Karena terkejut, aku segera melepaskan Mayang, sekali lagi dia tersengal. Lalu aku berbalik menghadap ke arah Dita yang berdiri tepat di depan pintu. Wajahnya yang garang terlihat sangat menakutkan. Apalagi ditambah dengan mata Dita yang memerah menyimpan amarah. Seperti macan yang siap menerkam mangsa. Air matanya juga seperti sudah siap meluncur melalui pipi tembam itu.
Dia pasti salah paham. Huh... yakin deh. Jika dari belakang, mungkin posisiku terlihat seperti orang yang sedang melakukan adegan hot. Kayak di sinetron-sinetron. Jika tidak, mana mungkin dia marah. Pakai acara mau nangis segala. Padahal ini hotnya beda. Bukan hot orang yang lagi kasmaran. Tapi hot pengen nabok.
Dengan tergesa aku menghampiri Dita. Meninggalkan Mayang yang luruh terduduk di lantai mengatur napas. Mencoba memberi penjelasan, agar tidak salah paham. Semoga saja dia sudah makan. Jadi bisa berpikir jernih. Tidak dikuasai si ular piton yang melingkar di perut.
"Ini tidak seperti yang kau lihat, Dit," ucapku berusaha memberi penjelasan sebisa mungkin. Supaya lengkingan suara itu tak keluar lagi dari paruhnya. Eh... maksudku mulut.
"Lalu seperti apa?" tanyanya mendesis. Terlihat jelas jika dia sedang berusaha keras meredam emosi yang sudah naik ke ubun-ubun.
"Aku memergokinya mengubah laporan keuangan. Dan tadi aku hanya--" tangannya terangkat memberi isyarat agar aku menghentikan kata-kataku. Lalu ia melangkah mendekati Mayang, yang masih terduduk di lantai. Melihat Dita mendekat, Mayang langsung berdiri memasang tampang sinis. Sepertinya bakal ada perang dunia, nih.
Sementara aku diam saja. Berharap keadaan aman terkendali. Walaupun ini saja sudah di luar kendali. Bagaimana ceritanya Dita kok, bisa ke sini? Apa dia mengikutiku? Jangan-jangan nanti dia juga menyewa detektif untuk memata-mataiku. Ya Tuhan susah sekali sih, mau jadi orang baik.
"Siapa kau?" tanya Dita ketus. Mata gagaknya menyorot tajam.
"Mayang calon istri kedua Mas Andre," jawab Mayang datar tanpa menoleh ke arah Dita. Terkesan melecehkan.
"Mayang!!! Jaga sikapmu," bentakku pada Mayang yang bicara sembarangan.
"Berani sekali kau, ya." Tangan Dita terlihat mengepal. Aku masih tetap memperhatikan mereka.
"Kenapa tidak? Sekarang aku sedang mengandung anaknya," sahut Mayang dengan senyum sinis. Dan balas menatap Dita.
"Mayang!!! Jaga bicaramu!!!" Kali ini aku benar-benar muak melihat Mayang. Dia memanfaatkan keadaan untuk menghancurkanku.
"Kenapa, Mas? Kau takut pada istrimu?" tukasnya merendahkanku. Shit!!! Ya Tuhan, apa-apaan ini? Apa yang harus kulakukan untuk membuatnya benar-benar pergi dari kehidupanku.
"Dasar kau wanita murahan," cicit Dita dengan geram.
"Iya, aku adalah wanita murahan kesayangan suamimu, kau lihat tadi bukan? Dia memaksaku untuk melayaninya. Padahal aku tidak mau. Beruntung kau datang." Sialan. Mayang benar-benar ular berbisa.
"Wanita jalang!!!" umpat Dita. Matanya melotot, dadanya naik turun pertanda stok kesabarannya sudah tinggal satu persen. Semoga saja Mayang tidak mencibirnya lagi, yang membuat emosi Dita semakin tidak terkontrol dan menghabiskan kesabaran yang tersisa.
"Ingat ya, wanita jalang ini yang dicari suamimu. Karena istrinya yang suci, tak mampu memuaskannya. Jangan hanya menyalahkan saya. Coba lihat pada dirimu," ucapnya sinis. Berdiri santai menyilangkan tangan di depan dada. Dita membuang pandangan ke arah lain.
Sejurus, Mayang mencebik sembari mengangkat alis. Lalu ia mengedarkan pandangannya kepada tubuh tambun yang sedang berdiri penuh amarah di hadapannya, dari atas ke bawah berulang-ulang.
"Ha... ha... ya, pantas saja. Istrinya macam begini. Mana selera," tandas Mayang membuat Dita tersentak.
Ucapan terakhir Mayang, membuat Dita tak bisa menahan amarahnya lagi. Dia langsung menampar pipi mulus Mayang. Lalu menjambak rambut dan mencakar wajah rivalnya itu. Dita menjadi lepas kendali. Siluman gagak benar-benar marah. Mayang tak siap menghadapi serangan Dita yang tiba-tiba. Ia tersungkur ke lantai. Dita menindih tubuhnya dan terus menamparnya bertubi-tubi. Mayang kewalahan.
Aku kebingungan melihat duel wanita yang tidak seimbang ini. Yang satu gemuk yang satu tidak kurus. Apa harus kuhentikan atau dibiarkan saja? Lihat saja dulu deh, biar tau rasa si Mayang di hajar siluman gagak. Tapi, tidak-tidak. Ini harus segera dihentikan.
"Dita, Dita hentikan! Hentikan!!!" teriakku berupaya melerai mereka. Tapi tak dipedulikannya. Langsung saja kupeluk dan kutarik paksa tubuh Dita menjauh dari Mayang. Berat.
"Lepaskan! Aku harus beri wanita itu pelajaran!" Dita terus meronta dalam pelukanku. Napasnya memburu. Kudekap ia semakin erat.
Mayang bangkit merapikan baju dan rambutnya yang acak-acakan. Lalu berkata, "Ajari istrimu sopan santun!"
Dita menghempaskan tanganku, lalu melangkah cepat ke arah Mayang. Tampaknya emosinya belum reda. Aku segera mencekal kuat lengannya , berusaha mencegah. Berhasil. Dia tertahan.
"Mayang, cepat pergi dari sini. Dan jangan pernah kembali ke kantor ini lagi. Kau dipecat," ucapku lantang. Bagaimanapun ia harus segera pergi dari tempat ini. Bahaya.
"Aku akan balas semuanya!" desis Mayang penuh amarah. Sejenak menatap Dita dengan tatapan dendam, lalu pergi keluar ruangan dengan tergesa.
Aku terduduk di sofa, meremas rambut dan mengusap wajahku dengan kasar. Mencoba mengatur emosi. Kejadiannya begitu cepat. Melelahkan juga ya, menjadi wasit pertarungan dua wanita. Ternyata Dita garang juga. Coba di ranjang bisa seperti itu juga, dapat membuatku kewalahan. Haks...
Aku dan Dita sama-sama terdiam. Hanya air matanya saja yang telah menganak sungai. Tapi tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Apa yang sedang dia pikirkan? Biasanya dia akan nyerocos panjang tanpa jeda jika sedang tak enak hati . Aku jadi khawatir.
"Ayo pulang," ajakku lirih.
Dia tak menjawab, hanya berlalu keluar begitu saja. Aku mengikutinya. Sesampai di parkiran, terlihat Izzil, sedang nangkring di atas motornya sambil mengutak-atik hape. Melihat Dita datang, ia memasukkan hape ke dalam tas. Kemudian menghampiri kakak iparnya.
"Kok lama sih, Mbak. Aku udah di telponin sama anak-anak disuruh pulang. Mana kunci motor dibawa lagi," keluhnya sambil mengadahkan tangan meminta kunci motornya.
Dita tetap tak menjawa. Tetap berjalan cepat sambil menunduk tanpa memberi respon apapun. Kemudian ia langsung menstater dan melajukan motor matic Izzil dengan cepat. Izzil melongo.
"Yahhh... kok, ditinggalin, sih?" cetus Izzil bersungut-sungut menatap kesal kakak iparnya yang mengacuhkan dirinya. Lalu ia berjalan ke arah mobilku.
"Kenapa sih, Mas?" tanya Izzil penasaran sambil memasuki mobil.
"Ngapain kamu bawa Mbak Dita ke sini? Bikin ruwet saja," keluhku menyalahkannya. Aku menjalankan mobil yang aku kemudikan.
"Ruwet, gimana?" selidiknya menginterogasi.
"Berantem sama Mayang," jawabku pendek.
"Whatssss?????" Mata di balik kaca minus itu membelalak.
"Cie cie, yang direbutin dua wanita. Gantengnya abangku ini," lanjutnya terkekeh meledekku.
Kutonyor lembut kepala Izzil. Heran. Pada saat seperti ini dia masih bisa tertawa. Ya iyalah, diperebutkan. Aku kan, memang ganteng. Tapi bukan ganteng-ganteng serigala. Melainkan ganteng-ganteng kucing garong. Meooonggg....
Next
![](https://img.wattpad.com/cover/130563355-288-k800236.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikmatnya Bercinta Dengan Sekretarisku?
Любовные романы@cover by Badriklisiansyah Hmmm... aku heran orang-orang menganggapku pendiam. Mungkin karena tak banyak bicara. Sesungguhnya aku hanya belum menemukan lawan bicara yang pas termasuk istriku, walaupun beratus hari sudah kulewati dengannya. Dia sama...