Part 13

261 34 122
                                    

Hari makin larut, mungkin sudah mendekati pagi. Aku masih belum bisa memejamkan mataku walau pun aku sudah mencobanya sejak tadi.

Sean sudah terlelap sejak beberapa jam yang lalu, mungkin ia lelah. Tapi aku juga lelah, hanya saja mataku enggan untuk mengikutiku.

Pikiranku malah bernostalgia dengan masa laluku. Kenangan-kenangan pahit selama enam belas tahun kehidupanku menari dan terus membayangiku.

Bagaimana mereka mangucilkanku karena aku orang miskin, bagaimana mereka selalu meremehkanku dan mengejekku.

Hal yang paling menyakitkan bagiku adalah kenyataan bahwa orang tua kandungku juga tidak menginginkanku. Itu yang pertama, dan yang kedua adalah Sean.

Iya, pria yang kini sedang terbaring di sebelahku.

Teringat saat ia memangku seorang wanita di hari itu. Wanita yang ia bilang lebih segala-galanya dariku. Entah apa yang mereka lakukan. Aku melihat wanita itu duduk di pangkuan Sean, berhadapan langsung dengan tubuh Sean. Dua kancing teratas kemeja wanita itu terbuka, bahkan aku bisa melihat dalamannya. Belum lagi rok mini yang ia kenakan sudah tersingkap dengan tangan Sean berada di belakang tubuhnya.

Jika kalian menjadi aku, apakah yang kalian pikirkan? Salahkan jika aku menangisinya? Salahkah jika aku terluka? Salahkah kebencian yang aku miliki saat ini?

Belum lagi, saat aku menghampirinya. Dia hanya melirikku sekilas dan kembali sibuk dengan wanita itu. Aku marah dan menariknya paksa namun ia hempaskan tanganku begitu saja.

Teman-temannya menyorakiku. Mereka mengataiku putri buruk rupa yang berharap kepada pangeran. Aku pikir Sean akan membelaku, tapi kenyataannya ia malah ikut meledekku dengan kata-katanya.

Kata murahan dan jalang lah yang paling menyakitiku. Begitu juga pengakuannya bahwa aku hanya bahan taruhan antara dia dan teman-temannya.

Dan hatiku hancur, kenyataan itu membuat batinku terluka. Luka lebar tak kasat mata yang bahkan sampai lima tahun ini belum bisa terobati. Sejak saat itu aku memutuskan untuk pergi. Meninggalkan cintaku di sini dan membawa serta dendam bersamaku.

...

Pagi menjelang, aku sudah selesai mandi dan akan pergi sebentar lagi. Hari ini aku tidak punya acara apa pun. Tapi setidaknya wara-wiri di jalanan bisa membuatku sedikit terhibur.

Hari ini Sean tidak ada jadwal sama sekali, mungkin aku bisa membajaknya seharian ini. Sekalian pendekatan.

"Sean." Aku menggerakkan lengannya agar ia segera bangun.

"Sean."

"Hhhmm."

"Ayo bangun! Ayo kita jalan-jalan," ajakku. Ia menggeliat, matanya mengerjap lucu yang membuatku ingin memukulnya.

Matanya terbuka, kemudian ia menyibakkan selimut dan terpampanglah tubuh kekar dengan enam potong roti sobek itu. Mungkin bisa aku minta satu untuk sarapan?!

"Apa yang kau lihat?" pertanyaan itu membuat aku mengerjap. Ah, aku ketahuan sedang menatapnya.

"Tidak," kataku. Aku membuka tirai yang sedari tadi menghalangi sinar matahari untuk bertamu.

"Sean ayo bangun! Ayo jalan-jalan!" ajakku lagi.

"Aku ada jadwal hari ini."

"Jangan berbohong."

"Sungguh, aku akan pergi dengan Tara."

Play boy sialan.

...

Tin...tin...

Aku terkesiap hampir menjatuhkan ponselku. Ketika aku menoleh sebuah sepeeda motor berhenti di sebelahku. Motor sport warna hitam dengan pengendaranya yang terlihat gagah dan sangat cocok dengan motor itu.

Mr. PLAY BoYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang