4. Membuatmu mati

3.5K 273 7
                                    

Malam yang indah. Langit gelap bertabur bintang. Membuat kedua sosok itu terpana kala mendongak.

"Apa maumu?" Leve mendengus sinis. "Aku bahkan tak tahu mengapa kau begitu menginginkanku."

"Entahlah." Damb mengendikkan bahu. "Hasrat tak pernah jatuh pada orang yang salah. Itulah jawaban mengapa aku menginginkamu."

Huh, hasrat?

Rambut Leve tertiup angin. Poni tipis di depan dahinya tersibak sesekali. Gadis itu memeluk dirinya sendiri. Malam ini begitu dingin. Ditambah bersampingan dengan seorang vampir, membuat bulu kuduknya semakin berdiri.

"Awalnya aku tak percaya adanya vampir." Leve membuka suara.

"Lalu?" Damb menyela.

"Setelah melihatmu, aku langsung terinspirasi untuk menyingkirkanmu, demi melindungi diriku sendiri-"

Belum sampai Leve menuntaskan cerita, Damb di sampingnya langsung menjorokkan Leve dari atap sambil menatap tajam.

Awalnya Leve kaget ketika Damb mencengkram bahunya, lantas mendorong punggungnya hingga dia terguling ke depan. Alhasil, sekarang dia sudah hampir jatuh. Hampir. Hampir saja dia mati. Tewas dari ketinggian jika saja tangannya tak sigap memegang besi di sela atap.

"Apa yang kau lakukan, Damb!" Leve berjengit. Dia berusaha naik ke atap kembali. Kakinya mengayun bebas. Dia terancam jatuh.

"Kau ingin membunuhku, ya?"

"Cepat bantu aku naik!" Leve mengabaikan pertanyaan Damb sebelumnya. Wajah gadis itu memucat. Dan tentu saja itu membuat Damb senang.

"Apa? Aku tak dengar." Damb maju mendekati Leve. Kaki bersepatu itu kini telah berpijak tepat di depan tangan Leve yang menggantung pada besi.

"Harusnya kau tanya dulu, apa aku mau menolongmu." Damb berkacak pinggang. Sejenak dia memainkan buku-buku jarinya mengulur-ulur waktu.

"Damb. Aku akan membuatmu menyesal jika kau tak mau menolong-Akh!" Leve berteriak ketika tangannya yang menggantung diinjak oleh Damb. "Tanganku!" Leve meringis.

Bukan masalah tangannya yang sakit ketika diinjak oleh sepatu berduri tajam Damb, tapi karena tangannya semakin tak mampu untuk menahan agar dia tak terjatuh dari atap.

Ini mengerikan. Nyawanya. Itu yang terpenting.

"Dan aku semakin tak berminat menolongmu." Damb terkekeh jahat. Dia merapatkan jas hitamnya sambil menggosok kedua tangan.

"Kenapa membujukmu sesusah ini!" Leve menghela napas. Tangannya. Tangannya sudah satu terlepas. Dia tak dapat menahan. Dia tak bisa menumpu beban tubuhnya.

Tapi nyawanya dalam bahaya. Sekali terlepas, habis sudah. Dan pria sialan di atasnya malah menikmati semua tontonan ini sambil terkekeh. Seolah semuanya lucu.

"Apa kau tadinya membujukku?"

"Aku tidak membujukmu. Aku baru saja mengajakmu bercanda. Oh, ayolah! Jangan anggap omonganku tadi serius!"

"Kau cerdas dan mematikan. Apa harus candaanmu kuabaikan begitu saja?" Damb terkekeh lagi. Pria itu maju mendekati Leve, berjongkok.

"Ada salam terakhir sebelum kau mati?" Damb mengambil beberapa helai rambut Leve. Menjambaknya. Leve mengaduh. "Kematian akan lebih sakit dari jambakan rambut ini. Tapi ketahuilah, di akhir penentuan, semua itu memberi kedamaian tak terhingga. Mati akan membuatmu menjadi tenang."

"Lepaskan!" Leve berusaha menjauhkan tangan kekar Damb. Gadis itu menggeleng-geleng.

"Apa ada salam terakhir sebelum kau mati?"

Leve mendengus. Dia menatap sinis Damb. Dari raut wajahnya, dapat terlihat bahwa gadis itu perlahan melemah. Tangannya sebentar lagi terlepas dari pegangan besi.

Sebentar lagi. Terlepas. Dan nyawanya akan begitu saja lenyap.

Sebentar lagi.

"Damb...," mohon Leve lirih pada akhirnya. "Tolong."

"Permohonan masih belum cukup, Leve."

"Damb. Tolong."

"Kurang meyakinkan," komentar Damb lagi.

Leve memejamkan mata. Tangannya sudah tak kuat lagi. "Salamku? Aku hanya ingin siapapun tahu, bahwa aku justru menginginkan semua orang bahagia. Aku tak pernah bermaksud buruk. Sekalipun aku bersikap sinis, itu adalah pertanda bahwa aku peduli."

Dan detik terakhir, sebelum pegangan tangan itu terlepas sepenuhnya, Leve menggertakkan giginya. Dia masih berusaha. Membujuk untuk terakhir kali.

"Aku akan berlutut padamu. Menurutimu. Semuanya."

Tolong.

Dan ketika saat-saat terakhir, Leve memasrahkan diri. Yang terjadi selanjutnya adalah... gelap. Hanya sakit yang dirasakan seluruh tubuhnya. Badannya kaku. Semuanya mengabur.

Mungkin benar. Mati tak pernah mengenal waktu.

My SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang