"Kamu sudah bangun?!" tiba-tiba suara serak Liana menyeruak di telinganya, membuat Alice kembali bertanya-tanya apa yang terjadi.
"Kenapa kamu hanya bisa menyusahkanku terus? Lain kali, kalau mau pingsan menjauhlah dariku!" seru Liana ketus tanpa memandang wajah pucat Alice.
"Liana.." lirih Alice sambil menahan sakit di kepalanya. Lalu dia memandang lekat Liana dengan mata sayunya.
"Ck. Kamu tahu bagaimana susahnya aku membawamu kesini di tengah hujan lebat? Aku bahkan harus berusaha keras untuk mendapatkan taksi!!" ucap Liana sedikit memarahi, membuat Alice tersenyum geli melihat wajahnya yang tampak sangat kesal. Karena entah kenapa rasanya Liana yang berekspresi seperti itu terlihat sangat lucu dimatanya.
"Maaf," balas Alice lemah. Rasanya dia bahkan tidak punya tenaga untuk sekedar berdebat dengan Liana. Namun Alice merasa sedikit senang juga mendengar ucapan gadis itu, karena akhirnya dia tahu kalau Liana masih peduli padanya.
"Tidak usah katakan maaf. Aku muak mendengarnya. Sekarang, berikan nomor Ibumu! Aku akan meneleponnya!" mata Alice membelalak mendengar ucapan Liana. Pikirannya terasa buntu, ia tidak tahu apa yang harus ia katakan. Karena dia tidak mungkin bertakata jujur bukan, yang ada nanti Liana malah mengasihaninya. Dan Alice tidak mau itu terjadi.
"Ahh aku tidak membawa ponsel. A-aku meninggalkannya di rumah! D-dan aku tidak ingat nomornya," jawab Alice terbata. Hatinya sedikit resah berharap Liana akan percaya pada alasannya.
"Ck. Benarkah? Lalu.. Ponsel siapa yang kulihat itu?!" tunjuk Liana pada meja nakas di samping ranjangnya. Dan Alice menoleh melihat nakas itu ragu.
"Ahh baterainya habis," kilah Alice kembali.
"Berhentilah beralasan. Aku tahu ponselmu baik-baik saja!" seru Liana kesal. Sedangkan Alice memejamkan matanya mencoba mencari alasan kembali.
"Hmhh.. Baiklah. Aku memang tidak bisa menelepon Ibu sekarang. Jadi-"
"Kenapa?! Dan kalau memang kamu tidak bisa meleponnya, aku bisa. Jadi berikan nomornya, aku akan menghubunginya dengan ponselku!" seru Liana keras kepala.
"Kamu tahu?! Aku benar-benar tidak bisa meneleponnya sekarang, tolong mengertilah!!" ucap Alice memelas.
"Ada apa?! Kamu sedang punya masalah dengan keluargamu?!" tanya Liana sarkastik. Matanya bahkan kembali menatap Alice tajam."Eh itu.. Emhh.. Tidak-"
"Ceritakan semuanya!" sela Liana cepat. Dia benar-benar tidak mau mendengar kebohongan lagi. Dia ingin memperbaiki semuanya kali ini.
"Aku.. Aku sudah tidak tinggal di rumah lagi.." akhirnya Alice menceritakan segalanya pada Liana walaupun dalam hati ia tidak yakin apa keputusannya ini benar atau tidak.
Sedangkan Liana, gadis itu menjadi pendengar yang baik. Dia sama sekali tidak menyela perkataan Alice, mulutnya terus bungkam hingga Alice mengakhiri ceritanya.
Beberapa lama berlalu dengan hening tanpa sepatah katapun terdengar dari keduanya. Alice maupun Liana sama-sama bungkam, mereka tidak tahu apa yang harus mereka katakan. Hingga akhirnya Liana memecahkan keheningan dengan suaranya.
"Aku.. Aku minta maaf atas semua perbuatanku dan Mamaku selama ini. Percayalah.. Kami tidak dalam keadaan bisa menerima semuanya dengan senang hati," Alice mengangkat alisnya bingung. Dia tidak mengerti kenapa Liana tiba-tiba mengatakan itu.
"Hmh?! Apa maksudmu?!" tanya Alice.
"Mama.. Dia terlanjur terbutakan oleh amarah balas dendam. Hingga tidak sadar kalau dia membalas dendam pada orang yang salah. Dia menagih pembayaran atas semua kesalahan seseorang pada orang yang bahkan tidak tahu letak kesalahannya. Ya.. Karena memang orang itu tidak punya salah apapun pada kami. Seharusnya sejak awal aku tidak mendukungnya. Tapi ayolah, aku hanya seorang gadis penurut yang sangat menyayangi Mama. Jadi apa kamu pikir aku bisa menolak kehendaknya?" pandangan Liana berubah kosong, seakan ia tengah membayangkan sesuatu dipikirannya. Sedangkan Alice memilih diam. Dia hanya ingin memberikan Liana kebebasan untuk bercerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTACHE [Completed]
Ficción GeneralAlice, gadis yang hidup dengan bayang-bayang masa lalu kelam. Setiap harinya selalu tak luput dari berbagai kejadian menyakitkan. Harinya yang buruk semakin buruk dengan kemunculan orang yang sangat turut andil dalam masa lalunya. Hingga suatu hari...