6. Peraturan

3.2K 278 5
                                    

A/n: Kalian bikin aku semangat sumpah.

Nggak nyangka cerita ini bisa narik perhatian kalian! 💔💓

✏✏

"Pertama, aku benci orang yang suka mengatur." Damb memulai menyuarakan peraturannya.

"Jadi hanya kau saja yang boleh mengatur?" sela Leve. Gadis itu menggigit buku-buku jarinya kesal. "Aku benci point nomor itu."

"Kedua, aku ingin kau benar-benar menuruti semua permintaanku." Damb berdeham. "Atau selama-lamanya kau akan terus kuganggu."

"Lanjutkan," seru Leve setengah mendengus.

"Ketiga. Aku tak ingin kau mengancamku. Ingat? Sekali mengancam, sekali goresan. Aku tak ingin melukaimu tapi apa daya," kekeh Damb. "Rasanya mengasyikkan bisa melihatmu mengerang ketakutan."

"Tunggu-tunggu. Apa maksud kau memberi peraturan ini?!" Leve menyela lagi. Mata hazel gadis itu mendelik tajam. Tapi terselip kepasrahan juga dalam binar matanya.

"Sssh. Ini semua demi nyawamu. Aku memberikan keringanan. Bertekuk lutut itu memiliki banyak arti." Damb mengambil buah di atas nakas kemudian menggigitnya. Begitu lezat. "Dan semua ini terkait peraturan agar kau patuh padaku." Setelahnya Damb menggeleng ketika Leve memeringatinya karena memaling buah yang barusan dimakannya.

Leve kembali fokus ke topik pembicaraan. "Kau gila? Kau datang-datang di malam hari dengan segenggam kejahatan. Dan sekarang kau ingin mengekangku?! Kurasa aku bukan orang paling tepat untuk jadi budak dan patuh!"

Ah, Leve tak mengerti.

"Leve," panggil Damb memastikan fokus Leve hanya padanya. "Kau bukan budak. Kau tidak tertepat, tetapi yang terbaik."

Damb memilih Leve karena Levelah yang terbaik. Mata hazel itu... memabukkan. Leve mampu membuat hidupnya berwarna.

Dengan melihat Leve tersiksa, dia bisa bahagia. Selama empat ratus tahun lamanya dia menjadi sosok kaku, dingin, dia tak pernah menemukan gadis seperti Leve.

Gadis yang sepertinya akan tetap diam meski nantinya akan rutin disakitinya.

Menganut sebuah teori. Orang pendiam mulutnya tertutup rapat. Sebongkah rahasia adalah permata. Dia tak akan menyebarnya ke orang-orang begitu saja.

Leve pilihan terbaik. Dia tipe gadis yang akan berpikir dua kali sebelum membongkar kenyataan bahwa dirinya merupakan seorang... vampir.

"Aku lelah mendengarnya. Cepat selesaikan."

Damb tertawa. "Peraturanku masih panjang. Tapi karena aku pria yang mengerti bagaimana perasaan seorang gadis, aku akan meringkasnya."

"Perasaan seorang gadis? Bahkan kau baru saja membuat perasaan itu sayu. Kau tak tahu apa-apa."

"Peraturan terakhir!" Damb memicingkan mata. Mengulur-ulur waktu.

"Kuharap peraturan ini lebih waras." Leve menyandarkan kepalanya jengah pada kepala ranjang mendengarkan Damb melanjutkan petuah-petuah basinya lagi.

"Peraturan keempat," sekilas Damb terlihat memohon. "Jangan mati. Kau tak boleh mati."

Leve terbatuk-batuk. "Apa?"

"Aku masih membutuhkanmu. Sebab itulah aku tak jadi menjatuhkanmu dari ketinggian."

"Berada di sisimu saja aku seolah merasa sudah mati." Leve menyengir. "Apa dasar kau ingin aku tetap hidup?"

Leve meneguk ludah susah payah. Menanti Damb membalas. Sekarang posisi mereka saling berhadapan.

"Aku masih ingin bersenang-senang denganmu, Leve."

Sebut saja bahwa Damb iseng. Tapi salahkan juga perasaan Damb yang jatuh pada manusia seperti Leve. Jangan salahkan orangnya. Salahkan saja hatinya yang mengacu pada diri berkharisma Leve.

Leve mangsa terbaik. Orang ansos seperti Leve, jika di bawah tekanan pasti juga akan patuh. Diam. Menurut.

"Asal kau tahu, Leve. Aku sempat melihat sosok lain dalam dirimu." Damb mengangguk mengamati Leve lekat-lekat. Kali ini dia mendekati Leve dan memegang kedua bahu Leve erat. "Aku seolah melihat cupid yang memasangkan panahnya padamu."

Panah yang jelas-jelas tersambung juga pada dirinya sendiri.

"Patuhi semua peraturan. Hari ini semuanya dimulai," Damb menyeletuk. "Aku ingin agar kita jadi lebih dekat."

"Baiklah," Leve menyetujui. "Dengan syarat aku juga bebas membalasmu jika kau menyakitiku."

"Silakan saja jika bisa, dasar lemah," ejek Damb. "Intinya aku ingin kita lebih dekat, Leve."

Leve berpikir panjang. Dekat bisa berarti lebih menyakiti.

Tapi yang Leve harapkan, dekat dalam artian melindungi. Sayangnya itu hanya sebatas harapan. Mimpi kosong. Boro-boro melindungi, Damb bahkan lebih berkenan menyakiti.

"Deal."

--

TBC

My SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang