(1) Bukan Humaira Namanya

308 74 678
                                    

🎵Yael Meyer - No Matter How Hard I Try🎵

Abaikan liriknya, nikmati saja iramanya, ya? Karena liriknya memang gak cocok, tapi iramanya oke. 😁

🍁
🍁
🍁

"Boleh ya, Bah.. Lagian kapan lagi ada kesempatan bisa satu sekolah sama Nisa. Nisa bilang, di sana fasilitasnya bagus, perpustakaannya gede, Bah, gak kayak di sini. Terus ya, Bah--"

Lelaki paruh baya yang dipanggil Abah itu sedang asyik membaca koran, tanpa menghiraukan rengekan putrinya sama sekali. Bahkan cerocosan putri semata wayangnya itu semakin lama semakin tidak terdengar di telinganya. Hanya ngiung-ngiung yang beliau dengar. Entahlah, mungkin karena beliau terlalu fokus dan semakin hanyut pada bacaan yang ada dalam genggamannya.

"Ya.. Sana masuk, jangan ganggu Abahmu terus."

Yaya melirik sebentar pada ibunya yang sedang menaruh teh di meja sebelum ia kembali melanjutkan rengekannya.

"Boleh, ya, Bah.."

"Ini anak masih bandel. Emang dari dulu bandel! Abang jewer baru tahu rasa!" komentar Bang Hamdan yang tiba-tiba muncul dari balik pintu dengan hanya menampakkan kepalanya saja.

Yaya hanya manyun mendengar ucapan Abangnya. Sementara Bang Hamdan langsung nyengir begitu dipelototi ibunya.

"Abang bukannya bantuin, malah--" ucap Yaya terpotong begitu ada seorang bapak yang berlari memasuki pekarangan rumahnya dan memanggil Abahnya.

"Ada apa, Pak Ahmad?" ucap Abah seraya beranjak dari kursi teras rumahnya.

"Saluran air bapak bocor, airnya leber kemana-mana!" ucap Pak Ahmad memberi info.

"Ya Allah.. Bu, Abah pergi nengok ladang dulu, ya! Bisa mubazir nanti airnya," pamit Abah segera bergegas.

"Eh, eh, itu korannya gak usah dibawa-bawa, Bah," sahut Ibu menyadarkan Abah.

"Oh iya, lupa," Abah yang hendak pergi terburu-buru, balik lagi untuk menaruh koran di meja teras depan rumah.

"Si Abah, kalau buru-buru suka sampe lupa begitu. Mana sarung gak pake diganti dulu," komen Bang Hamdan sambil cekikikan. Yaya juga jadi ikut cekikikan.

Ibu hanya geleng-geleng kepala menanggapi tingkah kedua anaknya. Lantas masuk ke dalam rumah. Bang Hamdan sempat menjulurkan lidah pada Yaya sebelum akhirnya menghilang dari balik pintu. Sementara Yaya hanya memanyunkan bibir menanggapi ledekan abangnya. Selang beberapa detik, ia masuk ke dalam rumah.

***

"Ya, gimana? Udah ada keputusan belum?" Tanya Ratna yang kini tengah duduk satu bangku dengan Yaya.

Yaya menggeleng dengan kedua tangannya yang masih menopang dagu.

"Buruan Ya, kita 'kan tinggal dua setengah bulan lagi di sini," Nur yang duduk di bangku depan tepat menghadap Yaya, ikut menimpali.

"Belum berhasil ngebujuk Abah. Kalian 'kan, tahu sendiri Abahku orangnya keras kepala."

"Terus gimana dong?" Tanya Ratna.

Yaya hanya mengangkat bahu dengan tampang tidak mood-nya.

"Ya udah, Ya.. Barengan aja sama kita. Masuk MA," Nur memberi saran. Itu sudah sarannya yang kesekian kali, tapi lagi-lagi tidak disetujui Yaya.

"Aku udah janji Nur, sama Nisa. Kita akan sama-sama menjalani masa SMA. Makanya, aku ajak kalian juga buat ikut masuk SMA bareng aku dan Nisa."

Humailove (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang