Cerita 45 - Permintaan Maaf Mirantika

13.7K 1.5K 154
                                    

Langit di pagi hari ini tampak begitu gelap. Mungkin dalam hitungan menit, hujan akan turun dengan derasnya. Ditemani dengan embusan angin dingin yang semakin kencang, Leeandra yang hari ini bepergian dengan menggunakan angkutan umum, terlihat berlari-lari kecil menuju pusara sang ibu.

Saat ini jam menunjukkan pukul 07.03 dan Leeandra memilih untuk mengunjungi ibunya terlebih dahulu sebelum dia datang ke sidang putusan atas perkara penipuan yang dilakukan oleh Mirantika dan Adrian Tanjung pada Bapaknya. Begitu banyak hal yang ingin dia ceritakan pada Larasati hingga rasanya dia tidak bisa lagi menunggu sampai akhir pekan datang menyapanya. Ibu harus tahu kalau sidang thesisku dipercepat menjadi pekan depan. Ibu juga harus tahu kalau ak—

Pembicaraan di dalam hatinya langsung terhenti tatkala melihat sosok yang tengah menabur bunga di makam Larasati. "Pak Rizal..." ucapnya lirih dengan mata yang terpaku pada pria yang kini tengah sibuk bermonolog hingga tak sadar dengan kehadiran orang lain di sekitarnya.

"Maafkan Rizal, Bu... Maaf karena sudah menyakiti hati Leeandra. Sungguh, saat itu Rizal bingung harus melakukan apa." Pak Rizal terlihat mengusap air mata di ujung kedua matanya. "Kalau rasa bersalah ini bisa ditebus dengan nyawa, dengan senang hati Rizal akan melakukannya," lanjutnya sebelum menangis tanpa suara.

Sekian lama menunggu, akhirnya Pak Rizal bangkit dan mendapati Leeandra yang sedang menatapnya dalam. "Saya hanya ingin meminta maaf pada Ibumu," ucapnya yang hanya dibalas anggukkan oleh Leeandra.

"Apakah sekarang sudah selesai, Pak?" Leeandra bertanya dengan ekspresi dan nada suara andalannya, dingin dan datar.

"Sudah," jawab Pak Rizal yang bertepatan dengan turunnya hujan. Dengan gerakan secepat kilat, dia membuka payung yang sejak tadi dibawanya lalu menyerahkan benda berwarna hitam itu pada Leeandra.

"Sebentar lagi kamu akan sidang." Belum sempat Pak Rizal berlari, Leeandra sudah terlebih dahulu menahan lengan pria itu.

"Mengapa tidak payung ini digunakan bersama?" tanya Leeandra dengan posisi yang sudah memayungi sang dosen.

"Saya tidak mau membuatmu tidak nyaman. Lagipula, saya tidak pernah melihat ada dosen dan mahasiswi yang berada di bawah payung yang sama."

"Apakah sesuatu yang tidak pernah kita lihat berarti tidak pernah terjadi?" balas Leeandra yang membuat Pak Rizal menggelengkan kepalanya.

Setelah mengambil alih gagang payung, "Kamu mau pergi ke pengadilan, kan?" tanya Pak Rizal pada gadis yang lebih memilih bahunya basah kuyup daripada harus berdekatan dengan mantan kekasihnya itu.

"Iya, Pak."

"Kamu diantar Pak Timin?" Melihat Leeandra menggeleng. "Kalau begitu kamu bareng saya," ucap Pak Rizal yang membuat Leeandra melotot.

"Say—"

"Saya sedang tidak ingin dibantah, Leeandra," potong Pak Rizal yang membuat Leeandra menarik napasnya dalam-dalam. Sungguh demi apa pun. Pak Rizal dengan mode yang seperti ini adalah ujian besar bagi hatinya yang masih terus belajar untuk mengikhlaskan semuanya, termasuk rasa cinta dan citanya pada putra bungsu keluarga Hendratama itu.

*****

Keputusan Hakim atas kasus penipuan berencana yang dilakukan oleh Mirantika Sasongko dan Adrian Tanjung akhirnya selesai dibacakan. Tampaklah senyum lebar nan puas terpatri di bibir Pak Tian yang memang sengaja menyewa jasa dari lima pengacara tersohor di negeri ini.

Sementara itu, Mira yang sudah meminta izin dari petugas, akhirnya berhadapan dengan semua orang yang berada di kubu sang mantan suami. Setelah bercerai, dirinya baru merasa kehilangan akan sosok Pak Tian dan juga seluruh cinta kasih yang selama ini tercurah hanya padanya. Sudah tidak akan ada lagi pria yang memijatkan kaki serta membawakannya susu hangat saat akan tidur. Lalu biasanya, Pak Tian akan mengecup kening dan juga memeluknya dengan erat saat rasa kantuk telah berhasil menguasainya.

Cerita Ci(n)ta Sang Asdos ✔ (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang