Hari ini aku berangkat sendiri ke sekolah menggunakan motor kesayangan ku, akhirnya bisa di pakai lagi setelah mendekam di garasi. Arka sempat memarahi ku karena tahu kalau aku akan berangkat sendiri menggunakan motor ku, kami bertemu di parkiran sekolah.Dari sini aku bisa melihat wajah arka yang terlihat sangar menatap ku, mungkin karena ini pertama kalinya aku menolak ajakannya. Yang biasanya dia yang antar jemput seperti sopir pribadi, itu yang membuatku merasa tidak nyaman dan berpikir sebenarnya arka ini pacar atau sopir ku. Meskipun arka tidak merasa keberatan tapi perkataan bunda semalam memang ada benarnya, jangan memanfaatkan kebaikan arka.
Menghela nafas berat dan berjalan pelan ke arah arka, aku tau dia marah dan kecewa pada ku tapi aku tidak ingin orang di sekitaran arka menganggap ku licik dengan menanfaatkan kebaikan arka. Aku nggak mengerti cara pacaran yang baik itu seperti apa karna ini memang yang pertama kalinya aku menyukai orang dengan tulus dan terasa sangat nyaman.
"Hai," sapa ku pada arka.
"Hmm." arka membalas dengan bergumam,
"Aku duluan ya ke kelas," pamitku sedikit kecewa arka tidak melihat kearah ku, segitu ngambeknya kah arka pada ku.
"Tunggu, kita barengan." suara arka menghentikan langkah ku membuat ku sedikit menoleh kearahnya.
"Jangan menatap ku begitu, aku sedang protes padamu," sambung arka
Membuat ku tersenyum kearahnya dan mulai berjalan lagi menyusuri koridor sekolah yang sudah seperti koridor rumah sakit."Jangan tersenyum,"
"Kenapa?" tanya ku sedikit heran,
"Kalau kamu tersenyum pada ku terus, aku tidak bisa melanjutkan aksi marahku pada mu nau" jawab arka yang menurutku terlihat polos
"Oh jadi kamu marah sama aku?"
"Iya tadi aku marah sama kamu,"
"Terus sekarang masih marah?"
"Sudah enggak,"
"Kenapa?"
"Karena kamu tersenyum,""Kenapa kalau aku tersenyum,"
"Senyummu manis nau, jadi aku nggak sanggup lama - lama marah sama kamu,"
"Oh gitu," ucapku lalu memasang senyuman termanis ku.
"Kamu menggoda ku nau," kata arka dan membalas senyum.---
TTTEEEEEEETTTTT.
Bel masuk mulai menggema di seluruh sudut ruang sekolah, membuat mereka para siswa dan siswi yang sedang nongkrong dikantin atau di parkiran sekolah bergegas memasuki ruang kelas masing mereka."Ra kita main kerumah lu yak pulang sekolah" kata anisa yang duduk di samping ku.
"Gue sama ranti udah sepakat tadi, ya nggak ran" sambungnya.
"Iya ra, gue lagi nggak ada kerjaan nih di rumah." jawab ranti sambil nyengir kuda.
"Apaan bilang aja lu pada mau ketemu abang gue, ya kan! Nggak usah bohong deh gue tau gelagat lu pada." tuding ku sambil menunjuk mereka berdua bergantian."Ehehe ketahuan yak, tapi sebenarnya nggak cuma itu aja sih" jawab ranti sambil terus memamerkan gigi ginsulnya.
"Ini gue baru beli drama korea jadi kurang pas kalo cuma berdua aja, tau kan ranti orangnya." lanjut anisa.
"Lah kok gue, yang punya ide kan lu nis." ranti terlihat kurang setuju sama perkataan anisa seolah hanya ranti yang ingin ke rumah ku."Tapikan kita sudah sepakat," balas anisa nggak mau kalah.
"Lu ya!! Kita emang sepakat dan yang mau ini bukan cuma gue aja!!" ucap ranti dengan suara meninggi menahan emosi.
"Emang elu kan yang ngomong duluan mau modusin bang yogi." anis tetap nggak mau ngalah."SUDAH!! LU BEDUA DATANG AJA!! DAN DIEM LU BEDUA ATAU GUE GOROK!!" aku berteriak tapi tidak sepenuhnya teriakan ku sengaja kutahan agar tidak terjadi perkelahian di antara dua manusia bobrok ini.
"Baik ibu ku sayang," jawab mereka serempak lalu nyengir kuda dengan kompak seolah tidak pernah ada pertengkaran antara mereka, huh dasar anak alay."Anak - anak lusa sekolah akan mengadakan Pensi dalam rangka Ulang Tahun sekolah tercinta kita ini yang ke 17 tahun, maka dari itu sekolah membuka Pensi kesenian dan bazar bagi setiap kelas. Ibu harap kita dapat bekerja sama menampilkan yang terbaik saat acara nanti, ada yang ingin bertanya?" suara bunda tami selaku wali kelas menggema dalam ruang kelas,mengalihkan perhatian anak - anak lain dari tadi ribut menjadi sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Naura
Fiksi RemajaKepedihan tentang kehidupan ku semakin menjalar merasuki pikiran ku saat ini, aku tak bisa lagi berpikir jernih. Ini begitu menyakitkan saat aku mengetahui orang tua yang selama ini merawat ku ternyata bukanlah orang tua kandung ku. "Nau kamu mau ke...