23

16.5K 377 51
                                    

Vote!!!
Vote!!!

Aku merasa ada yang janggal. Pak Handoko, orang yang bijaksana. Mana mungkin ia bisa mengambil keputusan sebesar ini, tanpa sebab yang jelas. Aku harus mencari tau. Kalaupun nanti harus kalah dan di-PHK, aku tidak mau kalah sebagai pecundang. Tapi kalah dengan cara terhormat. Bukan pasrah seperti ini. Ini bukan Andre yang gagah dan ganteng serta imut tak ada duanya.

Tiba-tiba suara musik ajeb-ajeb yang memekakkan telinga, membahana di ruang tengah. Duh, Dita mulai beraksi lagi. Membuat acara bermalas-malasanku jadi tak enak. Lebih baik keluar sajalah. Sumpek di kamar Aya terus. Berasa seperti pangeran yang tersesat. Masa' aku yang macho, tidur di kamar anak cewek yang full dengan ornamen yang berwarna merah muda dengan gambar Hello Kitty. Kalau Hello Kitty-nya sih, oke. Sama-sama satu spesies kan, dia kucing imut aku kucing garong. Kucing garong yang sudah insyaf, jadi kucing garing. Waks...

Di ruang tengah nampak Dita sedang bersiap-siap, melakukan gerakan pemanasan. Kali ini dia memakai baju senam panjang berwana hijau ngejreng kombinasi hitam. Mirip seperti ulat keket, manis tapi overweight. Gerakannya sekarang cenderung lebih lincah dari kemarin. Mungkin karena sudah terbiasa. Tapi lincahnya ya, gitu. Lincah standar orang tambun.

Aku mengambil white coffeku di kamar, lalu duduk sofa, mengamati. Bukan memperhatikan Dita, tapi mengamati instruktur yang bodinya padat, tuh. Lumayan cuci mata.

"Mas, sana!!" tukas Dita disertai dengan lambaian tangan, mengusirku pergi.

"Kenapa? Aku mau disini," ucapku cuek.

"Aku malu kalau ada kamu," rajuknya manja. Hadeh ... sama suami sendiri pakai acara malu segala. Kalau memang malu, kok sampai punya anak satu, itupun karena pakai alat kontrasepsi. Coba tidak, bisa-bisa tiap tahun keluar bayi-bayi mungil dari rahimnya. He... he....

"Hallah... fokus aja tuh," elakku, sambil menunjuk ke arah layar plasma.

"Nggak mau pokoknya, Mas jangan di sini!" ucapnya dengan nada tinggi. Energi mata gagak mulai terkumpul. Kalau sudah begini lebih baik mengalah saja, dari pada ular keket yang manis tiba-tiba berubah jadi gagak yang garang.

Aku pergi ke meja makan, membuka tudung saji. Lagi-lagi makanan herbivora. Kalau seminggu di rumah makan kayak gini terus. Bukan kucing garing lagi, tapi bisa jadi kambing garing.

Aku menghela napas berat, harus cari solusi secepat mungkin. Lebih baik masak sendiri saja. Sudah lama aku tidak masak. Semenjak menikah, praktis tak pernah masuk dapur lagi. Dita sudah mengurus semuanya. Padahal dulu waktu belum nikah, aku sering memasak berdua dengan adikku, Izzil. Ayah dan Ibu sibuk kerja di sawah. Paling-paling ada ikan asin dan nasi putih, itupun kalau beruntung. Kalau tidak paling ya, nasi jagung.

Apalagi sejak Ayah meninggal, dan ibu jadi satu-satunya tulang punggung keluarga. Aku jadi harus membantu Ibu bertanggung jawab, atas semua pekerjaan rumah. Termasuk menjaga Izzil. Makanya dia sangat dekat denganku.

Aku mencari cadangan makanan lain di kulkas, siapa tau ada yang bisa di-eksekusi. Biar bisa lolos dari makanan herbivora. Yes!!! Ada tiga ekor ikan nila ukuran sedang. Ini bisa digoreng. Tapi, kalau digoreng kasihan Dita dong, dia menghindari goreng-gorengan sekarang. Enaknya dibakar sajalah. Supaya bisa sama-sama makan.

Aku mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk bumbu dan peralatannya. Lalu membakar dua ekor ikan nila itu menggunakan double pan. Supaya praktis dan efisien. Selesai membakar ikan, aku siapkan sambal tempong ala Andre, biar agak pas dengan makanan herbivora Dita yang serba dikukus.

Tiba-tiba Dita datang dengan peluh bercucuran. Hidung mancungnya kembang kempis mengendus aroma ikan bakar dan sambal yang kubuat. Persis kayak siluman kerbau yang sedang marah.

Nikmatnya Bercinta Dengan Sekretarisku?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang