Catatan Pria 8

53.1K 522 12
                                    

Vote!!!
Vote!!😂😂

Banyak tanya yang berkecamuk dalam benakku. Segera aku ambil kunci serep yang tersimpan di mobil, sesaat kemudian kuurungkan niatku untuk masuk. Namun rasa penasaranku kembali menyeruak. Ragu, antara masuk dan tidak. Akhirnya kubuka gembok dan membuka pintu pagar dengan hati-hati supaya tidak berdecit, berisik.

Memasuki teras rumah, masih terlihat sepi. Tidak ada tanda-tanda manusia. Kucoba memutar knop pintu. Terbuka, tidak terkunci. Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, masih sepi. Tapi, hape Mayang tergeletak di meja. Berarti dia ada di rumah.

Aku segera menyambar hape itu. Dan membuka histori pesan WA. Hal yang tak pernah aku lakukan sebelumnya. Ternyata ada banyak chat dengan laki-laki yang berakhir dengan janji bertemu di hotel, pada hari Sabtu san Minggu. Hufftt... sialan.

Darahku mendidih, merasa tertipu. Aku pikir dia hanya menjadi simpanannku. Ternyata dia bekas banyak orang. Rasa jijik padanya tiba-tiba menjalar dalam tubuhku. Tapi tenang, hati boleh panas tapi kepala harus tetap dingin. Apa gunanya juga marah. Toh, selama ini hubunganku dengan Mayang juga sebatas jual beli. Anggaplah begitu.

Kutenangkan diri dengan menarik napas dalam-dalam. Aku screenshot semua percakapan WA di hape Mayang lalu aku kirim ke hapeku. Tak lupa juga aku menghapus jejak screenshot di hape Mayang. Agar tidak terdeteksi oleh perempuan binal itu kalau aku audah membuka hapenya.

Sekuat tenaga aku mengatur emosiku. Heran, walaupun berkali-kali mencoba menenangkan diri, mengapa aku masih tidak terima dengan perlakuan Mayang padaku? Apakah aku mencintainya? Tidak-tidak. Hanya harga diriku yang terluka, karena bisa tertipu oleh wanita murahan seperti dia.

Aku menuju kulkas hendak mengambil minuman, untuk mendinginkan kepalaku yang mulai panas. Tapi, lamat-lamat dari kamar tengah terdengar suara berisik. Aku berjingkat mendekati pintu itu, kemudian menempelkan telinga berusaha menangkap suara. Ya Tuhan.... suara lenguhan bersahutan. Jijik.

Ingin sekali aku dobrak pintu itu, tapi tidak jadi. Kasihan, mereka di dalam sedang bekerja keras. Aku segera menjauh. Kulanjutkan menuju kulkas, mengambil beberapa minuman kaleng bersoda. Dan membawanya ke ruang tengah. Sengaja aku tidak kembali ke ruang tamu. Agar aku bisa memergoki mereka nanti saar keluar kamar. Meskipun aku harus menahan mual di perut, mendengar suara-suara itu.

Bunyi knop pintu terbuka. Seorang pria lebih muda dariku keluar dari kamar, hanya dengan memakai celana pendek. Dia terkejut melihatku duduk santai.

"Siapa kau?" tanyanya gelagapan.

"Harusnya saya yang tanya, ini rumah saya." Jelasku datar. Walaupun dalam hati ingin segera memberi bogem mentah padanya. Dia lari masuk lagi ke dalam kamar. Sesaat kemudian dia keluar dengan pakaian lengkap yang di pakai seadanya. Kemudian lari tunggang langgang menyambar motornya dan pergi.

Mayang keluar kamar dengan wajah pucat. Mungkin ia takut atau malu karena tertangkap basah olehku.

"Eh... kok datang nggak bilang-bilang," sapanya renyah. Aku tak segera menjawab, hanya menenggak kembali minuman bersoda, kemudian melempar kaleng itu ke arah Mayang dengan kasar. Mayang terkejut, ia mundur selangkah. Wajahnya makin pucat.

"Kuberi waktu sampai nanti sore untuk segera angkat kaki dari rumah ini," ucapku dengan sorot mata tajam.

Aku beranjak dari kursi dan ingin segera pergi.
"Mas, jangan marah. Aku minta maaf, dia yang maksa aku," ucapanya memelas  sambil memegang tanganku.

Aku melepas tangannya  dan mendorongnya dengan kasar hingga jatuh ke lantai. Lalu aku pergi, tak mempedulikan teriakannya.

--------

Sesampai di rumah kulihat Dita sudah kembali dari rapat.

"Mas dari mana?" tanyanya menyelidik.

"Cari angin," jawabku sekenanya.

"Katanya mau istirahat. Kok jalan-jalan?" Dia masih menginterogasiku.

"Bosan dirumah, Ma. Gak ada temennya. Buatin es teh sana," usirku secara halus. Aku merebahkan diri di sofa ruang tengah. Dita datang dengan segelas es tes segar.

"Bisa nggak sih, kalau di rumah jangan pakai daster. Kalau keluar aja cantik, kalau di rumah asem. Huh..." ucapku sewot melihatnya telah memakai baju dinas kebesarannya.

"Tumben protes?" tanyanya santai sambil menyambar hapeku. Tiba-tiba saja matanya melotot dan nafasnya memburu.

"Apa ini?" Lengkingannya menyadarkanku, aku lupa menghapus histori percakapan WA terakhirku dengan Mayang.

Ya Tuhan.... jangan sekarang. Plissss!!!

Next







Nikmatnya Bercinta Dengan Sekretarisku?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang