Aku menatap ponsel dan pintu secara bergantian, mungkin ini sudah ke sekian kalinya tapi yang aku tunggu tak kunjung datang.
Entah ke mana si tengik itu pergi, bahkan sampai sekarang ia belum juga kembali.
Awas saja jika dia mendiamiku lebih lama dari ini.
Aku merajuk? Yeah, kalian bisa menyebutnya begitu. Jujur saja aku merasa perasaanku dipermainkan.
Kemarin saat di pantai ia memperlakukanku dengan sangat manis. Begitu Levan datang, sikapnya langsung berubah, bahkan ia sangat kasar semalam.
Tapi, hal itu juga membuat aku merasa jika Sean mulai memiliki sedikit rasa padaku.
Semoga saja tebakanku benar.
...
Matahari sudah terbenam dan si tengik belum juga kembali. Aku penasaran apakah pria itu tidak mandi? Tidak berganti pakaian?
Ah! Sudahlah, untuk apa aku perduli? Mungkin saat ini Sean sedang bersenang-senang dengan wanita jelek itu. Si Tari, Taro, siapalah itu namanya.
Aku memutuskan untuk makan malam di luar. Seharian mengurung diri menbuatku ingin makan orang. Aku harap bisa melihat Sean nanti, agar aku bisa memakannya sebagai menu utama.
Baiklah, saatnya berangkat.
Aku bersenandung ria, menyusuri trotoar yang banyak dilalui oleh para wisatawan. Langkahku terhenti di sebuah restaurant mewah dan aku sangat ingin makan di sana.
Tak apa, lagi pula besok hari terakhirku di sini. Aku ingin menghabiskan uang jajan yang Kean berikan padaku. Bukan masalah besar, selagi yang aku pakai bukan uangku.
Hehehe.
Seorang pelayan menghampiriku, ia memberikan buku menu dan mulai mencatat pesananku.
Aku melihat sekelilingku, dekorasi tempat ini terlihat berlebihan.
"Permisi, ini pesanan anda."
Pelayan itu membawakan pesananku dan meletakkannya di meja. Aku tersenyum dan mengucapkan terimakasih.
Baru saja aku akan makan, tiba tiba lampu di restaurant ini padam. Aku yang terkejut langsung berteriak.
Aku mulai panik, aku paling takut dengan kehelapan. Gelap membuatku tidak bisa melihat di sekelilingku, membuatku merasa sendiri dan aku benci hal itu.
Napasku mukai memburu, aku benar-benar merasa ketakutan. Ingin aku keluar tapi aku tidak bisa melihat apa pun.
Hingga sebuah teriakan bersamaan dengan lampu yang menyala membuatku benar-benar nyaris menangis.
"SELAMAT ULANG TAHUN, ZEE!!!"
Di sini, Mama, Papa dan Ello berdiri mengelilingiku dengan Ello yang membawa kue di tangannya.
"Ucapkan permintaanmu dan tiup lilinnya!" kata Ello. Aku memejamkan mataku dan mulai mengucapkan satu permintaan.
Hal yang sangat aku inginkan. Sangat.
Mereka semua bertepuk tangan saat aku meniup lilin bertuliskan angka dua puluh dua itu. Tak kusangka umurku sudah bertambah.
Aku sangat senang mereka mengingatnya, bahkan aku sendiri lupa dengan ulang tahunku.
"Aku tidak percaya kalian mengingatnya," kataku dengan sedikit terisak.
Rasanya tidak percaya bahwa sekarang mereka adalah bagian dari hidupku. Mereka jiwaku.
"Kami selalu mengingat hari kelahiranmu, litle angel."
Papa yang pertama memelukku, mencium keningku di susul oleh Mama yang juga melakukan hal yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. PLAY BoY
RomansaWarning!!! 17+ "janjiku pada diriku sendiri, bahwa aku akan memilikimu dan kau akan bertekuk lutut di depanku. Lihat saja?!"