"Aku hanya ingin melindungi apa yang aku punya. Apa itu salah?"
Jemarinya meremat gagang garpu perak kuat-kuat hingga memerah. Daehyun mencoba mengatur nafas perlahan, mencoba menenangkan diri. Setelah sekian lama, akhirnya dia meluapkan semua emosi yang mengendap lama.
"Hanya karena aku anak yang lahir dari rahim wanita yang tidak Ayah cintai..."
"Tapi bukan berarti kau berbuat seperti itu pada Seongwoo!"
Kali ini Daniel angkat bicara. Dia juga tak kalah kesal pada Daehyun. Bukankah, jika dari dulu semua masalah ini dibicarakan dengan baik maka akan ditemukan titik terangnya, kan? Hanya karena kekeraskepalaan Ayah Daehyun dan Daehyun sendiri, masalah menjadi semakin rumit.
Jujur saja, awalnya Daniel merasa kebingungan. Kebingungan karena tidak tahu di pihak mana dia harus berdiri. Namun, melihat Seongwoo yang menangis sesegukan sendirian di kamar karena disudutkan dan dikatai pembunuh oleh anak-anak di sekolah membuat Daniel tak berdaya.
"Kau tidak ingin kebahagiaanmu direbut, tapi kau merebut kebahagiaan orang lain," cibir Daniel geram.
"Lalu kau mau apa?" Daehyun melempar garpu tersebut tepat ke arah Daniel. "Mau membalas dendam?"
"Daehyun."
Daehyun mengabaikan teguran sang Kakek, berdiri lalu berjalan meninggalkan ruang makan. Daniel di depannya hanya bisa diam, menatap makanan yang sama sekali belum tersentuh sejak tadi.
"Sudah kubilang ini tidak ada gunanya," gumam Daniel pada Kakek.
Kakek menghela nafas lalu berdiri, "bawakan makanan ke kamar Seongwoo."
Daniel mengangguk pelan, tak ad niatan untuk menatap Kakeknya yang berjalan pergi keluar rumah. Pikiran mereka sama-sama kalut kali ini. Padahal niatnya pulang untuk berlibur dan bersantai, tapi malah terjadi hal yang tak pernah Daniel duga sebelumnya.
Sebenarnya dari awal juga Daniel tak pernah menyangka kalau Daehyun akan pindah ke sekolah yang sama dengannya. Setelah bertahun-tahun tak bertemu dengan sepupunya itu, kini mereka kembali bersatu dalam situasi yang lebih buruk.
"Apa yang harus kukatakan pada Seongwoo setelah ini...."
❎
❎
❎
"Eh?"
Youngjae hampir saja memekik ketika mendengar suara dari seberang sambungan teleponnya. Waktu menunjukkan pukul satu tengah malam dan itu membuatnya panik setengah mati.
Pasalnya, Youngjae baru saja mendapat kabar kalau Daehyun berada di stasiun kereta sekarang. Jadilah sekarang dia berada di dalam mobil bersama supirnya melesat menuju stasiun secepat mungkin. Untung saja Ayahnya tadi masih bangun dan berada di ruang kerja, jadi Youngjae bisa meminta izin walau ditanya ini-itu sebelumnya.
Mobil hitam diparkirkan tak jauh dari stasiun, Youngjae segera melesat pergi mencari Daehyun. Pemuda itu kini berdiri di dekat gerbang kedatangan dengan secangkir latte di tangannya.
"Hei, bodoh!" Youngjae mencebikkan bibirnya kesal, menghampiri Daehyun yang menyunggingkan senyum tipis pada Youngjae. Namun senyum tersebut tak bisa menutupi kekusutan di wajah tampan si pemuda culun itu.
Banyak pertanyaan yang berputar di kepala Youngjae, tapi disimpan sajalah sendiri untuk saat ini. Daehyun pasti sedang tidak ingin ditanyai macam-macam sampai dia sendirilah yang ingin menceritakannya.
"Maaf merepotkanmu," ujar Daehyun.
Youngjae menuntunnya berjalan menuju mobil yang terparkir rapi di dekat stasiun. Mereka berjalan beriringan, tapi tidak bersebelahan. Youngjae berjalan lebih dulu dari Daehyun dan tangan mereka saling bertaut. Iya, Daehyun yang menggenggam tangan Youngjae dan si manis sama sekali tidak meluncurkan protes.
KAMU SEDANG MEMBACA
「✔」DaeJae☆He and His Phobia
Fanfiction「FINISH」 Rahasia, masa lalu, trauma dan phobia. Semua orang pasti memilikinya, bukan? Dan hanya ada satu cara untuk menghadapinya. Memberanikan diri menghadapi ketakutan itu. DaeJae, slight BangHim and OngNiel (from Wanna One)