Pagi ini aku terbangun tidak semangat, mengingat Kak Anka yang semalam sudah pulang ke kampungnya. Meski hanya sementara karena liburan, tapi tetap saja, mengingat perkataannya yang mengatakan kalau kemungkinan dia akan sekalian menikah membuat perasaanku rasanya gelisah sekali.
Baiklah, kuakui aku sepertinya memang menyukai Kak Anka. Entah sejak kapan. Mungkinkah sudah sejak lama? Namun, karena amsalah seseorang bernama Peter membuatku jadi tidak bisa berpikir. Belum lagi aku dan Kak Anka tidak pernah berkomunikasi saat ia di Jerman dulu.
Aku mengambil ponselku, ingin mengirim pesan padanya, mengungkapkan perasaanku. Tapi, rasanya malu dan enggan sekali jika aku yang duluan mengungkapkan perasaanku padanya. Aku menggeleng dan bangkit dari ranjangku untuk bersiap-siap pergi ke kantor. Hari ini adalah hari penting! Aku dan ayah akan membuka kedok Peter.
Semalam juga, keluarga Black dari Belanda datang. Jadi, mereka akan datang ke kantor ayah hari ini dengan alibi kami karena urusan pekerjaan. Aku pun sudah menghubungi Peter untuk datang ke kantor ayah dengan alibi membicarakan urusan pernikahan kami. Untung saja dia tidak menaruh curiga dan menuruti permintaan ayahku.
❄❄❄
Kini aku dan Peter sudah sama-sama di ruangan ayah. Aku mengkode ayah dengan tatapan mataku untuk menyerahkan salinan informasi yang Kak Anka berikan padaku tempo hari, tentang latar belakang tunanganku itu.
"Ayah sudah mendapatkan jasa Wedding Organizernya? Padahal aku baru saja akan meminta jasa perusahaannya Peter, loh." Ucapnya tersenyum manis. Cih.... Tak tahu malu dia memanggil ayah dengan sebutan itu! Geram sekali aku rasanya.
"Iya... Anka mungkin akan sibuk dan pernikahan kalian tidak jadi berbarengan. Anka sedang pulang ke kampungnya. Ini... ayah punya beberapa inspirasi untuk pernikahan kalian, jasa mereka merekomendasikannya pada ayah." Ayah menyerahkan amplop itu kepada Peter.
Peter terlihat antusia sembari membuka amplopnya. Aku tersenyum sinis di belakang ayah. Aku menyentuh pundak ayah. Air muka Peter terlihat berubah menjadi pucat. Keningnya berkerut dalam.
"I-ini a-apa??" Tanyanya gugup.
"Kami sudah tahu sendiri isinya, untuk apa kamu bertanya lagi, hm?" Ujarku mengejeknya.
Aku mengeluarkan alat perekam suara dari tasku. Kemudian meletakkanya di hadapan Peter setelah memutar rekaman suara itu. Peter duduk dengan gelisah saat mendengar obrolannya dengan istrinya yang tertangkap oleh rekaman yang dimiliki oleh orang suruhan Reinhart.
Rekaman berhenti, Peter tampak menunduk dengan tangan yang terkepal. Ayah memajukan tubuhnya dengan tangan yang berpangku di dagu. "Jadi... kamu mendekati putri saya karena hartanya?" Ucap ayah yang terdengar santai.
"Itu..." Aku tersenyum saat dia tak mampu berkata-kata. Dia bahkan tak punya alasan untuk mengelaknya. Jelas itu suaranya. Latar belakangnya, foto pernikahannya dengan istrinya dan foto keluarga kecilnya bersama dengan anak-anaknya.
Ceklek...
Pintu terbuka, sekretaris ayah muncul dari sana. "Tuan Black sudah disini." Ucapnya. Kulihat Peter semakin menegang mendengar kabar yang baru saja disampainkan oleh sekretaris ayah.
Tak lama, munculah seorang pria paruh baya dengan rambut hitam legamnya yang tampak baru disemirnya. Berbeda sekali dengan terakhir kulihat, rambutnya di warnai oleh uban-uban. Tuan Black, diikuti sekretarisnya mendekati meja kerja ayah dan tersenyum penuh hormat dan bahagia karena ayah akhirnya memanggilnya untuk membahas lebih lanjut tentang kerja sama perusahaan kami.
"Saya senang sekali mendengar kabar kalau Pak Joan akhirnya mengundang saya kemari untuk membahas masalah pekerjaan kita." Ujarnya berdiri tepat di belakang Peter. Ayahku itu tersenyum miring mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Confused
RomanceBingung? Itu lah yang dirasakan seorang gadis cantik ini, Clara. Dua orang pria datang untuk melamarnya. Pria pertama bernama Peter. Tidak sulit untuknya menerima lamaran Peter, sebenarnya. Mengingat mereka telah menjalin hubungan selama 5 tahun. ...