Hancur sudah hati ini, percuma saja aku jatuh cinta namun cintaku jatuh. Perasaan seseorang bukan mainan, yang seenak hati dimainkan kala bosan. Mungkin ini sebuah proses, proses untuk menyadarkan kita bahwa sesuatu hal itu tidak selalu bisa bikin bahagia. Awalnya saat kita dekat, rasa bahagia itu selalu memuncak, namun akhirnya hanya ilusi belaka.
Pernahkah kamu sadar jika setiap hari aku menangis akibat ulahmu? Katakan saja aku lebay, tapi ini yang aku rasakan. Hati perempuan itu juga punya kadar kelemahannya.
Kamu gak ngerasain itu semua kan? Aku udah mati-matian supaya enggak terjebak masa lalu, dan sekarang aku sudah keluar dari zona itu. Namun kamu memilih bersama masa lalu karena rasa sayang itu masih ada.
Aku berkorban demi kamu, namun kamu berkorban demi dia.
Terkadang cinta bisa seperti ini.
***
Mata Syasya melebar, napasnya tercekat, Syasya mencoba mengatur agar detak jantungnya kembali normal. Jam masih menunjukkan pukul 3 dini hari. Syasya bersyukur karena masih bisa bangun dan melihat dunia.
Sekarang Syasya ketakutan, takut jika ia tidur lagi dan tidak akan bangun. Syndrom ini masih ia miliki sampai sekarang, ia rela menghabiskan uangnya agar syndrom ini tidak ia miliki lagi.
Waktu tidurnya terbuang membuat mata Syasya merah dan bengkak, tidak ada lagi harapan untuk tidur. Semua berubah, dulu Vino dan Aksa yang selalu menenangkannya untuk tidak khawatir saat tidur, namun itu semua tidak ada lagi.
"Kenapa harus gini, sih?" Syasya menghapus air matanya yang mengalir, seharusnya ia memiliki seseorang yang bisa menjaganya supaya untuk tetap tidur.
Syasya bangkit dari kasurnya dan melangkahkan kaki menuju kamar mandi, setelah membasuh wajah, Syasya keluar dari kamarnya.
Saat hendak turun, Syasya sempat melirik ke pintu kamar mamanya, langkah Syasya terhenti. Ia segera membuka pintu itu, hasilnya miris, mamanya tidak ada disini, itu artinya sudah dua hari mamanya tidak pulang.
Lengkap sudah semuanya. Harusnya tugas ibu adalah untuk menjaga anaknya, bukan malah dibiarkan begitu saja.
Syasya menggeleng pelan, ia harus meyakinkan diri bahwa Syahna tidak pulang ke rumah karena ia mencari uang untuk anaknya.
Syasya menuju ke dapur untuk mengambil susu cokelat dingin di kulkas, ia harus mendinginkan pikiran dan juga hatinya. Syasya kemudian duduk di kursi, menikmati dinginnya malam dan dinginnya susu ini, matanya mengerjap karena merasakan susu dingin ini mengalir di tenggorakannya, sungguh sejuk.
Aktivitas Syasya terhenti saat bel rumah Syasya berbunyi, menandakan ada tamu di depan rumahnya. Kenapa perasaan Syasya tidak enak?
Dengan rasa malas, ia melangkahkan kaki menuju pintu depan. Bel masih saja berbunyi membuat Syasya takut. Takut jika itu perampok, kenapa jam 3 seperti ini harus ada seseorang yang membunyikan bel?
Tangan Syasya sudah berada di handle pintu, perasaan khawatir sudah memuncak saat seseorang itu tidak lagi membunyikan bel miliknya. Ada apa di luar? Lalu sedetik kemudian suara batuk terdengar oleh telinga Syasya, tubuh Syasya menegang, sudah dipastikan suara berat itu berasal dari seseorang cowok.
![](https://img.wattpad.com/cover/120433583-288-k300391.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FEELING
Teen FictionTAMAT. (Tersedia dalam versi ebook) Kehidupan tidak ada yang tau, pun dengan perasaan. Seseorang yang baik tidak akan selalu baik, seseorang berpotensi berubah, selalu begitu. Menyakitkan saat terlalu berharap, lebih-lebih ke manusia. Dan juga, sem...