Volterra, Italia.
Leve menautkan keranjang makanan di pergelangan tangannya.
Setelah pergi membeli keperluan pangan untuk hari-hari mendatang, gadis itu memutuskan untuk segera pulang dan menikmati kesendiriannya.
Dia bahkan sudah punya rencana. Setelah ini dia akan memasak, berkreasi sendiri, membaca buku-buku mitologi kuno di kamar ataupun berkebun sepanjang hari.
"Ah, Miss Leve!" Seseorang terdengar meneriakinya. Tidak terlalu keras namun mampu membuat kepala Leve menoleh.
"Mr. Robinson? Ada apa?" Leve menggaruk tengkuknya, bertanya ragu.
"Tidak, tidak apa-apa. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa Anda perlu menjaga tanaman Anda."
"Masalah itu, saya selalu menjaganya, Mr. Robinson!" gumam Leve mantap. "Kalau memang tak ada yang perlu dibicarakan lagi, saya permisi!"
Leve membungkukkan badan, memberi salam untuk segera pergi. Tapi langkahnya ditahan lagi. Kali ini Mr. Robinson berceletuk agak pelan.
"Buah-buahan saya akhir-akhir ini hilang. Menyisakan bekas gigitan. Saya khawatir bila apa yang saya alami akan dialami Anda juga," akunya.
"Baik! Terimakasih!" Leve tersenyum tipis membentuk garis lurus di bibirnya. Perasaannya mendadak buruk.
Dia takut musibah yang dialami pedagang buah baik seperti Mr. Robinson juga akan terjadi padanya.
Leve membalikkan badan. Dadanya entah mengapa terasa berdenyut.
"Bekas gigitan? Apa maksud semuanya?"
Ini khayal. Dasar. Lelucon tak masuk akal.
¤¤¤
Leve melanjutkan perjalanannya. Sebentar lagi dia akan sampai rumah.
Dia berhenti sejenak melihat bangunan tinggi bercelah dengan waspada. Tadinya dia mendengar suara langkah kaki.
Seperti ada seseorang yang mengikutinya.
Leve meneguk ludah. Dia mengibas-ngibaskan tangan menjauhkan pikiran mengada-ada itu.
"Ah sudahlah, hanya halusinasi saja," pikirnya. Dia menengok ke kanan dan ke kiri sambil meremas gaun selututnya.
Leve meneruskan langkahnya. Srek, sekali dua kali dia mendengar langkah kaki di belakangnya.
Jantung Leve berdegup kencang. Dia mempercepat langkahnya, hingga tak membutuhkan waktu lama dia tiba di depan pagar rumah. Lekas-lekas dia masuk sembari terbirit-birit.
Beberapa buah di keranjangnya bahkan jatuh karena dia berlari-lari kecil menuju rumah.
"Boleh juga."
Jauh di seberang sana, sambil mengintip rumah besar Leve takjub, sosok itu mengamati gadis itu dari luar. Gadis itu cukup menarik. Wajah polos, mata hazel berwaspada itu makin membuat gadis itu terlihat cantik. Wajahnya manis. Mungkin saja darahnya juga akan terasa... manis.
Sosok itu menjilat ludahnya sendiri. Menggeram, "Kau mangsa selanjutnya, bocah."
Seringaian terbentuk di bibirnya. Lalu dia merengangkan otot-ototnya, seolah melakukan pemanasan.
"Sebentar lagi. Sebentar lagi kau akan tahu asyiknya bermain-main denganku."
--
TBC!27/1/2018
ig: @shelmatira
KAMU SEDANG MEMBACA
My Soul
VampireAku ingin mati. Kalimat itulah yang selalu dirapal Leve akhir-akhir ini. Dia ingin mati. Bukan karena dia sedang membenci kehidupan atau pun dia sedang pasrah pada nasibnya, tapi karena dia telah lelah dikejar-kejar oleh seorang... Vampir. Dia gadis...