Hari-hari berlanjut terasa jauh lebih berat. Damb menjadi lebih tak berperikemanusiaan.
Sebenarnya Leve mengerti. Damb mungkin memperlakukannya seolah-olah dirinya juga merupakan makhluk sebangsanya, vampir.
Tapi sepertinya, perlakuan Damb kali ini keterlaluan. Dia menyuruh Leve untuk terjaga.
Jika dihitung, sudah 4 hari lamanya Leve tak diperbolehkan tidur.
"Aku mengantuk. Boleh aku tidur sekejap saja?" Ini pertanyaan yang sama seperti sebelum-sebelumnya.
Damb yang masih terlihat bugar itu hanya menyeringai. "Tak boleh."
Sedetik kemudian hening. Setelahnya, Damb mendengar dengkuran kecil. Damb tahu bahwa Leve tertidur untuk kesekian kali.
"Kau tertangkap basah lagi," gumam Damb sambil mengeluarkan pisau lipat dari sakunya. Menit kemudian dia mendekati Leve di atas sofa kamarnya.
"Leve," panggil Damb kecil. "Sejujurnya aku terpaksa melakukan ini. Sebab kau nakal sekali melanggar peraturanku."
Disuruh terjaga, malah tidur menerus.
Tanpa aba-aba lagi, Damb mendekatkan badannya ke arah Leve. Mata gadis itu sekarang tertutup. Dadanya naik turun, begitu nyaman menjelajah alam mimpi.
"Aku tahu ini sakit."
Damb menggoreskan pisaunya ke arah pergelangan tangan Leve. Di sekitar situ memang masih berbekas luka sebelumnya yang belum sembuh sepenuhnya. Terlihat memar.
Tapi apa boleh buat.
Leve memang pantas mendapatkannya.
"Sssh." Leve meringis kecil. Mata gadis itu masih terpejam. Di depannya, Damb memperdalam goresan. Menggores bagian bawah pergelangan tangan Leve seperti memotong daging.
"Gadis lemah." Damb mengelus dagunya. Dia bangkit setelah tadinya tak mempan membangunkan Leve.
Damb berpikir sebentar. Kepalanya aktif memikirkan cara mematikan. Selang kemudian, ide itu muncul.
Damb mendekatkan dirinya ke arah Leve, setengah membungkuk. Sekilas pria itu mengamati Leve berhasrat.
Dan matanya terkunci pada satu hal. Bibir Leve.
"Aku rasa mencicipinya sekali saja tak ada salahnya," ujar Damb semangat.
Tapi, baru saja Damb hendak melakukan aksinya, Leve sudah membuka mata duluan. Gadis itu masih setengah sadar, tidak refleks berteriak ketika yang pertama dilihatnya ketika bangun tidur itu adalah Damb. Dari jarak dekat.
"Ah, maaf." Leve malah meminta maaf. Gadis itu masih memulai ritual rajinnya selama empat hari terakhir, menguap.
"Aku hanya memintamu untuk terjaga selama 7 hari." Damb mendecih remeh. "Baru 4 hari saja sudah tumbang. Apa kau ingin balasan lebih dariku?"
Leve meneguk ludah. Dia mengganti posisi tidurnya dengan duduk. Kantung hitam masih tercetak jelas di bawah matanya. "Ah, tanganku." Leve mengecek tangannya yang tambah berdenyut. Kekuatan gadis itu sudah berkurang drastis.
"Aku tak sanggup." Leve merebahkan tubuhnya lesu. Dia mencoba berdiri. Tapi oleng. Kepalanya berdenyut sakit. "Aku manusia. Jangan samakan aku dengan vampir yang tak kenal siang atapun malam, tak butuh tidur!"
"Aku melakukannya bukan tanpa alasan, Leve. Menyakitimu adalah sebuah kesenangan, tetapi melatihmu kuat adalah sebuah keharusan."
"Melatihku agar kuat?"
"Aku datang padamu karena sebuah misi," tutur Damb santai. "Suatu saat kau akan tahu apa maksudnya."
✏✏
KAMU SEDANG MEMBACA
My Soul
VampirosAku ingin mati. Kalimat itulah yang selalu dirapal Leve akhir-akhir ini. Dia ingin mati. Bukan karena dia sedang membenci kehidupan atau pun dia sedang pasrah pada nasibnya, tapi karena dia telah lelah dikejar-kejar oleh seorang... Vampir. Dia gadis...