[29] Menjauh

113 23 0
                                    

[]

ESOKNYA aku mengambil langkah untuk menjauh dari kamu. Entahlah, ada rasa yang berbeda ketika aku menyadari rasa sukaku pada Dimas. Mungkin, nggak enak hati.

Hari itu juga kamu belum menampakan batang hidung kamu. Jadi, aku merasa lega. Aku pikir, kamu mungkin tengah berkutat dengan kamus tebal itu di perpustakaan.

Dan ketika bel pulang berbunyi. Aku nggak lantas melangkah keluar gerbang. Aku memutuskan untuk main ke rumah Zahra dan saat itu aku tengah duduk di pinggir koridor. Menunggu Zahra di toilet sembari chatting dengan Dimas.

From: Dimas.
Doain gue diterima, Gin. Jangan sampe gak!

Aku tertawa kecil membaca balasan dari Dimas, dan ketika aku hendak membalas, kamu justru mengejutkanku dari belakang.

"Iya, Dim!" latahku lantang.

Lantas, aku menoleh. Betapa terkejutnya aku ketika mendapati kamu di belakangku dengan raut yang sama sekali nggak bisa aku baca.

"Kak." gumamku.

Kamu tersenyum seperti biasa, "Kok kamu masih di sini? Saya kira kamu udah pulang."

Aku membuang pandangan ke layar ponsel, lalu menjawab sekenanya. "Aku nunggu Zahra."

"Mau main, ya?"

Aku hanya mengangguk singkat sebagai tanggapan. Sedang kamu terlihat kebingungan.

Aku takut kamu bertanya macam-macam, jadi aku segera bangkit dan hendak menyusul Zahra ke toilet. Kataku, "Aku mau ke toilet dulu, Kak."

Tapi kamu menahan pergelangan tanganku. Kata kamu, "Saya salah apa, sih, Gin?"

Aku menggeleng. Tapi kamu menambahkan, "Kalo kamu marah, ngomong. Jangan bergerak menjauh."

Aku mendadak gugup. Tatapan kamu begitu dalam, aku jadi nggak enak hati. "Aku gak menjauh. Aku juga gak marah. Itu perasaan Kakak aja kali."

Aku nggak pernah tahu sejak kapan kamu menyadari perubahanku, Panji. Yang aku tahu, aku sangat menyesali semua perubahanku itu.[]

memori tentang panji Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang