Bab 12

723 64 5
                                    

"Ayah sama Bunda pergi dulu, ya. Ingat, kalian jangan bikin susah kakak kalian. Dia lagi sakit. Mengerti?" Ujar Ayah pada Kelvin dan Kellan. Adik kembarku mengangguk dan langsung menyalimi dan memeluk kedua orang tua kami.

Ayah menghampiriku, ia menangkup kedua pipiku di tangannya. "Hati-hati dirumah. Makan yang teratur dan minum obat dan vitamin kamu. Biar cepat sembuh. Satu lagi, jangan banyak pikiran. Oke?" ujar Ayah. Aku tersenyum dan mengangguk.

Ayah mengecup keningku lama dan mengusap kepalaku dengan lembut. Segera kusalimi ayah dan kupeluk dia. Lalu, Bunda mendekat dan langsung memelukku.

"Hati-hati di rumah ya, Nak. Jaga adik-adik kamu," pesan bunda. Aku mengangguk dan mencium punggung tangan bunda.

"Oh iya! Kalian mau oleh-oleh apa?" Tanya ayah. Kulihat adikku tersenyum ceria saat mendengar ucapan ayah.

"Gak usah, Yah. Ayah sama bunda pulang dengan selamat aja udah cukup, kok," ujarku terlebih dahulu saat kedua adikku hendak membalas pertanyaan ayah.

Ayah tersenyum hangat dan segera pamit pada kami. Ayah dan bunda masuk ke dalam mobil dan langsung melaju menuju bandara.

Aku hendak berbalik dan kembali ke kamar untuk istirahat, tapi kedua adikku tiba-tiba saja menghalangi jalanku.

"Ada apa?" tanyaku dingin. Aku tau kalau mereka sedikit takut jika aku bicara dengan nada itu. Dan benar saja, keduanya terlihat gugup dan menggaruk tengkuk lehernya bersamaan.

"Eumm... Eungg... Kenapa tadi kakak bilang kita gak butuh oleh-oleh?" ujar Kelvin dengan berani. Aku tau dia masih sedikit ketakutan tapi ia sembunyikan dengan gaya sok mengintimidasi dan tangannya berkacak di pinggangnya.

Aku bersidekap. "Kenapa? Emang kita gak mau apa-apa 'kan?" ujarku lagi dengan dingin.

"Ka-Kakak tu y-yang gak m-mau apa-apa. K-kami kan m-mau oleh-oleh!" gerutu Kellan. Aku tersenyum dalam hati saat ia juga mulai berani padaku.

"Hhh... Kalian ini! Pikirannya hadiaahhh aja mulu!" gerutuku. Langsung saja aku menerobos badan kedua adikku yang tinggi itu dan segera menaiki tangga.

"DARIPADA KAKAK? PIKIRANNYA KAK ANKAAA... AJA MULU!!!"

Aku menghentikan langkahku saat mendengar suara Kelvin yang menggema di seantero rumah.

"Oh... Kak Anka... Aku mencintaimu...," ujar Kelvin sambil memegang tangan Kellan.

Oh aku tau! Mereka sedang mengejekku. Tapi kenapa mereka mengejekku seperti itu?

"Ohhh... Clara... Tapi, kau sudah punya Peter...," balas Kellan dengan lancar. Kebiasaan! Jika mengejekku saja gagapnya hilang!

"Ahhh... Aku juga tidak tau... Aku mencintainya... Tapi aku juga mencintaimu, Kak Anka...," balas Kelvin lagi.

Apa yang mereka bicarakan? Dan apa yang kusaksikan ini? Mereka seperti pemain sinetron alay yang sering kulihat di youtube.

Langsung saja aku melepas sendal rumahku yang berbulu dan melemparnya ke kedua adikku. Mereka hanya terbahak-bahak menerima sandal melayangku dan aku segera masuk ke kamar.

Sambil berbaring di ranjang. Aku memikirkan ucapan kedua adikku. Kenapa mereka berbicara seperti itu? Perasaan aku gak pernah curhat apa-apa. Ahhh... Mikirin itu membuat aku pusing. Kepalaku juga terasa berat. Kuputuskan untuk tidur agar rasa sakit di kepalaku hilang.

❄❄❄

Aku mengerjap-ngerjap mataku saat cahaya perlahan-lahan mulai terlihat. Kepalaku masih terasa berat.

"Arghh...," rintihku sambil memegang kepalaku. Aku meraba-raba keningku yang terasa basah dan dingin. Dan tanganku merasakan sebuah handuk disana. Kuangkat handuk itu dan meletakkannya di atas nakas.

Aku hendak bangkit, tapi badanku terasa pegal-pegal. Ahh... Kenapa demamnya makin parah, sih? Gak biasanya seperti ini.

Aku bangun dari posisi tidurku dan berjalan keluar. Tenggorokanku terasa kering, maka kuputuskan untuk ke dapur mengambil air minum.

Tanganku memegang dinding sebagai penopang badanku. Aku melangkah dengan tertatih. Saat aku melewati kamar kedua adikku, mereka tidak disana. Dan juga, aku menemukan sebuah note tertempel di pintu kamar kedua adikku.

Kami pergi latihan teater dulu.

Sorry, tadi kami buka dompet kakak. Kartu yang warnanya hitam, mohon maaf kami pegang dulu.

Untuk jaga-jaga

Selama waktu yang tidak ditentukan.

Salam, Duo ganteng

Ini tulisan Kelvin. Aku tersenyum masam membacanya dan melanjutkan langkahku menuju dapur. Dan aku sudah sampai di ujung tangga.

Aku rasa berjalan kebawah untuk saat ini jauh lebih susah dari yang sebelumnya. Aku merasa penglihatanku berputar-putar saat melihat satu per satu anak tangga yang jumlahnya banyak itu. Kepala juga semakin berdenyut kala kurasakan kakiku bergetar. Positif. Aku rasa aku gak bakal sanggup untuk ke lantai bawah.

Jadi aku harus gimana? Aku sangat haus.

"Buuu...," jeritku. Berusaha memanggil Bu Inah yang mungkin sudah datang. Eum... Sebenarnya aku tidak menjerit, aku berusaha menjerit. Mungkin sakin keringnya tenggorokanku, suara yang keluar hanya serak-serak dan pelan.

"Buuu Inahhh..." serakku lagi. Oke, ini gak ada gunanya.

Aku meraih pegangan tangga dan berjalan pelan melewati satu per satu anak tangga. Aku berusaha untuk menyingkirkan sakit kepala yang tiba-tiba saja datang. Dan aku berhasil. Aku berhasil tiba di dasar tangga.

Dengan senyuman puas, aku menuju dapur dan segera mencari apa yang kuinginkan. Kuletakkan gelas kaca yang sudah tandas isinya ke bak cuci piring. Emang kalau ke dapur itu bawaannya jadi lapar. Begitupun denganku. Aku berjalan ke arah kulkas, mungkin ada pasta atau sepotong atau dua potong pizza yang biasanya selalu disisahkan kedua adikku untukku.

Lagi-lagi aku hanya menemukan note yang ada di pintu kulkas.

Isi kulkasnya kosong, nduk. Ibu pergi ke pasar sama supermarket sebentar, ya. Beli kebutuhan dapur. Pelayan kamu yang lain tadi izin sama ibu untuk pergi ke gereja katanya.

Kalau kamu lapar sekali, kamu bangunin Anka aja. Dia tidur di kamar tamu.

Bu Inah.

Yang benar saja, apa aku hanya berduaan saja dengan Kak Anka dirumah ini? Ya Tuhan... Tapi aku juga sangat lapar.

Ahh!!! Bodo amat! Yang penting aku kenyang!

Langsung saja aku berjalan ke kamar tamu yang untungnya ada di lantai satu juga. Kalau ada di lantai dua? Udahlah, aku gak tau harus ngapain lagi. Aku rasa aku lebih baik kelaparan daripada naik tangga lagi. Heran, kenapa ayah mau bikin rumah yang punya anak tangganya banyak banget.

Aku mengetuk pintu kamar tamu. Saat kuketuk, pintunya terbuka sendiri. Mungkin tadi tutupnya gak rapat. Langsung saja aku masuk ke kamar itu dan menemukan Kak Anka yang terkapar di kasur dan diiringi suara aneh keluar dari mulutnya. Ya ampun... Dia ngorok! Aku pikir cowok ganteng kayak Kak Anka gak ngorok? Wkwkwk... Ah, mungkin Kak Anka lagi capek. Biasanya kalau orang kecapekan, tidurnya bakal ngorok.

Kalau gini, sih, aku mana tega bangunin Kak Anka.

Mataku menelusuri wajah gantengnya saat tidur. Meski dia tengah mengorok, wajahnya tetap ganteng, kok.

Badanku jatuh di sisi ranjang Kak Anka yang kosong. Tiba-tiba saja kakiku terasa lemas dan kepalaku berdenyut tak karuan. Sampai akhirnya, mataku seperti mengantuk dan aku menyusul Kak Anka ke dalam Planet Mimpinya.

Tapi sebelum kesadarankubenar-benar hilang. Kurasakan ranjangnya bergerak, dan juga sebuah benda beratmenimpa tubuhku yang tidur telengkup.

====

Tbc.

jangan lupa vote dan commentnya

Baca ceritaku yang lain kuy^^

ConfusedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang