Part 8

317 55 148
                                    

Brak

Plak

Aku tersungkur di lantai, pipiku memanas. Aku merasakan perih di sudut bibirku dan saat aku menyentuhnya ada darah di sana.

"Apa yang kau lakukan, Wina?" bentak Sean pada wanita itu.

"Aku tidak suka ada wanita yang dekat denganmu," kata Wina.

"Tapi tidak dengan cara kekerasan, tangan kotormu tidak pantas menyentuhnya." Urat lehernya terlihat jelas saat Sean mengatakan itu, nada suaranya meninggi.

"Kau membela jalang ini?"

Brak

Sean menjambak rambut wanita itu, matanya berkilat merah.

"JAGA UCAPANMU!"

Wanita itu meronta, aku yakin dia kesakitan sekarang. Aku hanya bisa diam melihat kejadian ini. Sean begitu mengerikan.

"Iblis," desis wanita itu yang ditanggapi dengan tatapan sinis oleh Sean.

"Pergi dari sini! SEKARANG!" Sean melepaskan pegangannya dari rambut Wina kemudian ia beralih menatapku yang masih terduduk di lantai.

Wina menatap penuh kemarahan ke arahku sebelum ia pergi dari ruangan ini dengan penuh amarah.

"Astaga, Zee kau terluka," kata Sean, tatapan penuh kemarahan tadi hilang digantikan sorot kelembutan.

Sean mendekat ke arahku dan membantuku berdiri.

"Awwhh."

"Apa yang sakit, sebelah mana?" Kenapa dia seolah-olah mencemaskanku?

"Kakiku sakit sekali," kataku. Sepertinya kakiku terkilir.

Sean memapahku ke arah sofa, membantuku duduk kemudian ia merogoh ponselnya dan menghubungi entah siapa.

Beberama menit kemudian Max datang dengan seorang dokter. Ini berlebihan, kenapa ia memanggil dokter. Tak ada yang serius, hanya luka kecil dan kaki yang terkilir.

"Kakinya terkilir, Tuan. Tidak terlalu parah, mungkin dua hari lagi sudah sembuh, Tuan tidak perlu khawatir." Dokter itu kemudian pergi, diantar Max tentunya.

"Lain kali jangan memakai yang setinggi itu!" Aku menoleh ke arahnya.

Dia menasehatiku? Kenapa dia terlihat begitu perduli?

"Zee, kau dengar aku?" katanya.

"Iya, Tu--"

"Sean! Panggil aku Sean!"

"Baiklah, Sean."

Hening, hingga tangannya terulur pada bibirku.

"Apa ini sakit?" tanya Sean, ia menyentuhnya membuat aku meringis.

"Maaf," katanya.

"Hah?"

"Maaf untuk luka ini dan kakimu."

Sean meminta maaf padaku. Ini keren.

Jujur saja kejadian tadi di luar yang aku dan Kean rencanakan, tapi hasilnya tidak begitu mengecewakan.

"Tidak apa, ini bukan salahmu," kataku dengan senyum.

Hening kembali, tidak ada pembicaraan antara kami.

"Ayo, aku antar kau pulang!" katanya kemudian membantuku berdiri. Kakiku yang diperban membuat aku tidak bisa memakai kembali sepatuku, ini membuat aku jauh lebih pendek darinya. Hanya sebatas dada.

Mr. PLAY BoYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang