Catatan Pria 6

77.1K 576 11
                                    

Kuraih hapeku yang terletak di meja, Mayang tampak bersungut-sungut.

"Apa, Mah?" tanyaku sambil mengatur napas, supaya tidak terdengar ngos-ngosan.

"Kamu dimana, Mas?" tanya Dita di seberang.

"Mancing sama Anton. Kenapa?" Aku beralasan.

"Kok sepi?" tanyanya lagi.

"Ya karena bukan di pasar. Udah, ah ikan aku nanti ngambek." ucapku sewot.

"Ngambek?" Dia mengulang kata terakhir yang aku ucapkan. Ya Tuhan hampir saja keceplosan.

"Lepas maksudnya," ucapku gelagapan.

"Perasaanku nggak enak dari tadi. Kepikiran kamu terus. Kenapa ya?" dia masih saja nyerocos, mengganggu keasyikanku.

"Alah perasaanmu aja kali. Udah ya." Aku segera mematikan hape ketika melihat Mayang beranjak dari ranjang dengan bibir manyun, hendak ke kamar mandi. Nampaknya tidak hanya aku, Mayangpun merasa keasyikannya terganggu karena telepon Dita.

Aku segera memeluknya dari belakang dan membopongnya kembali ke dipan asmara kami. Dia meronta manja, membuat hasratku kembali naik.

-----

Aku terbangun saat matahari sudah condong ke arah barat, tampaknya aku kelelahan setelah bertempur sengit dengan Mayang. Ku lihat Mayang keluar kamar mandi dengan rambut basah, aku menghampirinya dan kembali melumat bibir merahnya itu.

"Pulang..." rajuknya manja yang hanya kubalas dengan anggukan dan sekali lagi mendaratkan bibirku di dadanya.

Aku check out dengan hati berbunga-bunga. Hasrat yang terpendam sudah tersalurkan. Namun ada sedikit rasa aneh yang menelusup dalam hatiku. Dia sudah tidak perawan. Siapa orang yang beruntung membuka 'segelnya'?Ahhh... kecolongan.

Dan permainannya di ranjang, sepanas-panasnya Dita dia tidak bisa men'servis'ku seliar Mayang. Sepertinya berpengalaman. Apa dia cewek hiper atau jangan-jangan malah cewek bispak?

"Pak, mampir ke situ dulu," pintanya sambil menunjuk ke arah butik ternama. Aku paham maksudnya, dia minta timbal balik atas apa yang dia berikan padaku.

"Oke, tapi aku gak turun lo, ya," ucapku sambil memberikan sejumlah uang.

"Kurang," rajuknya manja

"Dah itu dulu, keburu malam," dia keluar dari mobil menuju butik itu dengan sedikit manyun. Ah... biarlah. Setengah jam kemudian Mayang kembali dengan beberapa paperbag belanjaannya.

-------------

"Mas, dari mana aja kok baru pulang?" tanya Dita menyambutku di pintu.

"Kan dah dibilang mancing," sahutku datar.

"Mancing kok nggak bawa alat pancing?" tanyanya menyelidik.

"Pinjam tadi ke Anton, dia punya banyak. Bagus-bagus lagi," jawabku beralasan.

"Dapatnya mana?" tanyanya lagi. Tumben hari ini dia begitu cerewet menginterogasiku. Harus segera diatasi.

"Ya aku kasihkan ke Antonlah, Ma. Kamu mau kemana, tumben sore-sore udah mandi? tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Biasa, jadwal ibu-ibu PKK," jawabnya santai.

"Kok nggak pake daster saja?" sindirku padanya.

"Daster itu pakaian rumahan kalau keluar ya malu dong pake daster," celotehnya sambil terkekeh.

Aku berlalu ke kamar beristirahat, sambil membuka-buka hape. Kangen sama Mayang. Ketagihan.

[Cantik], sapaku, dia hanya membalas dengan emot senyum.

[Kok, senyum-senyum] tulisku lagi.

[Terbayang-bayang yang tadi], jawabnya nakal.

[Suka?] tanyaku memastikan. Seharusnya tak usah ditanya, dari reaksinya yang binal nampak jika ia menikmati pertempuran tadi.

[Banget], jawabnya pendek. Disertai dengan emot bibir.

[Besok lagi?], aku memancing reaksinya.

[Kenapa enggak], sudah kuduga. Ini yang kusuka. To the point, tidak seperti wanita yang lain. Malu-malu tapi mau. Munafik! Apa susahnya bilang suka? Apa susahnya 'menyerang' duluan? Laki-laki juga senang jika wanitanya yang punya inisiatif. Apalagi suami istri, kalau sudah cari kesenangan di luar, taunya mewek, ngomel, lempar piring. Hadeehhh....

[Tapi...],  segera kubalas pesan Mayang dengan kalimat menggantung

[Tapi apa?], dia membalas cepat. Penasaran mungkin.

[Jangan hamil], tulisku tanpa basi-basi, dia hanya membalas emot terkejut.

Aku tak membalasnya lagi, Dita tiba-tiba masuk ke kamar.Lansung kuhapus semua pesan WA, percakapanku dengan Mayang. Berusaha bersikap sewajar mungkin agar ia tak curiga. Harus main cantik.

-------

Hapeku berdering, sedangkan diriku masih di dalam kamar mandi, segera aku selesaikan acara ritual buang hajat. Lamat-lamat kudengar Dita sudah menerima panggilan teleponku.

"Loh, bukannya tadi udah ketemu?"

"Katanya tadi mancing bareng?"

Melihatku, Dita langsung menloud speaker telepon, sehingga akupun bisa mendengar dengan jelas suara Anton di seberang.

"Kemarin emang janjian, Mbak. Tapi tadi Ibu saya tiba-tiba masuk rumah sakit, jadi saya langsung ke rumah ibu, hapeku tertinggal. Jadi nggak bisa ngabarin dia. Nanti kalau dia udah selesai bilang saya telepon gitu ya, Mbak."

"Oke," jawab Dita pendek kemudian melempar hapeku ke kasur dengan kasar.

"Kemana tadi?" selidiknya. Waduh siluman gagak mulai mengeluarkan sorot mata yang tajam. Mungkin paruhnya sebentar lagi akan memanjang. Namun, harus tetap tenang.

"Mancing," jawabku datar.

"Sama siapa?" tanyanya lagi kali ini nada bicaranya mulai meninggi.

"Sama temenlah," jawabku terdengar santai. Padahal sebenarnya dalam hati ingin guling-guling. Baru sekali sudah ketahuan. "Sialan Anton!!" umpatku dalam hati.

"Anton?" Dia berjalan mendekat, sambil melipatkan tangan di kedua dada. Aku memaksakan otak berpikir keras untuk mencari alasan yang tepat. Buntu. Hmmm... kayaknya bakal ada piring terbang ini. Atau paling tidak serangan paruh siluman gagak dengan kekuatan penuh akan aku terima.









Nikmatnya Bercinta Dengan Sekretarisku?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang