Alice keluar dari gudang dengan senyum kemenangannya. Dia memakai jaket dengan cepat untuk menutupi seragamnya yang robek. Alice terus berjalan tanpa memedulikan perutnya yang sedikit terluka dan mengeluarkan darah. Bahkan tanpa ringisan atau keluhan sakit, wajahnya tetap datar dan itu menunjukkan bahwa dia bukan Alice. Seseorang bernama Alisa itu kembali mengambil alih tubuh Alice.
"Ck. Aku harus mengobati ini. Gadis itu sangat lemah dan cengeng," Alice memasuki UKS dan mengobati lukanya sendiri, lalu dia kembali berjalan menuju loker untuk mengganti bajunya.
Dia tidak mungkin menggunakan jaket terus kan, yang ada nanti malah kena razia OSIS. Bagaimana pun dia tidak boleh menambah masalah Alice. Selama ini saja dia sudah sangat geram atas apa yang terjadi pada Alice, tapi apa yang bisa dilakukannya kalau Alice sendiri tidak juga mengeluarkannya. Sebenarnya Alice sudah cukup lama menciptakan sosok Alisa dalam dirinya. Tapi dia belum juga memberinya celah untuk keluar.
Hingga kejadian di rumah sakit itu yang membuatnya keluar. Saat itu pertahanan Alice sedang lemah, dia tidak bisa mengendalikan dirinya hingga membiarkan Alisa mengambil alih. Dan beginilah jadinya, dia mulai sering muncul saat Alice merasa sangat tertekan dan kehilangan kendali atas dirinya.
Alisa tahu bahwa Alice menciptakannya hanya untuk menjadi tameng dan pertahanan diri. Tapi dia tidak berhak marah bukan, Tuhan tidak membiarkannya terlahir dan hidup dalam raganya sendiri. Tapi malah membuatnya menjadi sisi lain dari seseorang, dan dia harus melindungi orang itu.
"Alice, kamu bolos?" tanya Bu Gina, guru Bahasa Indonesia. Ia memperhatikan Alice dengan teliti dari atas hingga bawah. Lalu mengernyitkan dahinya ketika dua obsidiannya itu melihat jaket yang dipakai Alice.
"Kamu sakit?! Kenapa pakai jaket di sekolah?" Alice mempertahankan ekspresi datarnya, dan hanya menatap Bu Gina santai.
"Tidak. Tapi seragamku sobek, dan aku tidak mungkin membiarkannya terlihat bukan," Bu Gina sedikit terbelalak mendengar jawaban Alice.
"Kamu pikir kamu sedang bicara dengan siapa? Kenapa nada ucapanmu seperti itu?" tanya Bu Gina sinis.
"Lalu aku harus jawab apa? Kenyataannya memang begitu. Sudah ya Bu, aku harus segera ganti baju. Aku tidak mau ketinggalan pelajaran. Maaf," Alice sedikit membungkukkan tubuhnya melewati Bu Gina yang menatapnya geram. Lalu Bu Gina hanya menghela nafas melihat punggung Alice yang mulai menjauh. Dalam pikirnya, Alice sangat aneh hari ini.
Setelah mengganti seragamnya, Alice kembali ke kelas. Disana dia melihat Liana sedang duduk sendirian dengan pandangan kosong, terlihat sekali kalau dia sedang banyak pikiran. Dan itu membuat Alice tersenyum puas."Kita lihat apa kau akan menepati janjimu atau tidak. Aku tahu meskipun aku tidak mengancammu, kamu pasti akan melakukan sesuatu agar Alice tetap disini. Ya.. Walaupun itu secara diam-diam. Karena aku tahu dihatimu masih tersimpan nama Alice sebagai sahabatmu Liana!"
***
Sudah seminggu berlalu, dan itu artinya waktu yang diberikan Pak Wahyu sudah habis. Namun sampai saat ini Alice maupun Darka masih belum menemukan buktinya. Dan Liana juga masih tidak mau mengatakan yang sebenarnya. Alice sudah sangat putus asa saat ini.
Sedangkan Darka masih berusaha keras mencari bukti. Hingga saat jam istirahat tiba, Alice kembali dipanggil ke ruang kepala sekolah. Sesaat dilihatnya wajah Darka dengan lekat, lalu mengalihkan pandangannya pada jemari Darka yang meremas tangannya resah. Alice tahu Darka sedang cemas, ia pun begitu. Tapi Alice mencoba menahannya.
"Sudahlah Darka, mungkin ini memang takdirku. Maaf tidak bisa memberikan jawabannya. Aku pergi dulu ya," Alice akhirnya pergi ke ruang kepala sekolah dengan hati berat.
![](https://img.wattpad.com/cover/133655823-288-k660784.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTACHE [Completed]
General FictionAlice, gadis yang hidup dengan bayang-bayang masa lalu kelam. Setiap harinya selalu tak luput dari berbagai kejadian menyakitkan. Harinya yang buruk semakin buruk dengan kemunculan orang yang sangat turut andil dalam masa lalunya. Hingga suatu hari...