16. Selamat datang, kematian

2.5K 192 8
                                    

"Aku tanya sekali lagi," Raja Arthur melepas tangan Damb pelan, "Kau ingin hilang ingatan?"

Damb lagi-lagi mengangguk. "Kau tak perlu menanyakan itu lagi, Raja." Damb sudah membuat keputusan. Dan itu bersifat mutlak.

"Damb..."

"Tanyakan sekarang apa yang membuatmu penasaran, Raja. Aku akan menjawabnya."

"Mengapa kau memilih untuk menyerah?"

"Aku tak menyerah."

"Kau seolah lari dari masalah. Kau mencintainya, namun aku tahu. Kau juga ingin melupakannya." Raja Arthur menepuk pundak Damb menegarkan. "Memang sukar, sebab dalam hidup, kita selalu diajarkan untuk mengingat, bukan melupakan."

Damb tersenyum, memaksa bibirnya membentuk seutas garis.

"Membuatmu lupa itu terlalu mudah. Kau tak ingin meminta jabatan, kau tak ingin menagih portal yang dunia vampir punya untuk mengetahui masa depan?"

"Aku sudah memiliki darah anugerah. Aku dapat meraup semua nantinya. Tapi mengenai cinta? Dia bisa membuatku mati pelan-pelan." Damb meremas dadanya. Dia tak bisa membuat dirinya sendiri lupa.

"Raja?" Damb menyisir rambutnya ke belakang. Dia ingin lupa sekarang juga. Dia ingin mengenyahkan memori-memori indah agar dia tak lagi merasa sakit ketika orang yang menerbarkan serbuk penghangat itu pergi. Leve pergi. "Aku tak ingin menunggu."

Raja Arthur mengiyakan. Dia menjentikkan telunjuknya di kening Damb, memutar timer yang dibuatnya kemudian memberi senjata dalam yang dengan otomatis akan menyerang seluruh ingatan di otak kanan kirinya.

"Mulai besok, kau akan lupa. Kau tak akan ingat seluruh manusia, kau tak akan ingat tentang dia. Kau akan memulai hari jauh lebih menyenangkan, Damb.

✏✏

Damb menghancurkan hidup Leve. Pria itu membuat gadis yang bahkan tak memiliki kesalahan itu menjadi mati.

"Leve..." Akhirnya, Damb menangis. Matanya basah. Ditatapnya Leve di dalam peti dengan perasaan tertusuk. Damb tak mengerti. Tadi dia sudah menerima kenyataan.

Tapi, masih malam ini, mendadak perasaan ingin Leve kembali menyeruak menghantam dinding kekuatannya hingga runtuh berkeping-keping.

Aku mencintaimu.

Damb memeluk Leve untuk yang terakhir kali, mengusap tangan dingin gadis itu, kemudian teralih ke wajahnya yang cantik dengan rambut kecoklatan pirang tergerai.

Gadis itu mengenakan gaun seorang putri, dikelilingi bunga harum kematian yang menyengat hidung Damb serta menggetarkan paru-parunya.

Besok kau juga akan lupa.

Seharusnya tak ada kata menyesal. Mungkin, Damb salah membuat keputusan. Mungkin Damb terlalu bergantung pada tugasnya mengincar darah dengan fokusnya.

Tapi, jika kalian mengira Damb adalah pengecut kampungan, maka kalian salah besar.

✏✏

Malam itu, setengah jam sebelum waktu usia Leve genap tujuh belas tahun, Damb mengamati gerak-gerik Leve.

"Boleh aku bercerita sebentar?" Damb masih memandangi mayat Leve di dalam peti. Dia sendirian. Tidak, dia tidak sendirian. Dia bersama Leve. Ya, Leve masih ada untuknya.

My SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang