21. Yang perlu kautahu

2K 175 28
                                    

"'Cause this is all we know."
-All we know, The Chainsmokers-

✏✏

Pagi itu, tidak ada yang salah.

Leve hanya merasa sedikit berbeda. Ayah dan Ibunya sudah pergi meninggalkan kamar dan berpesan padanya untuk mempersiapkan diri. Nanti malam akan ada acara penobatannya sebagai seorang putri.

Hari ini, semuanya masih sama. Sepertinya tiada yang berubah.

Tapi hatinya sekarang jauh lebih kosong.

"Kalau saja dia dulu tak datang," Leve melenguh, "Mungkin aku tak akan pernah merasakan yang namanya patah." Patah hati.

Setelah membersihkan dirinya, Leve mengelilingi kamar luasnya. Ada rak dengan buku bertumpuk hingga mencapai mata atap menjulang.

Sekarang Leve sudah duduk di depan balkon kamar dengan buku tipis di pangkuannya. Sejenak, dia memandangi pemandangan istana dari atas. Bangunan ini jika dilihat dibangun entah beribu tahun lamanya. Saking kuatnya, jika dihancurkan dengan alat berat tak akan runtuh begitu saja.

"Apa akulah yang akan menjadi pewaris tahta?"

Leve menggeleng-geleng. Dia menunduk dan fokus membaca, hingga tiba-tiba sepenggal kata yang terbaca membuat hatinya bergetar.

"To me, you are perfect."

Leve memejamkan matanya, mengalihkan pandangannya ke hamparan prajurit yang berkerja kasar di bawah. Leve membiarkan rambutnya diterbangkan angin. Dia jadi teringat Damb. Mengapa dia jadi suka bawa perasaan?

"Andai Damb yang bilang begitu," harapnya.

Leve meneguk ludahnya. Air ludahnya terasa asam ketika perutnya bergolak mengingat kejadian Damb mencumbu dengan Elis. Leve, harusnya kau tahu Damb itu sampah.

"Awas saja jika nanti ketemu, aku akan memenggal lehernya hingga terbunuh." Aku akan membunuhnya, sebagaimana dia membunuh hatiku.

"Coba ulangi apa yang kau bilang," ujar seseorang yang entah dari pintu ajaib mana sekarang bisa berada di samping Leve. Itu Damb.

"Damb?" Leve melongo terkejut setelah tadinya tak sengaja menonjok pipi pria itu hingga terhuyung. "Bagaimana bisa?"

"Apalah yang tak bisa dilakukan oleh seorang Damb?" Pria itu diam-diam menyabet tangan Leve  percaya diri. "Damb selalu bisa."

"Bagaimana bisa kau berada di sini?" Leve membentak. Menepis tangan Damb sambil berkacak pinggang. Dia sudah tidak peduli dengan bukunya karena tadi refleks terjatuh karena Damb. "Apa yang kaulakukan?"

"Menjemputmu, Cintaku."

Leve mengepalkan tangannya. Dia ingin marah. Marah karena sekarang jantungnya berdebar padahal tak terjadi apapun. Marah karena lagi-lagi dia kalah dengan egonya untuk tak jatuh pada seorang Damb.

"Damb," suara Leve melirih. Lututnya lemas. Dia mendongakkan kepala dan menemukan Damb sedang memandanginya lembut. "Mengapa kau kembali?"

Mengapa setiap kau berada di sisi, hatiku selalu merasa seolah menemukan cintanya? Mengapa ketika aku sudah mulai melupakanmu, lagi-lagi kau hadir memberi harapan baru?

Leve tidak kecewa. Dia hanya menyesal memiliki hati yang lemah. Hati yang mudah jatuh kepada orang salah seperti Damb.

"Mengapa kau kembali jika nyatanya kebahagiaanmu ada pada wanita seperti Elis?" Leve menyisir rambutnya ke belakang, menghapus air mata yang jatuh. "Apa kau tak mengerti, Damb? Adakala hati yang kuat akan habis jika ditimpuk berkali-kali."

Seperti hatiku, Damb.

Dia sudah tak sekuat dulu.

"Leve, kau salah paham."

Leve memiringkan kepala. "Oh, ya? Aku atau kau yang salah paham? Apa aku terlihat cukup bodoh untuk mengerti caramu memberi cinta?"

Di mana-mana perempuan selalu benar.

"Aku kemari menggunakan kekuatan darah anugerah yang datang ketika aku membutuhkannya. Darah itu kembali pada tubuhku," jedanya, "Karena aku masih memiliki misi dan ini semua tentangmu."

Leve menggeleng. Dia segera menuju pintu balkon, hendak menutupnya tapi Damb berhasil mencegahnya.

"Tolong pergi, Damb...," Leve memelas. "Tolong jangan buat hatiku semakin sakit."

Dia sudah mati, Damb. Apalagi yang kau harapkan dari hati yang lumpuh dan sakit?

"Kau salah," Damb mendorong pintu balkon hingga akhirnya terjadi dorong-dorongan pintu dengan arah berlawanan. Dan Damblah yang memenangkan pertarungan. Dia bisa membuat Leve pasrah membuka pintu untuknya.

"Kali ini saja, Leve," pinta Damb. "Biar aku masuk, biarkan aku memberitahumu hal yang sudah lama kupendam dan berhak untuk kautahu."

Untuk terakhir kali saja, Leve. Percayalah setelah ini aku akan pergi.

Pergi dan entah kapan akan kembali.

Leve melengos duduk di meja minum kecil, meraih segelas darah hangat untuk membuat jiwanya tenang. "Berceritalah. Aku akan memberimu waktu hingga isi gelas ini habis."

"Kau tahu? Aku sudah mengetahui sejak lama bahwa Raja dan Ratu memiliki putri kecil. Dan sebuah kejutan ketika aku tahu bahwa pemilik darah anugerah untuk saat ini dimiliki oleh putri mereka sendiri."

Damb melirik Leve sebentar untuk melihat ekspresinya, kemudian melanjutkannya ketika Leve tak berkomentar apa-apa.

"Di samping aku menginginkan tahta dan martabat," sela Damb, "Aku justru jatuh cinta pada mangsaku padahal itu tak diperolehkan. Tapi aku telah mendapatkan darahmu, Leve. Dan kau telah menjadi vampir utuh-utuh. Maka aku bisa membuat hubungan ini menjadi sah."

"Jika saja kau tak datang saat itu ...."

"Aku ingin kau tak sendirian, Leve. Aku ingin kau dilindungi oleh orang tuamu ketika aku tak berada di sisimu," Damb fokus bicara. Suaranya terdengar tulus. "Hingga suatu hari, aku mengikutcampurkan Elis."

"Jika saja kau tak datang saat itu mungkin aku tak akan pernah mengenal orang pembohong sepertimu."

"Leve," Damb tertegun. Tapi dia melanjutkan ceritanya karena sebentar lagi waktunya akan habis. "Aku ingin membuatmu hancur. Aku ingin membuatmu sendirian lagi, aku ingin kau seorang diri agar orang tuamu mengambil tindakan untuk mengakui semuanya."

Saat itu dia bersandiwara dengan Elis. Dengan begitu Leve akan hancur, dan orang tua Leve yang melihat Leve disakiti akan segera melindungi Leve, mengakui bahwa mereka masih hidup. Leve masih memiliki orang tua.

Leve meneguk tetes terakhir di gelas, kemudian menaruh di atas meja minum berbahan kaca hingga menimbulkan dentingan kecil.

"Waktunya habis."

"Aku melakukan semuanya demi kau, Leve."

"Berhenti bercerita. Kau harus pergi, ingat," Leve menghela napasnya, terbesit sesak ketika Damb meneruskan ceritanya. "Jangan pernah kembali lagi."

"Baiklah." Damb mengangguk, berdiri dan menuju pintu. Dia membalikkan tubuhnya sebentar, mengucap salam perpisahan. "Terakhir, aku mencintaimu."

--
TBC!

My SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang