BAB 5 PLEGDE

155 12 0
                                    

"Alice, cepat ganti baju Nak! Kita akan berangkat sebentar lagi!" seru Bu Larina dari dalam kamarnya. Alice belum bereaksi, dia masih terdiam bingung. Rasanya tidak biasa ibu mengajaknya pergi.

"Memang kita mau kemana Bu?" Alice tiba di ambang pintu kamar Bu Larina. Dilihatnya wanita paruh baya itu sedang memakaikan baju pada seorang anak yang memanggilnya bibi. Huh jika dipikir-pikir, rasanya Alice jadi terdengar tua kalau dipanggil begitu. Merasakan Alice ada di dekatnya, Bu Larina pun mendongakkan kepalanya melihat Alice.

"Kita akan belanja sayang.. Sudah cepat ganti bajunya! Lihat! Cucu Ibu saja sudah cantik dan wangi!" Bu Larina menghirup wangi tubuh Inara sambil memegang kedua bahu kecil Inara.

"Aku tidak ikut Bu, kalian saja!" Alice melenggang pergi dari kamar ibunya.

"Eh Alice! Jangan seperti itu! Sudah lama kita tidak belanja Nak!" ucapan Bu Larina menahan langkah Alice.

"Tapi aku tidak suka keramaian Bu," datar Alice tanpa memandang wajah ibunya.

"Kamu harus belajar terbiasa, bagaimanapun juga kamu itu perempuan yang pasti akan sangat membutuhkan belanja apalagi kalau sudah menikah. Kamu pikir siapa yang akan belanja untukmu?!" Bu Larina menyemprotkan minyak wangi pada Inara dan memakaikannya tas kecil di punggung Inara.

"Itu masih lama," Alice meneruskan langkahnya sampai di kamar dan duduk dipinggiran ranjangnya sambil memainkan ponsel.

Bruk

Tanpa terduga sebuah bantal mendarat tepat di wajah Alice dengan cantiknya. Sedangkan pelaku pelemparan itu hanya menyengir tanpa dosa. Dia menghampiri Alice dan duduk disampingnya.

"Kamu tidak boleh mengecewakan ibu. Ibu ingin mengajakmu belanja, jadi pergilah!" tukas Vania mengambil bantal yang dilemparnya tadi dari pangkuan Alice. Ia sedikit khawatir lemparannya terlalu keras hingga melukai Alice. Tapi untung saja hal itu tidak terjadi. Ponsel Alice juga tidak terjatuh.

"Cih tidak biasanya. Bukankah kamu yang selalu merebut tempatku untuk menemani Ibu belanja? Kamu bahkan tidak membiarkan Ibu membelikanku sepotong baju pun!" decih Alice membuang wajahnya kesamping. Ia sibuk menahan lelehan air matanya agar tidak terlihat oleh kakaknya itu. Rasanya sakit sekali saat ia kembali mengingat masa lalu bersama Vania. Terlalu menyakitkan saat membuka luka lama dan membuatnya kembali basah dan berdarah.

"Pergilah! Aku tidak akan mengajakmu bertengkar hingga kamu merusak salah satu barang berhargaku. Aku sudah berubah, aku tidak ingin berurusan denganmu lagi!" seru Alice melanjutkan kalimatnya.

"Alice, maafkan aku soal itu. Saat itu aku masih sangat egois. Aku tahu aku terlalu banyak salah padamu. Tapi percayalah kali ini aku tidak akan berbuat seperti itu lagi. Sana pergilah! Ibu dan Inara sudah menunggumu!" Vania meninggalkan Alice di kamarnya dan menghampiri Bu Larina di depan kamar Alice.

"Bagaimana?!" tanya Bu Larina antusias.

"Iya bagaimana Ma?!" Inara ikut bertanya. Dan Vania hanya menjawab pertanyaan keduanya dengan sebuah senyuman berarti.

Tak lama kemudian Alice keluar dengan baju yang rapi dan rambut yang sudah dikucir kuda. Lalu dengan posesifnya dia menggandeng tangan Bu Larina.

"Ayo Bu!" cicit Alice pelan.

"Owhh.. Kamu sudah berubah pikiran?" senang Bu Larina.

"Ayo Bibi aku sudah tidak sabar," Inara menggoyang-goyangkan tangan kiri Alice dan memegangnya.

"Aku mau dipegang sama Bibi ah!" seru Inara mengeratkan pegangan tangannya.

"Eum baiklah. Tapi rasanya aku tidak setua itu sampai harus dipanggil bibi!" ucap Alice memasang wajah memelas.

HEARTACHE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang