Gadis Beruntung #part 17

2.9K 220 25
                                    

Bagas meminta ijin keluar lagi karena ada panggilan masuk.

"Enni." Suara dari seberang.

Merasa tidak asing dengan panggilan itu siempunya nama menoleh kearah orang tersebut.

"Enni anak IPA 3, katua rohis putri, SMAN 3." Lanjut suara itu.

Fani mengerutkan kening sambil membenarkan kacamatanya.

"Kian.. Kian Prasetyo." Suaranya setelah ingatannya kembali.

"Yes. I am. Alhamdulillah masih kenal sama aku." Suara lega.

"Ya Allah itu beneran kamu. Apa kabar Kian?." Tanya Fani semangat.

"Alhamdulillah baik. Syukur aku nggak salah orang, habisnya kamu sekarang beda." Ada penekanan diakhir kalimatnya.

"Beda gimana maksudmu?."

"Ya beda. Sekarang pakai kacamata dan lebih cantik."  Suara Kian jujur.

"Ya ku akui kalau sedikit lebih cantik karena make over Mama. Bay the way kamu kok bisa jadi tangan kanannya Pak Bagas sih Kian.?" Ia penasaran.

"Kamu inget waktu kita kelas tiga. Motor kesayanganku harus aku jual buat bayar tunggakan sekolah. Usaha keluargaku bangkrut karena krisis moneter. Keluarga Pak Bagas yang membantu usaha kami kembali dan aku dikuliahkan. Jadi sejak semester empat aku jadi tangan kanannya Pak Bagas. Kalau nggak ada keluarga Pak Bagas, mungkin aku nggak bisa punya gelar sarjana." Cerita Kian pada Fani.

"Oh gitu. Nasib kita nggak beda jauh, kalau aku nggak diangkat jadi anak sama Papa mungkin juga tidak akan pernah merasakan bangku kuliah. Tahu sendiri keluargaku seperti apa. Kamu inget waktu SMA pernah kerumahku terus bantuin ibu ngangkatin padi sambil ngantri giliran mandi." Fani ikutan bercerita.

"Hahaha... ya ya aku masih inget banget. Malah ibu yang nimbain air buat aku, katanya gantian. Sumurnya masih ada kan?." Tanya Kian pada Fani.

"Ya masihlah. Tapi sekarang sudah pakai sanyo, jadi nggak nimba lagi. Haha..okey nanti kalau pulang kampung mampir lah."

"InsyaAllah ku usahakan mampir kalau pulang kampung."

"Opo jek kelingan dalane? ."(apa masih ingat jalannya?.) Tanya Fani pakai bahasa jawa.

"Yo ijek noh. Mosok yho lali. Ora pindah to omae."(ya masih. Masak lupa jalannya. Nggak pindah rumahkan). 

"Ejek sing mbiyen tapi saiki wis rodo apek sitik. Hehehe." (Masih yang dulu tapi sedikit lebih bagus.)

"Siip." Suara Kian sambil mengacungkan jempolnya.

"Sorry.. sorry keasyikan ngobrol sampai lupa." Kian memberikan prosedur kerjasama yang ditandatangani Bagas, Ardi dan Bryan.

Sedangkan yang lain hanya memperhatikan obrolan mereka.

"Maaf pak Bagas baru menjemput putrinya. Jadi tidak bisa kembali kesini. Sebagai gantinya lain waktu akan diganti dengan makan siang bersama." Suara Kian pada yang lain.

"Ya pak Kian kami mengerti."

"Pak Bagas sudah punya anak?." Tanya Fani agak terkejut.

"Iya sudah. Umurnya sekitar lima tahun. Dan Pak Bagas itu singgle parent karena istrinya meninggalkannya."

"Maaf kalau begitu saya permisi dulu." Kian pamit.

"En... eh Fani. Kapan-kapan kita lanjut lagi ngobrolnya. Assalamu'allaikum." Suara Kian berpamitan.

"Okey Kian. Sukses buat kita ya. Walaikumsalam" Suara Fani yang mendapat ajungan jempol darinya.

Kian Prasetyo adalah temen SMA Fani waktu masih didesa dulu. Fani bisa masuk ke SMA itu karena mendapatkan bea siswa.

Gadis Beruntung (Novel Sudah Bisa Dipesan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang