menghantam ku kali ini lebih keras dan sakit, tak terasa air mata ku jatuh dengan sendirinya. Aku memberanikan diri kembali menatap punggungnya yang kian menjauh, entah mengapa aku merasa sangat dekat dan mengenalnya.

Aku kembali menunduk menyembunyikan muka ku dengan gaya duduk ku yang melipat kedua kaki ku, menunduk dan menangis dalam diam. Entah berapa lama aku berada pada posisi ku ini, hingga suara dan tepukan pada pundakku membuat ku menatap siapa yang berada di depan ku.

"Kamu kenapa nau? Ada yang gangguin kamu?" suara arka yang panik melihat ku yang menangis.
"Siapa yang buat kamu nangis, jawab nau?" arka merangkup kedua pipi ku dan menghapus air mata ku dengan kedua ibu jarinya.
"Ayo pulang!" seru arka sambil menggenggam tangan ku dan memberi intruksi agar aku berdiri.

Selama di perjalanan mengantar ku pulang, aku hanya berdiam diri menatap jendela mobil. Bukan menikmati pemandangan sore tapi sibuk memikirkan maksud dari kata terakhir pria tadi. Arka seolah mengerti dan memberi ku waktu dengan sibuk fokus pada kemudi, dia sama sepertiku tidak berbicara. Aku tidak mengerti juga ada apa dengan diri ku ini, mengapa aku begitu perasa sama seperti ketika aku membaca surat dari kotak misterius itu.

Mobil arka menepi di depan rumah ku, kami hanya saling berdiam diri dengan pikiran masing - masing.
"Mau masuk ka?" akhirnya aku bertanya padanya.
"Kamu masuk aja nau, maaf untuk hari ini." tangan arka terulur mengusap lembut kepala ku.

"Justru aku yang minta maaf, aku nggak tau kenapa aku tiba - tiba begitu." bohong sedikit nggak apakan? Aku nggak mau arka mencari - cari pria tadi.
"Cerita sama aku nau," tangan arka sudah turun berganti dengan menggenggam tangan ku.
"Cerita apa ka? Tadi aku hanya.. hanya iri pada anak kecil yang di peluk manja sama ayahnya." semoga alasan ini masuk akal, tolong jangan curiga ka.

"Baiklah! Kalau hanya itu kenapa kamu nangis?" arka terus mendesak ku.
"Iya itu ka aku rindu ayah, sudah 3 hari ini ayah ada dinas keluar kota. Di rumah tau aja kan bunda ikut ayah dan bang yogi suka keluyuran, aku ngggak suka sendiri."
"Aku tidur aja di sini nau, nanti aku telpon bunda."

Dunia NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang