"Alice, apa yang kamu lakukan disini Nak?!" Bu Larina memegang bahu Alice pelan. Ia heran melihat Alice mematung di depan kamar rawat orang lain.
"Eh Ibu?! Ibu disini?" tanya Alice lirih.
"Tentu saja Ibu disini! Bagaimana mungkin Ibu tak ada saat pihak sekolah menelepon Ibu dan mengatakan kamu dilarikan ke rumah sakit. Kamu tidak tahu betapa terkejutnya Ibu saat itu, rasanya jantung Ibu akan copot saja!" ucap Bu Larina sambil menggandeng Alice dan membawanya kembali ke kamarnya.
"Tapi Ibu kan sedang di rumah Nenek," Alice masih tak percaya Ibunya ada disini.
"Ibu langsung pulang dan kesini setelah mendapat telepon itu. Bukan hanya Ibu, tapi Nenek juga ikut!" balas Bu Larina.
"Hemh?!" Alice langsung melihat Ibunya tak percaya. Neneknya ikut? Mungkinkah? Tidakkah ini terlalu mustahil?
"Kenapa sayang? Kamu terkejut? Sekarang kamu percaya kan kalau Nenek juga menyayangimu?!" Bu Larina tertawa kecil sambil mengusap-ngusap punggung Alice lembut. Ini hal baru bagi Bu Larina. Selama ini Alice jarang sekali sakit, apalagi sampai masuk rumah sakit. Karena itu ia sangat khawatir dan tanpa pikir panjang lagi langsung pergi ke rumah sakit ini.
"Sayang, sebenarnya kamu kenapa? Bagaimana tanganmu bisa terluka seperti ini?" Bu Larina memegang pergelangan tangan Alice yang terbalut perban dengan pelan. Setelah terdiam cukup lama, Alice akhirnya menceritakan semuanya dan itu membuat Bu Larina sangat terkejut.
"Liana? Ibu tidak tahu kalau dia akan bertindak sejauh itu. Maafkan Ibu Nak, Ibu gagal menjagamu!" Bu Larina tertunduk dalam dengan tangan yang masih bertengger di punggung Alice."Sudahlah Bu, aku hanya berharap ini yang terakhir. Kali ini dia sangat keterlaluan!" Alice menumpukkan tangannya pada tangan Bu Larina yang berada di atas pahanya.
Cklek
Alice dan Bu Larina sontak mengalihkan tatapan mereka pada orang yang baru memasuki kamarnya itu."Nenek.." lirih Alice.
'Hh.. Rasanya sudah sangat lama aku tidak melihat Nenek. Aku benar-benar merindukanmu Nek!'
"Ck. Lihat gadis itu! Dia tampak sangat menyedihkan bukan. Inara! Kamu tidak boleh terlalu dekat dengannya, bisa-bisa nanti kamu terkena nasib buruk darinya!" Alice menunduk dalam, tak bisa dipungkiri jika perkataan Neneknya sangat menyakiti hati kecilnya dan membuat rasa sakitnya terasa berkali-kali lipat lebih menyakitkan.
"Kenapa mengatakan itu Bu? Alice sedang sakit, tolong jangan membuatnya semakin sakit. Ayo sini Inara! Apa kamu tidak mau melihat Kak Alice-mu ini?!" Inara berjalan pada Bu Larina dan menaiki kursi, lalu ia duduk dipangkuan Bu Larina.
"Kenapa aku membuatnya semakin sakit? Kamu pikir aku ini wabah penyakit hah?" Neneknya itu masih saja berdiri di ambang pintu."Inara, dimana Mamamu hemh?" tanya Bu Larina mengabaikan ucapan ibunya sambil mengelus rambut Inara. Sedangkan Neneknya yang kesal karena merasa diabaikan itu mulai masuk dan duduk di sofa.
"Mama tadi ikut, tapi sekarang sedang menemui Papa!" Ibu dan Neneknya sontak saling bertatapan.
"Papamu ada disini?" tanya Bu Larina.
"Iya Nek, mereka diluar. Tapi Papa dan Mama pasti kesini kok. Tunggu saja sebentar!" dengan aksen yang khas anak kecil, Inara berucap.
Cklek
"Aahh itu dia!! Papa!!" Inara lompat dari pangkuan Bu Larina dan berlari cepat pada seorang pria dengan sebuah kamera bergantung di lehernya.
"Halo semuanya!! Perkenalkan, aku Algis ayahnya Inara dan suaminya Vania!" dengan cerianya dan sifat easy goingnya pria itu memperkenalkan diri. Semua orang masih bergeming hingga Algis kembali mengeluarkan suaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTACHE [Completed]
General FictionAlice, gadis yang hidup dengan bayang-bayang masa lalu kelam. Setiap harinya selalu tak luput dari berbagai kejadian menyakitkan. Harinya yang buruk semakin buruk dengan kemunculan orang yang sangat turut andil dalam masa lalunya. Hingga suatu hari...