Part 1

560 109 199
                                    

Aku sedang duduk manis ditemani secangkir teh dan kue cokelat. Teman yang pas untuk bengong-bengong tidak jelas.

Sebenarnya bukan bengong, sih. Lebih tepatnya aku sedang menunggu seseorang. Bisa dibilang orang yang sangat special atau kusebut saja sebagai 'target'.

Aku melirik jam yang melingkar di tangan kiriku. Lima menit lagi dan targetku akan datang.

Yup!!!

Lonceng di pintu masuk berbunyi, itu tandanya seseorang sudah bertamu ke Cafè ini. Dapat aku lihat, dia, targetku datang dengan menggandeng seorang wanita dengan pakaian kurang bahan, membentuk lekukan tubuhnya yang sedikit berlemak di bagian perut.

Well, tubuhku jauh lebih indah.

Oke, lupakan! Fokus kepada pria tengik yang menjadi incaranku.

Pria itu, pria yang paling aku benci di dunia ini, dia yang dulu membuatku terlihat bodoh dan diolok-olok oleh teman satu sekolahku karena percaya padanya. Pria itu merusak masa remajaku.

Sudahlah, aku sedang malas membahasnya. Bagaimana kalau kita kembali ke masa sekarang. Si pria tengik itu namanya Sean. Sean Allano.

Pria yang suka bergonta-ganti pasangan. Mempermainkan wanita semaunya. Membuat wanita itu jatuh padanya setelah itu ditinggalkan begitu saja.

Saat ini pria itu duduk di depan meja yang aku tempati. Aku lihat pelayan membawakan mereka buku menu, menanyakan pesanan mereka kemudian berlalu

"Honey, lihatlah ini!" Kata wanita itu sambil menunjukan sesuatu dari ponselnya.

"Ambillah kalau kau mau," kata si tengik. Cih?! Sombong sekali dia.

"Oohh, thank you so much, Honey. I love you." Woah aku ingin muntah.

Jangan menatapku kasihan, aku disini bukan sebagai obat nyamuk. Lagi pula aku tidak iri sama sekali dengan kemesraan mereka. Aku sedang menunggu giliranku untuk tampil.

Anggap saja ini panggung sandiwara!

Tak lama seorang pelayan datang membawakan pesanan mereka. Mereka memakannya tanpa banyak bicara. Sepertinya mereka begitu kelaparan. Ah kasihan sekali.

"Mel, ada yang ingin aku katakan," kata Sean.

"Katakan saja, Honey!" Jawab wanita yang Sean panggil 'Mel' itu.

"Aku ingin mengakhiri hubungan ini. Aku tidak bisa lagi denganmu." Aku bisa lihat wanita itu menahan nafasnya sebentar kemudian menatap marah kearah Sean. Sementara aku tidak dapat melihat ekspresi Sean karena ia membelakangiku.

"Tapi kenapa? Kau tau aku sangat mencintaimu, Sean. Aku memberikan semuanya dan baru kemarin kita-"

"Itu tidak berarti apa-apa bagiku. Kau yang meminta hubungan ini, kau yang memberikan tubuhmu padaku. Aku tidak pernah memintanya." ujar Sean tenang.

"Tidak, kau juga menikmatinya, kan? Aku tidak mau hubungan ini berakhir. Kau milikku, Sean. Aku mencintaimu." Wanita itu terisak, air matanya luluh. Merusak riasan menornya. Ah, kasihan juga dia.

"Tidak, kau mencintai uangku. Bukan aku," kata Sean, ia meminum kopi yang pelayan bawakan tadi. Aku dapat melihat gerak tubuhnya masih tenang. Padahal hampir semua mata pengunjung tertuju pada pertengkaran mereka. Termasuk aku.

Iya, aku. Aku sedang menikmati drama dari wanita malang dan si kaya raya.

"Sudahlah, simpan air mata buayamu! Aku sudah tau semuanya, sekarang pergilah!" Wanita itu kemudian pergi dengan wajah kesal dan kaki yang di hentakkan. Tangisnya hilang begitu saja. Sepertinya yang Sean katakan tadi benar. Wanita itu bukan wanita baik-baik.

Wanita tadi sempat menoleh ke arahku namun aku langsung memalingkan wajah. Malulah ketahuan menguping, walaupun kenyataannya aku memang menguping pembicaraan mereka bahkan sedari mereka sampai di Cafè ini. Hehehe.

Ah sudahlah, aku tidak punya urusan dengan wanita itu. Urusanku adalah dengan Sean Allano.

Oke! Saatnya tampil.

Aku menunggu sebuah kesempatan agar aku bisa masuk ke cerita ini. Kemudian saat itupun tiba.

Brukk.

Aku sengaja menabraknya saat Sean bangun dari duduknya. Akupun terjatuh. Untuk bagian jatuh ini aku memang benar-benar terjatuh. Asli tanpa rekayasa.

"Aaww." Aku meringis, sepertinya tanganku tergores sudut meja. Karena aku merasakan perih pada tanganku.

Sebuah tangan terulur di depanku. Aku mendongak untuk melihat siapa gerangan pemilik tangan ini. Dan..

Yup!!! Langkah pertama berhasil.

Sean mengulurkan tangannya, membantuku berdiri.

"Maaf," katanya.

"Tidak apa, saya yang kurang hati-hati," kataku.

Sean menatapku dari atas sampai ke bawah kemudian ke atas lagi. Aku merasa risih karenanya.

"Maaf, saya buru-buru. Sekali lagi maafkan saya, Tuan." Aku kemudian meninggalkannya, berjalan sedikit cepat ke luar dari Cafè ini. Aku ingin semua terlihat natural.

Akupun masuk ke mobil dan melajukannya.

Menuju sebuah tempat dan mengejutkan seseorang.

...

Hah, suasananya masih sama. Tempat ini, suasana ini, aku sangat merindukannya. Aku turun dari mobil, mengambil beberapa barang dari bagasi. Mataku menatap ke arah rumah itu, rumah sederhana yang menyimpan banyak cinta, khususnya untukku.

Aku membuka kaca mata hitam yang sedari tadi aku pakai, mungkin mereka tidak akan mengenaliku yang sekarang. Atau mungkin masih ada yang mengenaliku, karena...

"Zilvia?" Seseorang memanggilku.

.
.
.
.
Auuhh, apa ada yang menunggu cerita ini?

Aku butuh saran dari teman-teman semua, soalnya aku masih newbie di sini.

B

y the way, terimakasih buat teman-teman readers yang sudah memeberikan Vote dan Commentnya di PROLOG cerita Mr. PLAY BoY.

Semoga kalian suka.....

Salam berkawan

Mr. PLAY BoYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang