Part 19

119 12 3
                                    

Brakk

"Astaga!!!" pekikku kaget. Aku melihat Sean yang buru-buru turun dari mobilnya dan aku pun menyusulnya.

"Zee tunggu di mobil!" titahnya yang tak aku hiraukan. Aku tetap mengikutinya untuk melihat keadaan mobil kami yang ditabrak dari belakang.

Sean mengetuk kaca mobil itu dan betapa kagetnya aku saat sang pemilik mobil membukanya.

"Kau?!"

...

Sean memacu mobilnya dengan kecepatan penuh. Acara kami gagal total dan kami memutuskan untuk pulang. Maksudku Sean yang memutuskannya sepihak.

"Sean," panggilku.

Tak ada jawaban darinya. Aku melirik ke arahnya takut-takut. Tatapannya bahkan tak teralihkan dari jalan yang kami lalui. Tidak sedikit pun ia menatap ke arahku.

Rahangnya mengetat dengan tangan yang mencengkram erat setir.

Kembali aku memanggilnya namun ia tak menjawabnya juga. Aku jadi kesal sendiri. Kenapa ia harus bersikap seperti ini padaku.

"Sean, pelan-pelan!" ujarku.

"Diamlah atau kita akan mati bersama." Sean menaikan kecepatan mobilnya yang membuatku terpekik.

Sialan,  aku masih ingin hidup, dan mati bersamanya bukan salah satu cita-citaku.

Setelah melewati keheningan selama tiga puluh menit, kami akhirnya sampai di rumahku. Ia menghentikan mobil di depan gerbang dan ia tidak mengatakan apa pun padaku.

Tentu saja aku wanita yang tahu diri, secara tidak langsung ia mengusirku dari mobilnya. Dengan perasaan kesal aku keluar dan membiarkan pintu mobilnya terbuka. Aku tak mengucapkan apa pun dan masuk begitu saja.

...

Tiga hari kemudian.

Ini hari ke tiga aku tidak bekerja. Tiga hari ini aku habiskan untuk bermanja ria bersama Mama dan Papa. Kebetulan mereka sedang di rumah dan aku tidak ingin menyia-nyiakan waktu berharga ini.

Dan hari ini mereka harus kembali ke pekerjaan mereka. Jadilah aku mengantar mereka ke bandara. Aku pasti akan merindukan mereka.

"Mama dan Papa harus jaga kesehatan, jangan makan yang berlemak. Kalian sudah berumur untuk memakan yang seperti itu," kataku panjang lebar.

"Seharusnya kami yang mengatakan itu, kenapa jadi kau yang menasehati kami?!" Papa tertawa di akhir kalimatnya kemudian mencubit gemas pipiku.

"Papa," geramku.

Papa terkekeh.

"Zee, kau harus menjaga diri baik-baik!" ujar Mama.

"Tentu saja, Ma," jawabku dengan senyum meyakinkan.

"Oh, iya. Sampaikan salam kami pada Sean. Jangan lama-lama merajuk, kau kan sudah dewasa, Zee."

"Iya, hati-hati Ma, Pa," aku melambaikan tanganku pada mereka.

Yah, dua malaikatku sudah pergi dan baru akan kembali beberapa bulan lagi.

Aku pasti akan merindukan keisengan Papa dan sikap lembut Mama.

Orang tuaku.

Dan, apa itu tadi? Salam untuk si tengik?

Tidak akan, dia bahkan tidak menghubungiku tiga hari ini. Apa dia tidak merindukanku? Apa dia tidak merasa bersalah sedikitpun?

Ah, masa bodoh! Untuk apa aku memikirkannya. Biarkan saja sampai dia yang menghubungiku duluan. Toh aku tidak merindukannya.

Aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Aku sedang malas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 28, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mr. PLAY BoYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang