BAB 29 MISS

164 7 0
                                    

Hari ini semua orang tampak berbahagia mendengar kabar bahwa Alice sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit siang nanti. Dan sekarang Bu Larina tengah membereskan baju Alice sambil berbincang kecil dengan Inara. Sedangkan Alice sendiri, beberapa kali ia memutar kedua bola matanya malas melihat perdebatan Liana, Ervin dan Ahza di depannya.

“Ayolah Liana, kamu mau ya jadi kekasihku. Pleaselah!” mohon Ahza menyodor-nyodorkan sebuah bunga cantik pada Liana.

“Tidak boleh! Liana lebih baik bersamaku! Lihat aku sudah membawakan coklat untuknya. Ini Liana terimalah bersama cintaku!” tak ingin kalah, Ervin juga menyodorkan sekotak coklat pada Liana yang hanya menatap kedua pria itu dengan malas.

“Ck. Sudahlah. Berikan ini padaku! Sebenarnya kalian mau menjenguk siapa sih? Yang sakitkan aku, kenapa malah memberikan bunga dan coklat pada Liana!” seru Alice jengah sehingga kedua tangannya merampas bunga dan coklat dari Ahza dan Ervin.

“Ih Alice, kembalikan!” seru Ahza tak terima.

“Tidak mau. Ini untukku saja!” Alice mendekap erat bunga dan coklat itu di dadanya.

“Huh dasar jomblo! Ternyata begini ya efek terlalu merindukan seseorang,” sindir Ahza yang tak menyadari senyuman di bibir Alice telah luntur. Hatinya kembali sakit saat bayangan Darka kembali menyapu pikirannya.

“Ahza.. Kamu tahu Darka dimana? Apa aku tidak bisa bertemu dengannya lagi walau sekali?” Alice menunduk dalam dengan setetes air mata yang jatuh di pipinya.

“Ya ampun Alice, kamu benar-benar merindukannya? Hei dengar! Bukankah Darka pernah berjanji padamu?” Ahza duduk disamping Alice dan memegang kedua bahunya. Dia menatap lekat Alice yang sedang mengangguk ragu.

“Nah, apa yang dia janjikan?” tanya Ahza bersedekap.

“Dia akan kembali,” cicit Alice pelan sambil memilin kausnya.

“Itu kamu masih ingat. Tenanglah Alice, Darka itu bukan pria pembohong. Kalau dia bilang akan kembali, maka dia akan kembali. Apalagi kalau dia sudah berjanji, pria itu pasti akan menepatinya!” semua orang terdiam memandang Alice. Bahkan Bu Larina dan Inara yang tidak tahu apa-apa pun juga ikut memandang Alice dengan bingung. Ia tidak tahu apa lagi yang sedang dihadapi anaknya ini. Ia ingin sekali bertanya, namun ia rasa saat ini lebih baik membiarkan Alice menyelesaikan masalahnya dengan bantuan teman-temannya saja.

“Benarkah itu?” Alice mengangkat wajahnya dan menatap Ahza dengan pandangan berbinar-binarnya, membuat semua orang gemas melihatnya.

“Iya tentu saja. Nah sekarang, lebih baik kamu tersenyum! Kamu sangat cantik kalau tersenyum,” Ahza menarik kedua sudut bibir Alice dan membentuk sebuah kurva senyum disana mengabaikan wajah Liana yang mulai terlihat masam.

“Ck. Tadi bilang mencintaiku. Tapi sekarang, dia bahkan merayu gadis lain dihadapanku!” sinis Liana memandang tajam Ahza yang mulai gelagapan.

“Hehe.. Liana, jangan marah. Aku kan hanya menghibur Alice,” rayu Ahza mendekati Liana yang sedang membuang wajahnya kesal. Sedangkan Ervin tampak menyeringai melihat sebuah kesempatan emas untuknya.

“Ah Liana, ayo bersamaku saja. Aku tidak akan php seperti dia.”

‘Baiklah Darka, aku akan menunggumu dan terus mencintaimu. Kembalilah dengan segera,’ tanpa semua orang sadari, kini Alice benar-benar tengah tersenyum tulus. Sangat sangat tulus.

***

Desember 2016

Satu tahun telah berlalu dengan lika liku kehidupan Alice yang kini telah tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik. Seorang gadis designer yang profesional. Dia bahkan telah memiliki butik sendiri dan beberapa kali mengadakan acara peragaan busana rancangannya sendiri.

Dia tinggal berdua dengan Liana di sebuah rumah kecil yang dibelikan kedua orang tuanya satu tahun yang lalu sebagai syarat agar ia bisa tinggal berpisah dengan orang tuanya. Sebenarnya Alice bisa saja membeli rumah lain yang lebih besar dengan uangnya sendiri, namun ia tidak ingin mengecewakan orang tuanya. Sehingga ia lebih memilih untuk tinggal di rumah itu saja.

Hubungannya dengan orang-orang dan masyarakat juga terbilang baik sekarang. Tidak ada lagi cemoohan dan bullyan terhadapnya. Dia sudah benar-benar disegani semua orang. Dan Alice tahu benar kalau hal ini tentu tak lepas dari campur tangan Liana. Alice tahu Liana melakukan sesuatu sehingga masyarakat dapat merubah cara pandangnya terhadap Alice. Karena itu Alice benar-benar sangat berterima kasih pada Liana yang sekarang telah kembali menjadi sahabatnya.

Hari ini tampak begitu sibuk bagi Alice, tentu saja karena beberapa hari lagi ia akan kembali mengadakan peragaan busana. Tampak gadis itu tengah menunggu seseorang yang telah memiliki janji dengannya untuk bertemu. Beberapa kali ia melirik jam ditangannya, berharap orang yang ditunggunya segera datang. Oh ayolah ia bukan sedang tidak punya pekerjaan sekarang. Matanya terus berkeliaran gelisah melihat-melihat kesekelilingnya, hingga kedua matanya berhenti pada punggung seseorang yang terlihat gelisah dengan ponsel ditelinganya.

Puk

Alice menyentuh pundak orang itu ragu, hingga dia berbalik dan membuat mata Alice membulat tak percaya.

"Fela.. Ini kamu?!" lirih Alice tak percaya.

"Maaf, bisa tolong tunjukkan ruangan designernya? Aku ada urusan dengannya," ucapnya terburu-buru. Dia berusaha keras agar ekspresinya tidak menunjukkan kalau ia mengenal Alice.

"Fela, bagaimana kabarmu?" bukannya menjawab pertanyaannya, Alice malah bertanya hal lain.

"Kalau kamu tidak bisa tunjukkan, bilang saja. Jadi aku tidak perlu berlama-lama membuang waktu disini!" kesalnya membuang muka.

"Fela aku Alice! Aku merindukanmu.." Alice meraih tangannya dan menggenggamnya erat dengan penuh kerinduan.

"Ck. Tidak berguna!" setelah mendelik kesal, gadis bernama Fela itu melangkahkan kakinya menjauh dari Alice. Ya, gadis itu memang Fela. Fela teman Alice.

“Aku designernya. Ayo ikut ke ruanganku!” Alice menarik pelan tangan Fela yang sedang tercengang tak percaya mendengar penuturan Alice barusan.

“Maaf, tolong jangan bercanda. Aku sedang tidak main-main,” balas Fela datar dan melepaskan genggaman tangan Alice paksa.

“Aku juga tidak main-main, aku designernya. Cepatlah, waktuku tidak banyak. Kamu modelnya kan? Ayo kita bicarakan didalam!” nada suara Alice berubah dingin dan datar. Wajahnya mengeras tanpa ekspres membuat Fela mau tak mau mempercayai perkataan gadis itu dan mulai mengikutinya ke dalam.

“Jadi bagaimana dengan tawaranku? Beberapa karyawan menyarankan untuk menggunakan jasamu sebagai model dalam peragaan busanaku kali ini. Aku tahu kamu model profesional dari luar negeri. Tapi aku benar-benar tidak menyangka kalau mantan temanku ini adalah modelnya. Tapi melihat penampilanmu sekarang, aku yakin kamu benar-benar seorang model yang telah melupakan mantan temannya dulu!” entah kenapa ucapan Alice benar-benar menusuk tepat dihati Fela. Entah sengaja atau tidak, tapi terdengar jelas di telinga Fela kalau Alice menekankan kata ‘mantan’ di kalimatnya barusan.

“Maafkan aku,” gadis itu menundukkan wajah dengan perasaan bersalah yang sudah tak dapat dibendung lagi.

“Kamu bicara padaku?” sinis Alice menyipitkan matanya.

“Maafkan aku Alice. Ayahku sudah tahu yang sebenarnya beberapa bulan yang lalu dan dia mengijikankanku kembali ke Indonesia untuk menemuimu. Ia juga menitipkan ucapan maafnya untukmu. Ayahku benar-benar menyesal telah memisahkan kita dulu. Aku minta maaf Alice, seharusnya aku tidak bersikap seperti itu padamu tadi. Tapi aku hanya takut kamu membenciku. Maaf..” Fela semakin menunduk dalam.

“Benarkah?!” Alice mengangkat wajahnya dengan senyuman cerah. Wajahnya begitu berseri dengan kebahagiaan. Dan hatinya semakin senang saat kedua matanya melihat Fela mengangguk.

“Terimakasih Fela!! Terimakasih banyak!”

***

HEARTACHE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang