Bab 1

3.5K 196 3
                                    

Aku membantu Ceci mengemas pakaiannya, dan memasukkannya ke dalam koper besar miliknya. Koper pink, dengan sticker kelinci dimana-mana. Aku tidak tau, kenapa Ceci sangat suka dengan kelinci. Apa karena kami memelihara kelinci?

"Ci," panggilku. Ia menoleh padaku saat sedang memasuki sepatu-sepatunya ke dalam kotak, "Apa kamu mau bawa Ms. Bunny?" Tanyaku dengan menyebut nama Kelinci kami.

Dia kembali memasukkan sepatu-sepatunya, "Tidak tau." Katanya dengan sedih. Aku duduk di kasur tinggiku, bersila sambil menopang dagu.

Dia berdiri, "atau, MS. Bunny akan ku tinggal, dan Mr. Colombus akan ku bawa! Gimana?" Aku melotot padanya, dia akan membawa kucingku? Yang benar saja!

"Nonono... gak boleh. Mistel Colombus gak akan pelgi tanpaku!" Tegasku. Clara berjalan ke arahku, duduk di sampingku.

"Tapi, Clara, kalau kamu punya kelinciku. Pasti, kamu akan ingat aku. Jadi kalau kamu kangen aku, kamu bisa peluk kelinci. Begitupun aku." Katanya.

Aku memeluknya, sungguh, kami selalu bersama-sama. Semenjak di dalam rahim ibu kami. Dan sekarang? Kami akan berpisah? Well, meskipun ibu bilang, Ceci akan pulang kalau libur. Tapi tetap saja, dipisahkan dengan kembaranmu, itu rasanya, ntahlah.

Ceci mengakhiri mengemasnya. Koper dan beberapa kotak diletakkan di sudut kamar kami. Ceci dan Kak Anka, Dan Kak Thomas akan berangkat besok, penerbangan pukul 9 pagi. Jadi, jam 8 sudah harus boarding pass. Ayah juga ikut, menemani Ceci sampai Ceci sudah sampai di tangan Eyang. Lalu, Ayah langsung mengambil penerbangan selanjutnya ke Jerman untuk menyekolahkan

Kak Anka disana. Kak Anka sudah seperti anggota keluarga kami. Atas permintaan Bunda, Kak Anka di masukkan ke sekolah terbaik di Jerman. Bahkan Bi Inah, sampai menangis saat Bunda meminta izin untuk menyekolahkan Kak Anka. Bukan menangis sedih, tapi bahagia. Bi Inah pasti tidak menyangka kalau putranya akan memiliki pendidikan yang bagus nantinya.

❄❄❄

Kami sudah di bandara. Mereka sudah harus masuk. Aku memeluk Ceci, kami menangis.

"Baik-baik ya, disana. Jangan jajan sembalangan. Nanti sakit. Nanti kasihan eyang kalau kamu sakit, kamu kan, hiks... kalau sakit suka malah-malah." Kataku sambil mengelap ingusku dengan tissu.

"Iya, Clara jaga kesehatan Clara juga. Jaga Bunda, jaga Ayah jaga dek Kellan sama Kelvin."

Oke. Kami seperti, Ayah dan Bunda yang akan berpisah kalau Ayah ada tugas di luar negeri.

Aku memeluk Kak Anka, sahabat kelahiku.

"Clara bakalan kangen sama Kakak." Kataku sambil memeluknya.

"Kakak juga, jaga diri baik-baik. Maaf kakak gak bisa ngeladenin omelan kamu lagi." Katanya dengan mengusap punggungku.

Mereka hilang di balik pintu kaca, aku menunduk sedih. Menggendong kelinci Ceci, dan menggandeng tangan kiri Bunda.

Kami pulang kerumah, terasa begitu sepi. No friend, No sister, No Kak Anka. Mungkin setelah ini, aku akan bermain dengan adik-adikku yang masih 1 bulan. Mengajaknya ngobrol, atau menjahilinya? Entahlah.

Aku berguling-guling di kasurku sambil memeluk kelinci Ceci.
"Aku kangen kamu Ceci".

"Aku kangen kamu Kak Anka."

❄❄❄

Ceci tidak mengabariku sebulan. Begitupun yang lainnya, tidak ada satupun yang mengirimi surat. Begitupun aku. Meski masih Tk aku supersibuk. Belum lagi, Ayah selalu mengajakku kalau ia akan bertemu dengan koleganya kalau Bunda tidak bisa ikut karena harus menjaga Kellan dan Kelvin yang rewel jika di tinggal.

Lambat laun, setelah umur ku 13 tahun. Aku mulai melupakan mereka. Mereka tidak pulang saat liburan. Aku mulai mengerti dengan Dunia Kerja yang dimiliki Ayah, dari usia Dini.

"Yah?"

"Ya, sayang?" Kata Ayahku yang sedang mengetik sesuatu di laptopnya. Saat ini aku ada di kantornya, masih mengenakan seragam Smp-ku.

Aku membaca sebuah papper di atas meja kerja ayah. "Ini punya sekretaris Ayah, ya?" Kataku.

Ayah mengangguk, ia masih tak bergeming menatap layar Laptopnya. "Emangnya kenapa?"

"Ada yang salah-" kataku. Dan Ayah menatapku, menghentikan pekerjaannya, "-seharusnya ini bahan rapat Ayah bersama Trio Jaya grup tentang pembangunan hotel baru kita. Pengaturan untuk desain di hotel. Tapi disini tidak, disini tertulis kalau kita akan menanam saham disana? Kan aneh." Kataku.

Ayah mengerutkan keningnya, lalu membaca kembali makalah itu. "Pintar, dia masih sekretaris baru. Belum ada yang bisa bekerja dengan baik seperti bundamu. Dan kamu. Kamu sudah mengerti dengan dunia bisnis sepertinya." Kata Ayahku.

Dan aku tersenyum. "Bagaimana mana begini? Kau harus rajin belajar. Saat Ayah pensiun. Ayah akan menyerahkan perusahaan ini padamu," mataku berbinar menatapnya, "-seluruh kantor cabang dan hotel-hotel kita."

"Serius yah?" Kataku. Ayahku mengangguk.

=====
Tbc.

Jangan lupa vote dan commentnya.

ConfusedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang