23. Ingin membunuh Damb

1.9K 168 43
                                    

Malamnya, bel kerajaan dibunyikan.

Selesai berendam selama dua jam dengan kesabaran di ujung batas, Leve keluar dari tempat terkutuk itu.

Dia gemetaran. Bukan hanya masalah airnya yang membuat badannya meriang. Tapi karena hatinya juga selalu berdetak cepat karena tadinya dia sempat merasakan keberadaan Damb di kamar mandi.

Tapi, Damb tidak di sana. Pria itu tidak mungkin mengintipnya.

Pria itu tak akan kembali, pria itu tak akan membuang tenaganya lagi untuk gadis egois seperti Leve.

Tidak akan!

Lepas memakai pakaian merah dengan bunga di tengah dada pakaiannya, Leve benar-benar menjauh dari kamar mandi, menuju meja rias dan menata rambutnya.

Dia tak tahu bagaimana proses penobatannya nanti.

Dia tak ingin tahu bagaimana reaksi para penghuni daerah setelah mengetahui bahwa putri kerajaan adalah gadis yang pernah mendapati darah anugerah.

Dia tak memikirkan itu. Dia tak lagi kepikiran hal itu.

Dia... hanya memikirkan Damb.

"Entah perasaanku saja atau bagaimana, kurasa Damb berada di sekitarku dan mengawasiku dari jauh," gumamnya, kemudian menggeleng, "Ah, tak mungkin. Dia sudah pergi."

Mengapa lagi-lagi dia berharap?

Leve melihat peralatan rias lengkap di depannya, menata sebaik-baiknya. Entah dia menata wajahnya sebegitu baiknya untuk apa.

Dia sudah tak perlu berdandan cantik-cantik karena Damb tak ada di sisinya untuk memujinya seperti biasanya.

Duh. Kenapa pikirannya mengarah ke Damb lagi?!

Seseorang mengusap puncak kepala Leve secara tiba-tiba, hingga gadis itu terdiam kaget di tempat. "Kau cantik, Leve. Untuk siapa kau berdandan secantik ini?"

Leve membelalakkan matanya, hampir mengumpat jantungan hingga akhirnya dia menyadari suara bariton, serak dan penuh kedewasaan itu adalah milik... Damb.

"Kau?" Leve memandangi manik mata Damb yang mengilat di terpa cahaya malam. Tubuh besar Damb yang berada di belakangnya membuat Leve semakin kehabisan kata-kata. "Kau?" Habis! Leve bahkan tidak tahu harus berkata apa karena otaknya sedang berjalan tidak stabil. Damb membuat pikirannya menjadi slow, dia menjadi linglung. Panik.

"Ya, Leve?"

"Kau?"

"Aku kenapa?"

Astaga, bisa-bisanya Damb berlagak polos di saat-saat seperti ini.

"Apa yang kaulakukan di sini?!"

"Menemanimu. Apalagi?"

"Bagaimana caramu masuk?!" Leve celingukan menengok ke kanan kiri, kemudian matanya mengarah ke pintu balkon yang jelas-jelas tertutup. Jadi Damb tak lagi mungkin menerobos masuk melalui pintu balkon seperti tadi siang.

Kau penuh kejutan, Damb. Pria itu benar-benar tak bisa ditebak.

"Bisa-bisa saja. Aku itu Damb. Aku punya banyak kekuasaan di sini, Leve." Damb mengusap rambut Leve lagi, menarik tangannya. "Aku masuk dari pintu kamarmu. Tak dikunci. Sebenarnya apa yang kau pikirkan hingga tak menyadari keberadaanku?"

My SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang