(10) Go Home

103 29 268
                                    

🎵Tarin - Going Home🎵

🍁
🍁
🍁

Yaya menatap ke luar jendela bis yang ia tumpangi. Pandangannya yang penuh haru, tak bosan-bosannya menatap jalanan. Bunga-bunga sakura sedang bermekaran di hatinya. Taman Shinjuku Gyeon yang kabarnya punya lebih dari 1000 pohon Sakura mekar itu pun, masih kalah mekarnya dengan hati Yaya saat ini.

Pashmina merah muda di kepalanya tak membuatnya panas, karena hatinya sedang sejuk. Dan itu menular ke seluruh tubuh. Ia sama sekali tak lelah ketika membayangkan perjalanan 4 jamnya. Bibirnya mungkin akan melengkung terus selama perjalanan panjang ini.

Ada yang sedang menunggunya.

Rumah tersayangnya..

Ada yang akan menyambutnya.

Abah dan Ibunya..

Yaya terus membayangkan sesuatu yang membahagiakan di otaknya sambil masih menatap jalanan dan pepohonannya. Lalu Yaya berpikir, hidupnya ini seperti laju bis yang saat ini tengah mengangkutnya ke tempat tujuan. Berjalan dan berlalunya cepat sekali. Seperti pepohonan yang begitu cepat dilewati oleh bis ini. Sekilas.. Cuma sekejap. Sampai tak terasa, kini ia sudah beralih sekolah ke level yang lebih tinggi. SMA.

Ia memikirkan kembali masa-masa SD-nya yang ia tempuh selama 6 tahun di dua tempat yang berbeda. Ia tak bisa menjelaskan dengan detail gambaran masa SD-nya itu, karena memang seperti hanya sebentar. Waktu 6 tahun itu seperti terangkum hanya dalam hitungan hari. Semua rangkaian peristiwanya juga tidak bisa ia ceritakan dengan mendetail. Karena yang terasa seperti hanya ada satu atau dua peristiwa saja yang ia alami. Padahal kenyataannya banyak sekali.

Waktu 6 tahun itu saja berlalu dengan begitu cepatnya, apalagi dengan masa MTs-nya yang hanya berlangsung 3 tahun. Rasanya singkat sekali. Amat singkat. Tapi ia sadar, ada begitu banyak pengalaman dan kenangan yang mengisi waktu-waktu yang berlangsung singkat itu.

Memori Yaya terus berputar-putar di masa lalu. Berusaha mengingat setiap peristiwa penting dan berharga yang ia lalui di masa itu. Mencoba meraup kenangan demi kenangan yang seiring waktu semakin pudar. Sebisa mungkin ia kembali membereskan file-file memori di otaknya. Ia berusaha menyusun serapi mungkin. Agar semua hal yang harus ia ingat tidak begitu saja ia lupakan.

***

Alan menatap jauh ke luar jendela. Memandangi setiap hal yang bisa ia lihat dari ketinggian 200 meter itu. Entah mengapa ia begitu nyaman dengan aktivitas santainya itu. Sorot matanya terkunci untuk pemandangan kota yang ia lihat.

Tapi sejak beberapa menit yang lalu, pikirannya sudah terkunci lebih dulu oleh hal lain. Jembatan Erasmus di balik jendela hotelnya saat ini pun, tak lagi menarik perhatiannya.

Ia menyeruput green smoothie-nya dengan tenang, dengan pandangannya yang masih mengarah ke depan. Keberadaannya di sini, di Rotterdam, adalah mengikuti perjalanan bisnis ayahnya.

Seketika Alan tersenyum. Tipis dan lembut sekali. Sesuatu yang indah tengah lewat bolak-balik di benaknya. Entah apa yang ia rasakan saat ini. Hatinya terasa penuh. Namun, ia sendiri kurang pintar menyimpulkannya.

Berikutnya, Alan menutup matanya penuh ketenangan seperti orang sedang yoga. Beberapa saat kemudian, ia membuka matanya lagi. Kembali menyeruput smoothie-nya yang sudah sisa setengahnya itu.

Humailove (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang