"Karena aku mencintaimu tanpa kata tetapi."
✏✏
Dan di sini, Elislah yang terlihat mengenaskan. Elis melihat pemandangan di depannya dengan dada sesak. Mentang-mentang sekarang dia jomblo dan dia tak punya pasangan, dua makhluk di depannya malah enak-enakan mengadu asmara.
Jadi begini, ya?
Jomblo.
Seorang yang akan jauh dibodoamatkan mau dia ngesot-ngesot di atas lantai atau minum obat pembersih lantai sekalian.
Seperti sekarang. Damb dan Leve masih asyikan berdua dan Elis seolah dianggap udara lalu lalang. Yang keberadaannya seolah diacuhkan oleh keduanya.
Elis membulatkan matanya, menjadi gemas. "Hei," Elis akhirnya bersuara, "Aku masih di sini."
Setelahnya, Elis tak mendengarkan Damb dan Leve membalas. Yang terpampang di hadapannya makin membuat dua makhluk di depannya menjadi ingusan. "Oh astaga," Elis menyisir rambutnya ke belakang, "Apa aku harus keluar dari sini?" seruan Elis kali ini terdengar seperti bisikan.
"Berisik." Akhirnya salah satu dari mereka menjawab. Meskipun Damblah yang menyahut seperti itu dengan nada sarkasnya.
Leve akhirnya tersadar. Dia melepas persatuan bibirnya dari Damb hingga pria itu berdecak. "Sebentar, Damb. Kita lanjutkan nanti. Sepertinya Elis kurang belaian di sini," Leve terkekeh, membenahi gaun merahnya yang sedikit berantakan.
Gadis itu memosisikan badannya menghadap ke Elis, tersenyum lembut. "Aku tahu kau sedang dalam masa sendiri, Kakak ipar." Kali ini celetukan Leve membuat Damb dan Elis seketika terfokus pada gadis itu sepenuhnya. Leve memanggil Elis kakak ipar.
"Apa kau bilang tadi, Leve?" Damb mengintrupsi.
"Apa?" Leve melirik Damb yang sekarang menatapnya penuh tanda tanya. "Aku hanya memanggilnya kakak ipar. Apa yang salah?"
"Bukan. Tidak. Tidak ada yang salah." Damb gantian memberi tatapan jenaka ke arah Elis usai tadinya menatap Leve. "Sebutan kakak ipar terlalu bagus untuknya."
"Jadi aku harus memanggilnya apa, Damb?"
"Ada banyak sebutan untuknya! Come on! Saudaraku Elis satu itu bisa kau panggil dia makhluk comberan, raksasa gemuk, kadal, perempuan berpunuk, jalang-"
Belum lagi Damb meneruskan perkataannya, sepasang sepatu hak tinggi sudah mencium wajahnya. Elis melemparinya bantal kemudian bergegas keluar dari kamar Leve sambil mengentakkan kaki.
"Damb menyebalkan! Mungkin ini alasannya Leve sering mengambil keputusan untuk meninggalkanmu!" Dan sebelum Elis benar-benar meninggalkan kamar Leve dan menutup pintu, perempuan itu menjulurkan lidahnya sambil berujar, "Leve. Asalkan kau tahu. Damb memiliki kelainan."
Di sana, Damb menggerung sambil bersungut-sungut dan mengejar Elis di ujung pintu seraya mengancam, "Jangan katakan hal itu pada Leve, Elis."
Tapi, Elis tak mendengarkan, dia berteriak keras seolah tak takut dengan nada mengancam Damb. Dia tahu Leve adalah kelemahan Damb, maka untuk membalas dendam atas Damb yang mengejeknya tadi, Elis berseru memberitahu Leve di sana, "Damb sebenarnya suka bermain boneka beruang kecil. Harusnya kau malu punya calon suami sepertinya."
Belum lagi Damb bisa mengejar Elis dan membekap mulut saudaranya tersebut, Elis sudah menutup pintu keras-keras hingga menimbulkan suara gebrakan.
Damb melenguh. Menatap pintu itu nanar dan membalikkan badannya, tetapi alangkah terkejutnya dia karena sekarang Leve sudah berada di hadapannya, tertawa sambil menyodorkan boneka beruang putih dengan bentuk cinta di tengahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Soul
VampireAku ingin mati. Kalimat itulah yang selalu dirapal Leve akhir-akhir ini. Dia ingin mati. Bukan karena dia sedang membenci kehidupan atau pun dia sedang pasrah pada nasibnya, tapi karena dia telah lelah dikejar-kejar oleh seorang... Vampir. Dia gadis...